Emily tiba di kediamannya, wanita itu langsung masuk ke dalam kamar dan duduk di karpet tebal menelungkupkan wajahnya di kedua lututnya.
Hatinya hancur, sangat hancur. Serasa dirinya yang sedang terbang tinggi ke angkasa dan di hempaskan dengan keras di dasar tanah.
Wanita cantik itu mengambil ponselnya, melihat foto dirinya dan Arion yang sempat Arion ambil saat mereka berdua berada di tempat tidur usai bercinta. Pria itu mengecup keningnya dengan penuh cinta. Membisikkan kata cinta yang terdengar begitu indah di telinga Emily.
“Kau begitu bodoh! Bodoh! Bodoh!” Emily mengutuk dirinya, kemudian mencari tombol delete, namun tangannya tidak dapat bergerak.
Moment yang ia lewati bersama Arion terlalu indah, dan juga menyakitkan di saat bersamaan. Sebodoh itulah dia.
Bahkan dirinya masih dapat mengingat dan merasakan dengan jelas setiap sentuhan yang diberikan Arion di seluruh tubuhnya. Dan hal itu membuat dirinya merasa hancur.
<Eleanor terdiam dan menatap sendu sahabatnya itu. “Iyah baiklah. Kita masuk ke dalam dulu, ok?” Kemudian dia memapah dan membantu Emily untuk membuka pakaian basahnya. Eleanor dengan dabar memakaikan handuk kimono untuk Emily. “Em, ada apa?” tanya Eleanor lembut begitu dia sudah merebahkan tubuh Emily di kasur dan menutupi wanita cantik itu dengan selimut tebal. Eleanor ikut duduk di tepi kasur sambil memegang tangan Emily, “Hey, ada apa?” “Bukannya hari ini kamu harus memberikanku kabar bahagia?” lanjut Eleanor. Dan hal itu berhasil membuat Emily kembali meneteskan air matanya tanpa suara. Eleanor menghela napas dalam, “Oh my! Bicara padaku, Em…” serunya dengan tidak sabaran. Dia tidak tahan melihat Emily yang seperti ini. “Kalau kamu masih diam, aku akan keluar sekarang juga dan memberitahukan keadaanmu kepada Aunty Della dan Uncle Ethan!” ancam Eleanor yang tentu saja tidak mungkin ia lakukan. Ia hanya ingin Emely bercerita kepadanya. “Lea, please…” gumam Eleanor pelan sambil
Arion yang sedang menyetir langsung menginjak padel rem secara mendadak. Ckiiitttt…. Brak! Di susul suara klakson yang berentetan berbunyi di luar sana. Sedangkan Arion sendiri keningnya sempat terbentur dengan stir mobilnya, membuat pria itu meringis pelan. Pria itu mengabaikan semua klakson dari kendaraan yang berada di belakang sana. Dia terkejut, terpukul dengan apa yang dikatakan Emily. Hingga terdengar suara ketukan di kaca mobilnya, karena Arion tidak kunjung bergerak. Pria itu menimbulkan kemacetan dan mengganggu lalu lintas. Bugh! Arion merasa sangat kesal sampai memukul setir mobilnya, tapi dirinya tidak bisa marah kepada Emily. Apalagi sampai membentak wanita itu. Meskipun sejak dulu ia dingin dan menjaga jarak dengan Emily, tidak pernah sekalipun ia bersuara besar atau memaki kepada wanita yang ia cintai itu. Pria berhazel biru itu menarik napas dalam, saat Emily memanggil namanya di sana. “Baiklah,” jawabnya singkat. Dan memutuskan sambungan teleponnya, melepaskan ea
Bip bip bipArion membuka ponselnya dan membaca pesan singkat yang masuk.‘Tuan, Nona Emily dan Nona Eleanor menuju bandara.’Arion menghela napasnya dan membalas pesan tersebut, ‘Ikuti!’‘Siap Tuan.’Seperti yang ia duga, Emily pasti pergi bersama Eleanor, “Hah! Setidaknya dia tidak sendiri,” gumamnya lirih sambil memijit keningnya.Kepalanya terasa begitu sakit. Pria itu melihat ke arah tempat tidurnya, semuanya sudah terganti dengan sprei yang bersih, bekas darah di sprei yang tadi pagi ia lihat membuat dadanya semakin sesak.“Fuck!”“I miss you so bad—aku sangat merindukanmu, Em!”Arion menyandarkan punggungnya dan kembali meneguk wiski yang ia pegang. Dia butuh minuman ini untuk membuatnya tidur.Di kepalanya saat ini hanya terisi oleh bayangan Emily. Dimana wanita yang ia cintai itu menatapnya dengan penuh cinta saat semalam bersamaanya, namun tatapan itu berubah saat tadi pagi mereka bertemu.Dengan berat, Arion berdiri dan melangkahkan kakinya menuju tempat tidur. Tempat diman
Keesokan paginya, Arion yang sudah selesai mandi segera berpakaian. Begitu tiba di wardrobenya, ia kebingungan untuk menyiapkan pakaiannya sendiri.Sudah beberapa tahun ini, Emily lah yang selalu mengurus pakaiannya. Baik pakaian kerja maupun pakaian hariannya. Emily akan mengatur beberapa pakaian yang siap ia pakai.“Hah!”Dengan langkah malas ia membuka pintu lemari satu persatu mencari keberadaan pakaian santai. Tepat di lemari keliam baru ia melihat pakaian yang bisa ia pakai.Pria tampan itu memilih sweater berwarna putih dan celana denim. Pagi ini ia sudah janjian dengan Reynard dan Felix untuk bertemu di ‘basecamp’ mereka untuk membahas masalah ini.“Lumayan!” gumam pria itu melihat dirinya di depan cermin, tak lupa memakai jam tangannya.Dengan langkah ringan ia keluar dari paviliun miliknya, perasaannya sedikit tenang setelah melihat foto yang dikirim orang suruhannya yaitu foto Emil
Di bawah cahaya matahari pagi yang lembut, kota Paris terbuka dengan pesonanya yang khas. Emily dan Eleanor, memulai petualangan mereka dengan penuh senyum ceria. Mereka berjalan menyusuri jalan-jalan yang dipenuhi dengan arsitektur megah dan nuansa romantis—ciri khas kota Paris.Emily merasa terhanyut dalam pesona kota Paris yang megah. Bangunan-bangunan bergaya klasik dengan jendela-jendela besar dan balkon-balkon indah mengelilingi mereka. Cobblestone yang halus di bawah kakinya memberikan sentuhan elegan pada langkah-langkah mereka. Keduanya tersenyum saat mereka berjalan, merasa seperti tokoh dalam sebuah kisah romantis yang mereka ciptakan sendiri.Ketika mereka berbelok ke jalan yang lebih ramai, toko-toko mewah dan butik-butik kecil memikat perhatian mereka. Eleanor meraih tangan Emily dengan semangat. "Mari kita lihat-lihat toko-toko ini! Siapa tahu kita menemukan sesuatu yang keren! Lagi pula kamu mau cari barang tit
Bahkan Raul mendengarkan dengan penuh perhatian saat Emily dan Eleanor berbicara tentang jalan-jalan mereka tadi pagi di menara Eiffel serta rencana mereka dua hari kedepannya selama berada di kota Paris.Eleanor yang memang lebih mudah akrab dengan orang asing membuat suasana jadi lebih cepat mencair sehingga tidak ada lagi rasa canggung diantara mereka bertiga.“Anda berlebihan Pak Raul!” seru Emily saat Raul memujinya secara terang-terangan mengenai kinerjanya selama ini.“Yeah, memang benar ‘kan? Bagaimana Eleanor? Aku rasa kamu juga sependapat denganku jika Emily adalah wanita yang hebat dalam pekerjaannya?”Eleanor tersenyum, “Tentu saja! Bahkan aku ingin sekali merekrutnya!” sahut Eleanor membenarkan.Suara tawa kembali terdengar sampai sampai pelayan datang untuk mengambil pesanan makanan mereka, Raul dengan senang memberikan rekomendasi."Kalian harus mencoba hidangan khas dari
Emily berdiri di depan cermin besar, memandang gaun yang dipegangnya dengan ragu. Gaun berwarna merah dengan aksen mutiara sebagai tali, begitu cantik dan tentu saja seksi. Emily merasa ragu untuk mencobanya karena belahan atas gaun tersebut sangat lebar yang bisa saja mengekspos payudaranya yang cukup berisi.“Cobalah Em, ini terlihat sangat indah.” Celutuk Eleanor yang sudah memakai gaunnya yang berwarna hitam.Emily mengangguk pelan, “Ok!” wanita cantik itu segera melepaskan kimono yang ia pakai dan memutuskan untuk mencoba gaun tersebut.Begitu dia mengenakan gaun itu, dia merasa terkejut karena gaun tersebut begitu pas di tubuhnya. Warnanya yang terang dan potongannya yang elegan membuatnya terlihat begitu cantik dan seksi."Wow, Emily, kamu terlihat luar biasa dan seksi dengan gaun itu!" seru Eleanor dengan senyuman. "Raul sepertinya tahu bagaimana memilihkan gaun yang s
Raul dan Emily merasa terkejut oleh tindakan tiba-tiba Arion. Emily terbungkuk dalam pelukan Arion, perasaan bingung dan kaget memenuhi dirinya, tidak tahu bagaimana seharusnya dia bereaksi dalam situasi ini. Kedatangan Arion saja sudah membuatnya terkejut, terlebih sekarang ia mendengar dengan jelas apa yang di katakan pria itu di tengah keramaian.Eleanor yang melihat itu dari lantai atas segera berlari kecil dan turun ke bawah melihat kejadian tersebut, “Arion?” gumamnya yang juga tidak percaya jika si Arion yang paling bebal nekat datang ke kota Paris dan berdiri di sini, di tengah kerumunan orang-orang.Sementara itu, Raul dengan cepat mengambil alih ekspresinya, merubah senyumnya menjadi lebih ramah. "Ah, ternyata kamu datang, Arion!" katanya dengan nada yang netral.Namun, Emily tetap terdiam, memandang Arion dengan perasaan campur aduk. Dia merasa seperti terjebak dalam konfrontasi tiba-tiba ini dan t