Rafael masuk ke dalam ruangan dengan aroma yang begitu kuat dari obat-obatan dan antiseptik. Ruangan itu dipenuhi peralatan medis yang canggih, monitor-monitor yang berkilauan dengan data vital, dan cahaya putih terang yang memantul dari setiap permukaan logam. Di salah satu sudut, Profesor Graaf duduk, tersenyum puas melihat mahakaryanya melangkah masuk."Bagaimana setelah seks bersama tiga wanita sekaligus, Rafael? Apa kau merasa kelelahan?" tanya Profesor Graaf, matanya berbinar penuh antusias.Rafael menyeringai santai dan angkuh, melirik otot lengannya yang kekar. "Bukan masalah, prof," jawabnya dengan nada tenang namun penuh percaya diri.Profesor Graaf tertawa keras, suaranya menggema di ruangan itu. "Bagus, bagus sekali. Kau benar-benar luar biasa, Rafael."Profesor Graaf lalu memberi isyarat kepada asistennya untuk bersiap melakukan pemeriksaan. "Buka kembali seluruh pakaianmu dan masuk ke dalam tabung pemeriksaan," perintahnya dengan tegas.Rafael, tanpa ragu sedikit pun, me
Dua hari pun berlalu, kini di Hotel bintang lima milik Austin terlihat begitu ramai. Hotel tersebut berdiri megah di pusat kota dengan arsitektur yang menggabungkan gaya klasik dan modern. Lobi luasnya dihiasi dengan chandelier kristal yang menggantung elegan di langit-langit tinggi, sementara lantai marmer berkilau memantulkan cahaya, menciptakan suasana yang megah.Dinding-dindingnya dilapisi dengan panel kayu mahoni yang dipernis sempurna, dan ornamen-ornamen emas menambah kesan mewah. Karpet merah yang tebal membentang dari pintu masuk hingga ke setiap sudut lobi, memberikan kesan hangat dan mengundang.Para staf hotel bergerak dengan efisiensi tinggi, mengenakan seragam rapi berwarna hitam dan putih. Wedding organizer tampak sibuk mengatur dekorasi, bunga-bunga segar dalam warna pastel menghiasi setiap meja dan sudut ruangan, sementara kursi-kursi dengan hiasan pita emas ditempatkan rapi di sekitar panggung tempat resepsi akan berlangsung. Musik klasik lembut mengalun dari penger
Sehari sebelumnya, Rafael sudah diperbolehkan keluar dari laboratorium milik Profesor Graaf. Setelah semua pemeriksaan memberikan hasil sempurna. Rafael pun tanpa ragu meminta orang yang dapat ia percayai sebagai tangan kanannya. Di ruang kerja yang dipenuhi alat-alat ilmiah dan tumpukan dokumen, Rafael menatap tajam ke arah Profesor Graaf."Profesor, saya butuh seseorang yang bisa saya andalkan," Rafael berkata tegas, matanya memicing penuh harap.Profesor Graaf mengangguk perlahan, "Tentu, Rafael. Saya punya seseorang yang cocok. Namanya Dante, dia berasal dari Italia dan sudah terlatih dengan baik."Tak lama kemudian, seorang pria bertubuh tegap dengan rambut hitam pekat memasuki ruangan. Dia mengenakan setelan hitam yang rapi. Pria tersebut berdiri tegak, menatap Rafael dengan penuh hormat."Dante, ini Rafael. Mulai sekarang, kamu akan bekerja untuknya," Profesor Graaf memperkenalkan.Dante menundukkan kepala sedikit, matanya menatap Rafael dengan penuh keyakinan, "Saya siap dianda
Arion melirik ke arah foto yang diberikan oleh Rafael, melihat sekilas dan mengerutkan kening. "Maaf, saya harus membawa istri saya untuk beristirahat," katanya tegas. Arion merasakan Emily memegang tangannya dengan kuat, bahkan saat ini wajahnya pucat dan cemas.Tanpa menunggu jawaban Rafael, Arion berlalu membawa Emily menuju kamar hotel mereka, ia tidak peduli dengan sosok pria yang baru saja ia temui, meskipun saat ini dalam pikirannya penuh tanda tanya besar.Rafael mengamati dengan senyum smirk melihat punggung Arion yang membawa kabur istrinya dengan raut wajah gusar. “Ini baru permulaan!” gumamnya dalam hati. Ia lalu menganggukkan kepala kepada Dante, memberikan sinyal untuk tetap mengawasi situasi.Sesampainya di kamar presidential suite, Arion membuka pintu dan langsung memeluk erat tubuh Emily. "Sayang? Kamu baik-baik saja?" tanyanya khawatir.Emily tidak kunjung berbicara sepanjang perjalanan, wajahnya terlihat pucat dan pikirannya seperti teralih ke tempat lain. Arion sek
Beberapa hari kemudian, Arion bersama Felix, Reynard, dan Erik berada di dalam ruang kontrol mereka. Arion tidak pernah melepaskan penjagaan terhadap Emily, ia selalu membawa istrinya ke kantor serta menambah pengawal di sekitar area kantor. Felix dan Reynard menunda honeymoon mereka setelah mendengar tentang sosok Rafael yang tiba-tiba muncul di pesta malam itu.Di saat Emily tengah beristirahat di ruang kerjanya, Arion menatap serius kepada kedua sahabatnya dan asistennya. Berlembar-lembar kertas dan foto berserakan di atas meja, hasil penyelidikan Erik, Felix, dan Reynard tentang Rafael Manfredo."Kenapa informasi pria ini sangat sedikit? Selama ini di mana dia hidup?" Arion bertanya dengan raut wajah mencekam.Reynard mengernyitkan kening, melihat sekilas tumpukan berkas di depannya. "Aku juga sudah mencari informasi pada teman-teman dari universitas, tidak ada dari mereka yang mengetahui jika Raul memiliki saudara. Mereka hanya tahu Raul adalah anak tunggal," imbuhnya."Dan lebih
Hari demi hari berlalu, Arion, Felix, dan Reynard yang terus mengawasi pergerakan Rafael tidak mendapat kemajuan apapun.Hari ini Arion mengantar Emily pergi untuk terapi dan melakukan USG, di mana kehamilannya sudah memasuki usia 14 minggu atau 3 bulan. Arion merasa semakin gelisah setiap kali melihat wajah istrinya yang pucat dan cemas.Di pusat terapi, ruangan tersebut berwarna pastel dengan aroma lavender yang menenangkan. Emily berbaring di atas matras, sementara Arion duduk di sebelahnya. Dokter terapi, seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah bernama Dr. Miranda, memulai sesi dengan lembut."Baiklah, hari ini kita akan fokus pada teknik pernapasan dan relaksasi," ujar Dr. Miranda, menunjukkan gerakan tangan yang anggun.Arion memegang tangan Emily, "Kita lakukan ini bersama, hmm?" bisiknya penuh kasih.Emily mengangguk, meski matanya berkaca-kaca. Dia merasa perasaan trauma kembali menghantui setiap kali dia mengingat kemunculan Rafael yang tiba-tiba.Saat Dr. Miranda memul
Disaat Emily melakukan pemeriksaan, Arion menghubungi kedua orang tuanya Austin dan Bella, serta kedua mertuanya Ethan dan Della untuk memberitahukan kabar Emily yang harus di beri tindakan jika ada sesuatu yang membahayakan nyawa Emily dan bayi di dalam kandungan Emily di nyatakan tidak bernyawa lagi.Arion menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan emosinya agar tidak terdengar bergetar saat menghubungi orang tua di seberang telepon. Jemarinya gemetar saat menekan tombol panggilan, hatinya tak henti berdoa agar semua akan baik-baik saja."Halo, Daddy?" sapa Arion dengan suara parau."Arion? Ada apa, son? Kau terdengar tidak baik," tanya Austin, dengan nada khawatir. Arion pun dapat mendengar suara sang Mommy di seberang telpon yang ikut menanyakan dirinya, “Ada apa dengan Arion?”Arion menelan ludah, dan menarik napas dalam-dalam, berusaha mencari kekuatan untuk melanjutkan, "Daddy, Mommy, Emily...," air mata mulai mengalir di pipinya. Suaranya tercekat sulit untuk memberitahu kaba
Rafael yang menempatkan seorang mata-mata di sekitar Arion segera mengetahui kabar tentang Emily yang keguguran. Ia tertawa bahagia dan mengatakan kepada Dante untuk segera menjalankan perintahnya di saat Arion dan para rekan-rekannya lengah, ini adalah momen yang ia tunggu-tunggu.Naina, yang semenjak datang dan berada di sisi Rafael, menjadi wanita pendampingnya tanpa menggunakan pakaian perawat lagi, melainkan Rafael meminta Naina berpakaian yang seksi. "Dante, kamu bereskan segera," titah Rafael kepada Dante, begitu Dante keluar, Rafael menarik Naina agar naik ke atas pangkuannya. "Sekarang tugasmu, Nai," senyum smirk Rafael.Flashback: Beberapa Hari SebelumnyaNaina yang dihubungi oleh Rafael segera terbang mengikuti arahan dari Rafael. Meskipun Fabio bertanya kepada Naina perihal Rafael, Naina hanya menjelaskan seadanya sesuai instruksi Rafael, karena dia pun tidak tahu bagaimana hasil operasi yang Rafael jalani.Begitu ia tiba di apartemen milik Rafael, betapa terkejutnya ia me