Share

Menjadi Istriku

“Dasar, Aaron gila!”

Sambil merutuk, Jessica memasuki kamar mandi, sebelum akhirnya berdiri di depan cermin dan melepaskan bathrobe yang membalut tubuhnya.

Dari pantulan cermin, dia bisa melihat dengan jelas memar-memar di tubuhnya yang ditinggalkan oleh Aaron ketika bercinta dengannya kemarin malam.

Tanpa bisa dikendalikan atau pun dicegah, sekelebat adegan panas mereka semalam tiba-tiba terlintas di benaknya. Seketika, wajah Jessica memerah.

Namun, itu tidak berlangsung lama, sebab perasaan bersalah pada sang suami langsung menguasai dirinya di detik selanjutnya.

“Aland, maafkan aku ….” Jessica tersedu-sedu.

Jessica ingat, pertama kali dia bertemu dengan Aland adalah saat dirinya sedang mencari tanaman herbal di pinggiran Kota Yinli untuk bahan pengobatan ibunya yang saat itu tengah sakit keras. Bukan menemukan apa yang dicari, Jessica ternyata bertemu dengan seorang laki-laki yang tengah berlumuran darah, ketika dia melewati sebuah bangunan untuk berteduh ketika hujan turun.

Tanpa banyak bertanya, dia hanya membantu untuk menghentikan perdarahan pada laki-laki itu. Namun, ketika hari mulai gelap dan Jessica berniat pulang, tubuh laki-laki itu tiba-tiba demam. Jessica berakhir bermalam di bangunan tersebut hingga pagi tiba.

Saat pagi, dua orang pria berpakaian serba hitam memasuki gua sambil menunduk dan berbicara penuh hormat pada anak laki-laki yang belum sepenuhnya pulih itu. “Tuan Muda Albert, maafkan kami karena datang terlambat.”

Anak laki-laki itu tidak mengatakan apa-apa pada mereka, dia hanya merogoh sakunya dan mengeluarkan kalung giok hijau dan memberikannya pada Jessica.

“Simpanlah ini.” Dia menatap dalam pada manik Jessica. “Kalung ini kuberikan padamu sebagai tanda aku memilihmu menjadi istriku. Ketika saatnya tiba, aku akan menjemputmu … dan kita akan menikah.”

Ketika anak laki-laki yang diperkirakan berumur tujuh belas tahun itu pergi, Jessica masih belum pulih dari keterkejutannya.

Bagaimana tidak? Dia baru saja menyelamatkan nyawa orang, tetapi tidak disangka malah dilamar pada hari berikutnya, bahkan dirinya masih belum cukup umur untuk membahas pernikahan.

Meski begitu, Jessica sudah terlanjur jatuh hati pada anak laki-laki bermata biru itu. Terlebih, setelah diakui sebagai istri.

Namun, ketika beranjak dewasa, di mana Jessica masih dalam penantian … laki-laki yang mengklaimnya sebagai istri itu tidak mengenalinya ketika mereka bertemu kembali. Bahkan, Jessica melihat laki-laki itu tengah menggandeng seorang wanita.

Jessica mengakhiri ingatan tentang masa lalunya ketika napasnya terasa sesak. 'Sejak awal, apa hanya aku yang memperjuangkan hubungan ini?'

Jessica menggelengkan kepalanya, berusaha membuang pikiran buruk itu jauh-jauh.

‘Bagaimanapun, Aland telah menepati janjinya untuk menikahiku,’ tegasnya di dalam hati.

Dan sekarang, mungkin Jessica-lah yang tidak menepati janjinya untuk memberikan mahkota yang telah dia jaga pada sang suami.

Namun, menangisi semua yang telah terjadi pun bukan solusi. Masalahnya tidak akan teratasi jika dia hanya menangis, meski sepanjang hari.

Kesucian yang telah hilang tidak akan kembali, tetapi mungkin bisa disembunyikan dari orang lain, termasuk suaminya sendiri. Jessica hanya berharap, Aland tidak dulu menyentuhnya hingga semua jejak-jejak di tubuhnya ini hilang supaya pria itu tidak curiga.

Setelah selesai menggosok badannya, Jessica keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju nakas hanya untuk menghampiri ponselnya yang berdering.

Jessica dengan sengaja melewatkan panggilan masuk itu, dia terlalu malas berargumen dengan orang yang telah merobek kepercayaannya. Tidak lama kemudian, ponselnya di atas nakas bergetar, tanda sebuah pesan masuk.

Jessica mendengus saat membaca nama si pengirim pesan, juga isi pesan yang disampaikan.

[Jessy, pulanglah. Sudah lama kita tidak makan siang bersama.]

Dia tidak berniat membalas pesan tersebut dan memilih pergi ke lemari pakaian. Namun, dalam hati kecilnya … wanita itu juga memiliki keinginan untuk mengunjungi rumah orangtuanya yang tidak pernah lagi dia sambangi sejak ibunya meninggal, terlebih ketika sang ayah telah menikah lagi.

Rasa rindunya pada seseorang di rumah itu membuat Jessica yang semula ogah, memutuskan untuk mengunjungi rumah tersebut hari ini. Bukan ayah atau pun keluarga barunya yang ingin dia temui di Kediaman Smith, melainkan sang kakek yang telah terbaring koma selama bertahun-tahun.

Begitu selesai berkemas dan hendak keluar dari rumah, Jessica menyadari ada seseorang di dapurnya.

Dia mengerutkan kening dengan heran karena selama ini dia hanya tinggal seorang diri di Jerssy Estate. Tidak ada pelayan, tidak ada penjaga keamanan khusus yang dia sewa untuk menjaga rumahnya.

Namun, dia juga sangat yakin … rumahnya yang menggunakan teknologi tercanggih ini tidak akan kemasukan maling.

Dia menebak-nebak dalam hati, 'Siapa di sana? Apa mungkin Aland?'

Dengan membawa rasa penasaran yang tinggi, Jessica memasuki dapur.

Begitu melihat sosok tinggi kekar sedang berkutat dengan peralatan memasak, Jessica agak terkejut. Lebih dari itu, amarah kembali menyelimuti dirinya. "Kenapa kau masih di sini?!"

Pria itu adalah Aaron, dan dia tidak terkejut dengan reaksi Jessica yang sangat menggebu-gebu. Dia juga tidak berbalik untuk menatap wanita itu dan tetap fokus pada pekerjaannya sambil menjawab dengan santai, "Membuatkan sarapan untukmu."

Jessica melihat gelagat Aaron, pria itu sama sekali tidak canggung dan bersikap seolah-olah memang tidak ada yang terjadi di antara mereka

Bahkan, pria itu juga bersikap seperti berada di rumah sendiri.

"Aku tidak butuh sarapan darimu, sebaliknya ... aku ingin kau segera meninggalkan rumahku!"

Jessica menatap Aaron yang terlihat lebih segar dengan rambut basah seolah-olah memberitahunya bahwa pria itu sudah mandi, bahkan dia juga sudah berganti pakaian.

Jika sebelumnya Aaron tampak berwibawa dengan mengenakan kemeja, maka pakaian casual yang dia kenakan pagi ini membuatnya tampak lebih berkarisma.

Jessica mengerutkan keningnya sekali lagi, jika Aaron sudah mandi dan mendapatkan pakaian baru, kenapa tidak langsung pergi dari rumahnya.

"Aku akan pergi setelah sarapan bersamamu," sahut Aaron tak acuh, lalu menghidangkan dua piring omelet dan dua gelas kopi di atas meja makan. "Ayo, duduk."

Jessica memelototi Aaron dengan galak. "Sudah aku bilang, aku ...."

"Duduklah atau suamimu tercinta akan tahu apa yang terjadi pada kita kemarin malam." Ancaman Aaron yang disertai dengan tatapan serius membuat Jessica terbungkam.

Melihat Jessica mematung di tempat, Aaron juga tidak mengatakan apa-apa dan hanya memintanya duduk melalui gerakan kepalanya.

Pada akhirnya, Jessica terpaksa duduk dengan menggertakkan giginya seolah-olah ingin mengunyah Aaron sampai lumat.

"Makanlah," kata Aaron lagi, dia juga mulai makan tanpa menghiraukan emosi Jessica.

"Dari mana kau dapat pakaian itu dan kenapa belum pergi?"

"Katherine yang mengantarnya" sahut Aaron tak acuh, lalu melanjutkan, "Dan aku belum ingin pergi."

Sebenarnya, dia sudah pergi begitu Jessica meninggalkannya sendirian di dalam kamar tadi. Hanya saja, jam tangannya tertinggal di dalam kamar wanita itu.

Begitu memasuki kamar Jessica kembali, Aaron tanpa sengaja mendengar isak tangis yang menyayat hati dari dalam kamar mandi hingga rasa bersalah perlahan-lahan menyelimuti hatinya.

Karena itu, Aaron enggan pergi dan meminta Katherine mengantarkan pakaian ganti, sebelum akhirnya memutuskan untuk mandi di kamar sebelah.

Melihat Jessica tidak kunjung turun, Aaron yang telah selesai membersihkan diri sengaja mengulur waktu dengan membuat sarapan.

Di dalam hati, dia juga bertekad ingin kembali memasuki kamar Jessica jika saja wanita itu tidak turun dalam waktu sepuluh menit lagi.

Bagaimanapun, dia khawatir Jessica nekat melakukan hal-hal bodoh hanya karena kesalahan indah semalam.

"Kalau Katherine sudah datang mengantarkan pakaianmu, kenapa kau tidak sekalian pergi dengannya?" Jessica benar-benar tidak paham dengan jalan pikiran Aaron, untuk apa juga pria itu berlama-lama di rumahnya.

"Sudah kubilang, aku belum ingin pergi," balas Aaron sembari menatap Jessica dengan lekat. "Cepatlah makan, jangan banyak tanya. Setelah ini, aku akan mengantarkanmu."

‘Dia tahu aku ingin menjenguk Kakek?’ pikirnya di dalam hati, dia sedikit curiga pada Aaron yang seolah sudah tahu agendanya setelah ini.

“Aku hanya menebak kalau kamu ingin pergi.” Laki-laki itu mengedik ke arah Jessica, menunjuk pakaian yang wanita itu kenakan. “Aku hanya menawarkanmu bantuan.”

“Tidak perlu, aku bisa sendiri,” sahut Jessica tanpa pikir panjang.

Bepergian dengan suaminya saja dia belum pernah, kenapa kini harus pergi bersama adik iparnya?

Pria itu berdecak, "Jangan membantah!" Aaron memperingati Jessica dengan ekspresi serius dan tegas. "Jika tidak, bukan hanya suamimu, bahkan seluruh dunia juga akan tahu tentang percintaan kita kemarin malam."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status