Joanna mengernyit saat dia melih mobil Ethan siap di depan rumah. Padahal harusnya mobilnya yang ada di sana. "Masuklah, Joanna! Aku akan mengantarmu." Joanna tersentak kaget saat dia mendengar suara Ethan. Belum hilang keterkejutannya, tiba-tiba saja Ethan menarik pergelangan tangannya. "Maksudnya apa?" tanya Joanna bingung. Dia berusaha menarik tangannya, tapi nyatanya tenaga Joanna tidak cukup kuat. "Mulai hari ini aku yang mengantarmu," tegas Ethan tanpa menoleh ke belakang. "Nggak mau," tolak Joanna. "Lepaskan aku, Ethan!" Lelaki itu baru melepaskan Joanna saat mereka sudah ada di dekat mobil. Rizal langsung mendorong tubuh Joanna masuk ke dalam mobil dan dia menyusul masuk, tidak membiarkan Joanna keluar lagi. "Apa-apaan ini? Koperku?" tanyanya panik. Bibi sudah membawa kopernya turun terlebih dahulu, dia takut kopernya tertinggal di dalam rumah. "Sudah ada di bagasi," jawab Ethan. "Jalan, Pak!" Joanna semakin panik saat mobil itu berjalan. "Pak hentikan
"Lepas! Lepaskan aku!" Teriakan seorang wanita bergaun hitam di dalam kamar hotel VVIP itu menggema dalam seluruh ruangan. Namun sayang, ruangan yang kedap suara beserta dekapan pria tampan di atasnya seolah tak memberikan kesempatan bagi siapapun untuk menolongnya. "Diam! Diam, Sayang!" Dengan tangan kekarnya, lelaki itu mengangkat tubuh Joanna. Lelaki itu tidak peduli saat wanita itu terus meronta di dalam gendongannya. Bagaimana bisa dirinya berada di situasi seperti ini!? Wanita itu hanyalah berniat untuk mengambil barang kliennya yang tertinggal di dalam kamar, namun tiba-tiba seorang pria bertubuh kekar menarik tangannya, dan menjatuhkannya ke atas ranjang! "Brengsek! Apa yang kamu lakukan padaku?" Joanna memukul dada lelaki itu dengan histeris. Cahaya sekitar yang remang-remang membuat Joanna tak bisa melihat jelas wajah lelaki itu. "Aarrgghhh!" pekik Joanna setelah tubuhnya dilempar di atas tempat tidur. DEG! Joanna terdiam ketika dia melihat paras lelaki bersetelan jas
“Jadi, dia punya kerja sampingan?” Ethan bersiul pelan setelah mengetahui fakta yang mengejutkan, ternyata wanita yang tidur dengannya adalah pramugarinya sendiri. “Mohon maaf, Pak Ethan. Sepertinya semalam ada kesalahan.” Seketika Ethan mendongak. “Maksud kamu apa?” “Joanna bukan wanita pesanan saya, Pak.” Ethan tertegun seketika. “Kamu yakin?” Sekretaris itu mengangguk dengan mantap. “Benar, Pak.” “Bagaimana bisa dia datang ke kamarku? Apa dia sengaja melakukannya?” Ethan semakin penasaran. “Akan saya cari tahu, Pak.” Ethan tidak peduli dengan semua itu, yang jelas dia sudah tertarik dengan Joanna. Sekali lagi Ethan menatap biodata Joanna yang ada di atas mejanya. Lelaki itu menyeraingai saat menyadari Joanna adalah orang yang pernah menggores hatinya di masa lalu dan sepertinya wanita itu masih belum menyadari siapa dirinya di masa lalu. Dia tidak menyangka selama ini wanita itu berada di dekatnya, dunia sempit sekali. “Mari kita lihat, Joanna. Apa kamu masih sama sombongn
"Mr. Ferdian?" Joanna tersenyum manis setelah menyapa seorang lelaki yang duduk sendiri. Joanna yakin tidak salah orang, wajah lelaki itu sama persis seperti foto yang sempat dia terima. "Maaf membuat anda menunggu lama." Joanna meletakkan tas di atas meja lantas duduk di depan lelaki itu. Lumayan saat dia sedang transit ada panggilan mendadak. Dari pada berdiam diri di kamar hotel, dia memilih melakukan kerja sampingan. Kepulan asap dari bibir lelaki itu membuat Joanna meremas ujung gaun yang dia gunakan. Dia benci sekali dengan asap rokok. Namun, demi pekerjaannya dia berusaha menahan diri. "Jadi, apa yang harus saya lakukan, Mr. Ferdian?" Joanna berusaha mengabaikan kepulan asap yang kian menjadi. "Tidak ada," jawab lelaki itu singkat. Joanna mengernyit mendengar jawaban itu. "Maksudnya? Apa anda marah karena saya datang terlambat?" Lelaki itu melempar puntung rokok di asbak lantas beranjak dari tempat duduknya. “Ikut saya!” “Eh, mau ke mana?” tanya Joanna bingung. Pertanya
Joanna mencengkeram erat ponselnya, raut wajahnya perlahan mulai memerah menahan amarah. Dia yakin sekali lagi-lagi pelanggannya membatalkan karena adanya campur tangan Ethan. Ini bukan kali pertama dia mengalaminya. Pandangan mata wanita itu berpindah menatap sekeliling ruang tunggu crew. Semua orang terlihat sibuk persiapan penerbangan, tapi saat ini Joanna tidak bisa fokus. Wanita itu langsung beranjak dari tempat duduknya, berjalan meninggalkan ruang crew. “Joanna, kamu mau ke mana?” Rosa menghadang langkah kaki Joanna. “Aku ada urusan sebentar,” jawabnya. “Jangan menghalangiku, Rosa!” “Eh, tapi sebentar lagi kita ada briefing. Tahu sendiri kalau Captain Edo tidak suka ada yang datang ter—” Rosa terdiam saat Joanna melewatinya begitu saja, temannya yang satu itu selalu tidak bisa dibilangi. Rosa mengendikkan bahu, tidak ingin ambil pusing, yang terpenting dia sudah mengingatkan. “Kalau ada masalah biar ditanggung sendiri!” Joanna berjalan cepat menuju ke ruang presdir maskapai
Joanna membeku di tempat setelah dia membuka lemari penyimpanannya. Tiba-tiba saja dia menemukan setangkai bunga mawar dan cokelat. “Sebenarnya siapa yang meletakkan di sini?” gerutu Joanna. Wanita itu mengeluarkan kedua benda itu dari lemari penyimpanan. Joanna mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling, mencoba mencari seseorang yang mencurigakan. Namun, semua terlihat normal. “Jean, apa kamu tahu siapa yang meletakkan ini di lemari penyimpananku?” tanya Joanna pada salah seorang pramugari. Jean menggeleng. “Aku tidak tahu. Bukannya lemarimu dikunci? Bagaimana bisa memasukkan itu ke dalam?” Joanna mengendikkan bahu. “Aku tidak tahu. Ini sudah kesekian kalinya dan itu sangat mengganggu,” keluhnya. “Di sini khusus ruangan pramugari, tidak mungkin ada lelaki yang masuk, Joanna. Mungkinkah dari pengagum rahasiamu? Bukankah belakangan ini ada yang mengirim bunga? Bagaimana kalau kamu ke ruang keamanan untuk cek CCTV?” Joanna menghela napas pelan, dia tidak bisa bekerja dengan tena
Joanna mendekati Ethan setelah dia sadar dari keterkejutannya. Kini jarak mereka sangat dekat, wanita itu menatap mata Ethan dengan berani. "Menikah?" tanya Joanna dengan suara tenang. "Will you marry me?" Ethan sengaja mengulanginya agar Joanna semakin percaya dengannya. "In your dream, Mr. Ethan," balas Joanna sambil menyeringai. Ethan salah jika dia bisa takluk semudah itu. Dia adalah Joanna, wanita yang sudah berkomitmen tidak ingin menikah dan jatuh cinta. Joanna mundur dua langkah, melipat kedua tangannya di depan dada. "Silahkan pergi dari apartemenku, Pak Ethan!" Ethan menatap Joanna tak percaya, bisa-bisanya wanita itu menolak lamarannya tanpa pikir panjang padahal di luar sana banyak wanita yang mengantri berada di posisi Joanna. "Kamu menolakku, Joanna?" tanya lelaki itu ingin memastikan lagi. Sampai saat ini dia masih belum bisa terima, Joanna menolaknya dengan begitu mudah. Tanpa ragu, Joanna mengangguk. "Ya, dengan penuh kesadaran aku menolak lamaran, Pak Ethan. Je
Sepanjang malam, Joanna gelisah, nyaris terjaga semalaman. Pukul empat dini hari, wanita itu bangun dari tempat tidur, bergegas menyambar ponsel dan kunci mobilnya. "Semoga ibu baik-baik saja," gumam wanita itu. Joanna meninggalkan basemen apartemen lantas menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Jarak tempuh yang biasanya menghabiskan satu setengah jam, kali ini bisa dia jangkau dengan waktu empat puluh lima menit. Wanita itu segera turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semakin melangkah menyusuri lorong ruang rawat inap, tangan Joanna semakin keringat dingin. Dadanya terasa sesak sekali menahan air matanya."Mbak Joanna."Suara Via membuat Joanna menoleh ke belakang. Tubuhnya terdorong beberapa langkah ketika adiknya memeluknya secara tiba-tiba. "Aku takut, Mbak," ujar Via lirih. Joanna memeluk adiknya dengan erat, mengusap punggungnya beberapa kali untuk menenangkan adiknya yang tengah terisak. "Ibu pasti baik-baik saja," bisik Joanna. "Kamu tahu ibu