Beberapa hari kemudian, Arion bersama Felix, Reynard, dan Erik berada di dalam ruang kontrol mereka. Arion tidak pernah melepaskan penjagaan terhadap Emily, ia selalu membawa istrinya ke kantor serta menambah pengawal di sekitar area kantor. Felix dan Reynard menunda honeymoon mereka setelah mendengar tentang sosok Rafael yang tiba-tiba muncul di pesta malam itu.Di saat Emily tengah beristirahat di ruang kerjanya, Arion menatap serius kepada kedua sahabatnya dan asistennya. Berlembar-lembar kertas dan foto berserakan di atas meja, hasil penyelidikan Erik, Felix, dan Reynard tentang Rafael Manfredo."Kenapa informasi pria ini sangat sedikit? Selama ini di mana dia hidup?" Arion bertanya dengan raut wajah mencekam.Reynard mengernyitkan kening, melihat sekilas tumpukan berkas di depannya. "Aku juga sudah mencari informasi pada teman-teman dari universitas, tidak ada dari mereka yang mengetahui jika Raul memiliki saudara. Mereka hanya tahu Raul adalah anak tunggal," imbuhnya."Dan lebih
Hari demi hari berlalu, Arion, Felix, dan Reynard yang terus mengawasi pergerakan Rafael tidak mendapat kemajuan apapun.Hari ini Arion mengantar Emily pergi untuk terapi dan melakukan USG, di mana kehamilannya sudah memasuki usia 14 minggu atau 3 bulan. Arion merasa semakin gelisah setiap kali melihat wajah istrinya yang pucat dan cemas.Di pusat terapi, ruangan tersebut berwarna pastel dengan aroma lavender yang menenangkan. Emily berbaring di atas matras, sementara Arion duduk di sebelahnya. Dokter terapi, seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah bernama Dr. Miranda, memulai sesi dengan lembut."Baiklah, hari ini kita akan fokus pada teknik pernapasan dan relaksasi," ujar Dr. Miranda, menunjukkan gerakan tangan yang anggun.Arion memegang tangan Emily, "Kita lakukan ini bersama, hmm?" bisiknya penuh kasih.Emily mengangguk, meski matanya berkaca-kaca. Dia merasa perasaan trauma kembali menghantui setiap kali dia mengingat kemunculan Rafael yang tiba-tiba.Saat Dr. Miranda memul
Disaat Emily melakukan pemeriksaan, Arion menghubungi kedua orang tuanya Austin dan Bella, serta kedua mertuanya Ethan dan Della untuk memberitahukan kabar Emily yang harus di beri tindakan jika ada sesuatu yang membahayakan nyawa Emily dan bayi di dalam kandungan Emily di nyatakan tidak bernyawa lagi.Arion menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan emosinya agar tidak terdengar bergetar saat menghubungi orang tua di seberang telepon. Jemarinya gemetar saat menekan tombol panggilan, hatinya tak henti berdoa agar semua akan baik-baik saja."Halo, Daddy?" sapa Arion dengan suara parau."Arion? Ada apa, son? Kau terdengar tidak baik," tanya Austin, dengan nada khawatir. Arion pun dapat mendengar suara sang Mommy di seberang telpon yang ikut menanyakan dirinya, “Ada apa dengan Arion?”Arion menelan ludah, dan menarik napas dalam-dalam, berusaha mencari kekuatan untuk melanjutkan, "Daddy, Mommy, Emily...," air mata mulai mengalir di pipinya. Suaranya tercekat sulit untuk memberitahu kaba
Rafael yang menempatkan seorang mata-mata di sekitar Arion segera mengetahui kabar tentang Emily yang keguguran. Ia tertawa bahagia dan mengatakan kepada Dante untuk segera menjalankan perintahnya di saat Arion dan para rekan-rekannya lengah, ini adalah momen yang ia tunggu-tunggu.Naina, yang semenjak datang dan berada di sisi Rafael, menjadi wanita pendampingnya tanpa menggunakan pakaian perawat lagi, melainkan Rafael meminta Naina berpakaian yang seksi. "Dante, kamu bereskan segera," titah Rafael kepada Dante, begitu Dante keluar, Rafael menarik Naina agar naik ke atas pangkuannya. "Sekarang tugasmu, Nai," senyum smirk Rafael.Flashback: Beberapa Hari SebelumnyaNaina yang dihubungi oleh Rafael segera terbang mengikuti arahan dari Rafael. Meskipun Fabio bertanya kepada Naina perihal Rafael, Naina hanya menjelaskan seadanya sesuai instruksi Rafael, karena dia pun tidak tahu bagaimana hasil operasi yang Rafael jalani.Begitu ia tiba di apartemen milik Rafael, betapa terkejutnya ia me
Reynard dan Felix saling melihat, "Jadi bagaimana?" tanya Felix kepada Reynard.Reynard menggigit bibirnya, matanya penuh keraguan saat ia melirik Felix. "Aku tahu kita harus segera bertindak, tapi meninggalkan rumah sakit sekarang..."Felix menatap Reynard dengan tegas, "Aku tahu, tapi dengan apa yang dikatakan Erik saat ini, kita harus bergerak sekarang."Cecilia dan Eleanor yang melihat kegelisahan suami mereka pun menghampiri dan menanyakan kepada Reynard dan Felix. Cecilia meletakkan tangan di bahu Felix, "Apa yang terjadi, sayang? Kenapa kalian tampak begitu tegang?"Eleanor menatap Reynard dengan cemas, "Apa ada yang bisa kita bantu? Kenapa kamu begitu gelisah?"Reynard mengambil napas dalam-dalam, merasakan tangan Eleanor yang hangat di lengannya, ia merangkul pinggang sang istri dengan mesra, “Ada kekacauan di kantor, dan kami harus bergegas mengurusnya, jika tidak ini akan berdampak pada banyak orang.”Eleanor mengusap lengan Reynard dengan lembut, memberikan dukungan kepada
Rafael tersenyum puas dan mengangkat tubuh Naina, membuat Naina berada di dalam gendongannya. Ia menarik rambut Naina, membuat Naina mendongak. "Buka mulutmu, Nai. Aku akan menghilangkan rasa hausmu!"Rafael lalu melumat bibir Naina dan memindahkan salivanya ke dalam mulut Naina, "Telan!"Naina merasakan tangan kuat Rafael menahan punggungnya, memaksanya lebih dekat, membuat Naina tak dapat mengelak dan menelan saliva Rafael, jantungnya berdebar keras, matanya menatap Rafael. Nafas Naina tercekat saat Rafael menghisap bibirnya lebih dalam, cengkeramannya pada rambut semakin kuat. Rasa panas menjalari tubuhnya, membuatnya tak berdaya.Tangan Naina meremas bahu Rafael, mencoba mencari pegangan saat sensasi asing menguasai dirinya. Ia merasa tersedot dalam arus yang tak dapat ia kendalikan. Naina mendesah kuat di saat Rafael kembali membuat ia dalam posisi yang begitu liar, “Oh shit! Ini terlalu kuat!” gumamnya dalam hati. Sensasi panas itu membuat matanya berkaca-kaca, campuran perasaan
Naina mengangguk, “Iya Tuan,” Naina meraih tangan Rafael lalu mengarahkan tangan pria itu ke inti tubuhnya, “Ini yang perih Tuan,” ucapnya sambil meringis.Mencoba mengalihkan perhatian Rafael. Dan bersyukur, apa yang Naina lakukan saat ini berhasil. Rafael segera masuk ke dalam kamar mandi dan menarik tangannya, tanpa diduga Rafael memegang pinggulnya dan menaikkannya duduk di atas westafel. Naina terkejut, apalagi saat Rafael memintanya untuk menaikkan kedua kakinya ke atas.Rafael memandangi tubuh Naina dengan intensitas yang semakin memanas.Membuat wanita seksi yang kini penuh tubuhnya penuh busa itu berdebar, berharap ia tidak ketahuan, tapi kecemasannya segera menghilang saat tangan Rafael meraba kulitnya yang lembut, memicu getaran kecil di sekujur tubuhnya.Tanpa basa-basi, Rafael memegang pinggul Naina lebih erat, menaikkannya lebih tinggi di atas westafel, membuat Naina duduk lebih tegap. Naina menahan napas saat Rafael mendekatkan wajahnya ke area yang perih itu."Ini saki
Di dalam kamar VVIP yang sangat nyaman, di khususkan untuk keluarga inti Harold, terlihat Emily masih tertidur di atas tempat tidur yang empuk dengan uap humidifier di sisi kanannya. Jarum infus masih tertancap di punggung tangannya. Di sisi Emily terlihat sang mommy, Bella, dan ibunya, Della, yang senantiasa mengusap lengan Emily dengan lembut.Bella memandang wajah Emily dengan penuh kasih sayang, mencoba memberikan kekuatan melalui sentuhan lembut di lengan putri menantunya. “Kamu pasti bisa melewati ini, sayang,” bisiknya.Bella mengusap lengan Emily dengan gerakan lambat, penuh kasih. Wajahnya tampak lelah namun enggan untuk mengalihkan pandangannya dari sang menantu kesayangannya itu.Della sendiri terus memegang tangan Bella, ia benar-benar sakit melihat kondisi Emily yang tak lepas dari cobaan yang menyakitkan.Di sudut lain ruangan, Eleanor dan Cecilia saling bertukar pandang penuh keprihatinan. Mereka mencoba tersenyum untuk menguatkan satu sama lain, saling mengirim kabar k