Reynard dan Felix saling melihat, "Jadi bagaimana?" tanya Felix kepada Reynard.Reynard menggigit bibirnya, matanya penuh keraguan saat ia melirik Felix. "Aku tahu kita harus segera bertindak, tapi meninggalkan rumah sakit sekarang..."Felix menatap Reynard dengan tegas, "Aku tahu, tapi dengan apa yang dikatakan Erik saat ini, kita harus bergerak sekarang."Cecilia dan Eleanor yang melihat kegelisahan suami mereka pun menghampiri dan menanyakan kepada Reynard dan Felix. Cecilia meletakkan tangan di bahu Felix, "Apa yang terjadi, sayang? Kenapa kalian tampak begitu tegang?"Eleanor menatap Reynard dengan cemas, "Apa ada yang bisa kita bantu? Kenapa kamu begitu gelisah?"Reynard mengambil napas dalam-dalam, merasakan tangan Eleanor yang hangat di lengannya, ia merangkul pinggang sang istri dengan mesra, “Ada kekacauan di kantor, dan kami harus bergegas mengurusnya, jika tidak ini akan berdampak pada banyak orang.”Eleanor mengusap lengan Reynard dengan lembut, memberikan dukungan kepada
Rafael tersenyum puas dan mengangkat tubuh Naina, membuat Naina berada di dalam gendongannya. Ia menarik rambut Naina, membuat Naina mendongak. "Buka mulutmu, Nai. Aku akan menghilangkan rasa hausmu!"Rafael lalu melumat bibir Naina dan memindahkan salivanya ke dalam mulut Naina, "Telan!"Naina merasakan tangan kuat Rafael menahan punggungnya, memaksanya lebih dekat, membuat Naina tak dapat mengelak dan menelan saliva Rafael, jantungnya berdebar keras, matanya menatap Rafael. Nafas Naina tercekat saat Rafael menghisap bibirnya lebih dalam, cengkeramannya pada rambut semakin kuat. Rasa panas menjalari tubuhnya, membuatnya tak berdaya.Tangan Naina meremas bahu Rafael, mencoba mencari pegangan saat sensasi asing menguasai dirinya. Ia merasa tersedot dalam arus yang tak dapat ia kendalikan. Naina mendesah kuat di saat Rafael kembali membuat ia dalam posisi yang begitu liar, “Oh shit! Ini terlalu kuat!” gumamnya dalam hati. Sensasi panas itu membuat matanya berkaca-kaca, campuran perasaan
Naina mengangguk, “Iya Tuan,” Naina meraih tangan Rafael lalu mengarahkan tangan pria itu ke inti tubuhnya, “Ini yang perih Tuan,” ucapnya sambil meringis.Mencoba mengalihkan perhatian Rafael. Dan bersyukur, apa yang Naina lakukan saat ini berhasil. Rafael segera masuk ke dalam kamar mandi dan menarik tangannya, tanpa diduga Rafael memegang pinggulnya dan menaikkannya duduk di atas westafel. Naina terkejut, apalagi saat Rafael memintanya untuk menaikkan kedua kakinya ke atas.Rafael memandangi tubuh Naina dengan intensitas yang semakin memanas.Membuat wanita seksi yang kini penuh tubuhnya penuh busa itu berdebar, berharap ia tidak ketahuan, tapi kecemasannya segera menghilang saat tangan Rafael meraba kulitnya yang lembut, memicu getaran kecil di sekujur tubuhnya.Tanpa basa-basi, Rafael memegang pinggul Naina lebih erat, menaikkannya lebih tinggi di atas westafel, membuat Naina duduk lebih tegap. Naina menahan napas saat Rafael mendekatkan wajahnya ke area yang perih itu."Ini saki
Di dalam kamar VVIP yang sangat nyaman, di khususkan untuk keluarga inti Harold, terlihat Emily masih tertidur di atas tempat tidur yang empuk dengan uap humidifier di sisi kanannya. Jarum infus masih tertancap di punggung tangannya. Di sisi Emily terlihat sang mommy, Bella, dan ibunya, Della, yang senantiasa mengusap lengan Emily dengan lembut.Bella memandang wajah Emily dengan penuh kasih sayang, mencoba memberikan kekuatan melalui sentuhan lembut di lengan putri menantunya. “Kamu pasti bisa melewati ini, sayang,” bisiknya.Bella mengusap lengan Emily dengan gerakan lambat, penuh kasih. Wajahnya tampak lelah namun enggan untuk mengalihkan pandangannya dari sang menantu kesayangannya itu.Della sendiri terus memegang tangan Bella, ia benar-benar sakit melihat kondisi Emily yang tak lepas dari cobaan yang menyakitkan.Di sudut lain ruangan, Eleanor dan Cecilia saling bertukar pandang penuh keprihatinan. Mereka mencoba tersenyum untuk menguatkan satu sama lain, saling mengirim kabar k
Atas izin dari Dokter, Emily dapat pulang ke mansion dengan menggunakan helikopter yang berada di atas bangunan Rumah Sakit pribadi Harold Grup ini. Hanya Arion dan Emily, bersama seorang suster yang mendampingi di atas helikopter.Helikopter pribadi milik Harold Grup sudah siap di atas bangunan rumah sakit. Arion membantu Emily naik dengan hati-hati, memastikan sang istri nyaman. Seorang suster ikut serta, memastikan semua kebutuhan medis Emily terpenuhi.Selama perjalanan, Emily menyandarkan kepalanya di bahu Arion, memandangi kotak di pangkuan suaminya. Matanya terlihat lelah namun penuh cinta saat menatap kotak tersebut. Arion mencium puncak kepala Emily dengan lembut, mencoba memberikan kekuatan melalui kehangatan tubuhnya."Terima kasih sudah ada di sini, sayang," bisik Emily, suaranya lemah.Arion menggenggam erat tangan Emily, mengusap lembut lengannya, “Terimakasih sudah menjadi wanita yang hebat, sayang.”Cahaya matahari pagi yang hangat menyinari mereka, menciptakan suasana
Seminggu pun berlalu, kondisi Emily jauh lebih membaik, luka operasinya pun sudah tidak sakit lagi. Selama seminggu ini, Arion bekerja di rumah dan ia baru tahu jika saham di perusahaan cabang sedang mengalami pergerakan yang tidak stabil sejak tiga hari lalu. Felix, Reynnard dan Erik sangat membantu pekerjaannya.“Sayang, kamu bisa ke kantor, aku sudah jauh lebih baik,” ucap Emily sembari membawa segelas kopi untuk suaminya.Arion yang melihat itu segera berdiri dan menghampiri Emily, “Kenapa kamu yang membuatnya sayang, kamu belum boleh banyak bergerak,” seru Arion panik yang segera mengambil cangkir dari tangan Emily.Emily tertawa kecil. "Aku baik-baik saja, Sayang. Aku hanya ingin sedikit bergerak, sendi-sendiku terasa kaku," jawabnya dengan senyum lembut.Arion membalas senyumnya, memeluk Emily dengan hangat. "Aku hanya khawatir padamu, sayang," bisiknya sambil mencium kening Emily.Mereka duduk bersama di sofa yang empuk di ruang kerja Arion. Arion menyesap kopi yang dibuat ist
Emily, Eleanor, dan Cecilia baru saja melangkah masuk ke dalam butik mewah yang dipenuhi lampu kristal berkilauan dan rak pakaian elegan.Suara bass yang berat tiba-tiba memanggil, “Nona Emily? Apa kabar? Sudah lama kita tidak saling menyapa.”Emily menoleh dan menatap tajam sosok pria di depannya, "Ya? Untuk apa saya menjawab anda Tuan Rafael?!" sahutnya tegas tanpa ada rasa takut di wajahnya.Cecilia dan Eleanor segera bergerak, menjaga Emily agar tidak diganggu oleh Rafael. Eleanor melangkah sedikit di depan Emily, menatap Rafael dengan penuh kewaspadaan. Rafael tersenyum smirk, seolah menikmati situasi ini."Kita harus segera pergi," bisik Cecilia, meraih lengan Emily."Lihat-lihat saja," jawab Rafael dengan sorot mata nakal, "Anda semakin cantik, Nona Emily."Emily menarik tangan Eleanor dan Cecilia, "Ayo kita pergi."Namun, langkah mereka terhenti saat Rafael langsung menghadang di depan mereka, “Kenapa kamu begitu terburu-buru?”Dalam hitungan detik, pengawal yang selama ini be
Naina duduk di apartemen Rafael yang mewah, dikelilingi oleh perabotan minimalis namun elegan. Ia segera meminta Beta untuk melumpuhkan CCTV di dalam ruangan tersebut. Dengan earphone terpasang, Naina berkomunikasi dengan Beta, "Kak Beta, pastikan semua kamera mati. Aku akan mulai sekarang."Beta mengkonfirmasi, "Semua aman, Naina. Silakan lanjutkan."Naina cepat-cepat menancapkan USB ke laptop Rafael yang terkunci dengan password. Dalam hitungan detik, Beta berhasil mengendalikan laptop dari jarak jauh. "Ok Kak, semua akses sudah terbuka!" serunya pelan, berusaha tidak menarik perhatian.Sambil Beta sibuk dengan laptop Rafael, Naina mulai melihat-lihat dokumen yang selalu dibawa oleh Dante. Semua file tersebut berisikan data-data Arion dan keluarganya. "Hah... Mr. B pasti akan sangat murka melihat ini!" gumamnya sambil memotret dokumen-dokumen tersebut dan mengirimkannya ke Alpha.Setelah memastikan tidak ada yang terlewatkan, Naina menemukan sebuah laci terkunci di meja kerja Rafael