Hampir menunggu satu jam lebih, akhirnya Marina berhasil bertemu dengan Amira di ruangannya setelah makan siang. Marina juga membawakan makanan kesukaannya sebagai tanda permintaan maaf. Entah mengapa sejak kedatangan Aletta ke rumah tadi pagi, rasanya ia ingin menemui calon menantunya itu.
Amira pun masuk ke dalam ruangan sambil terkekeh karena celetukan Keenandra. Namun begitu kakinya melangkah masuk, sosok yang tengah duduk manis di atas sofa membuatnya berhenti tertawa.Keduanya mematung di depan pintu masuk."Ada apa mama datang kemari?" tegur Keenandra yang mendapat delikan protes dari Amira."Mama ingin bicara dengan Amira sebagai calon menantu. Boleh kan?"Keenandra tak menjawab pertanyaan ibunya. Hanya saja, ia menjadi waspada dengan gerak-geriknya. Amira ikut duduk di sofa, Keenandra pun sama berada di sebelahnya. Duduk dengan satu tangan melingkar di perut Amira. Ibunya melirik sinis melihat cara posesif yang ditunjukan olLepas pukul tujuh malam, Keenandra dan Amira tiba di depan rumah yang selama ini ditempati Amira dan Citra. Mereka masih berada di dalam mobil tanpa ada niat untuk turun. Amira rupanya masih betah berada dekat dengan calon suaminya. Walau keheningan melanda tanpa ada percakapan sama sekali. "Aletta telah bertindak nekat. Aku jadi bingung, kenapa dia bisa berbuat seperti itu?" tiba-tiba suara Keenandra memecah keheningan. Amira menoleh membiarkan calon suaminya mengoceh tanpa henti. "Secinta itukah dia sama aku?" "Dia sama seperti kamu," ucap Amira. Kini giliran Keenandra yang menoleh dengan raut wajah bingung menatap wanita yang dicintainya itu. "Sama seperti kamu yang menggenggam karena masa lalu." "Maksud kamu?" "Dia pasti tak pernah bercerita tapi aku tahu semua kisah cintanya saat masih remaja." Amira menghela napasnya sejenak. "Dia, pernah ditinggalkan oleh seseorang yang ia anggap adalah cinta sejatinya. Entah apa alasannya hingga membua
Menghabiskan waktu bersama seseorang yang disayangi, sangatlah menyenangkan. Terlebih lagi, orang itu adalah orang yang pernah membawa kita kepada kebahagiaan setelah melewati berbagai kesedihan. Satu kenangan manis yang terukir, mampu membuat segalanya begitu indah. Amira dan Keenandra menghabiskan minggu terakhir mereka sebelum resmi menjadi sepasang suami istri. Tak ada tamu, tak ada telpon, tak ada orang yang akan mengganggu mereka hari ini. Pintu luar dikunci rapat. Hanya ada suara berisik televisi dan dapur. Amira sedang membuat kue kesukaan Keenandra hari ini. "Terlalu manis," ujar Amira mencicipi satu potong brownies yang ia buat tadi pagi. Keenandra mengunyahnya tanpa kata tapi satu jari tangannya menyukainya. "Enak kok. Enggak masalah walau terlalu manis." Keenandra menyukai manis, pantas saja ia bilang rasanya tak masalah. "Nonton film horror dong." Keenandra menggelengkan kepalanya. "Seru tahu, siang begini nonton horor." "Kamu lagi hamil. Kalau mau, nonton film dram
Jantung Amira berdebar kencang, rasanya seperti akan jatuh ke perut. Lima menit lagi acara dimulai dan dia masih terdiam di dalam ruangan menunggu prosesi ikrar selesai dibacakan. Citra ikut terlihat resah, ia dengan setia menemani Amira memegangi tangannya yang dingin dan basah. Amira sangat gugup.“Jangan takut, Mbak. Mas Keenan adalah yang terbaik,” hibur Citra dengan senyumannya yang manis. Amira tersenyum lega.“Keenan sudah selesai. Kamu bisa keluar.” Andrew berdiri di depan pintu menyambut adiknya yang masih duduk diam di atas ranjang. “Sangat gugup?” Amira mengangguk.Andrew menggandeng tangan sang adik dan membawanya keluar ruangan dengan langkah tegapnya. Semua undangan yang hadir menyambut bahagia pasangan Keenandra yang baru itu. Amira duduk di samping Keenandra yang kini resmi menjadi suaminya. Keduanya tersenyum saling bicara lewat mata dan sentuhan tangan. Citra hampir saja berteriak heboh melihat interaksi mereka berdua.Pesta pernikahan digelar cukup meriah. Ini adala
Pesta terus berlanjut hingga menjelang malam. Saat tamu undangan telah pulang sebagiannya, Aletta yang belum beranjak dari tempat duduk tiba-tiba saja berdiri dan melangkah ke panggung pelaminan. Sam dan Andrew juga Andrinov ikut berjaga-jaga. Mereka takut Aletta berbuat macam-macam di atas sana.Dan benar saja, Aletta berdiri dengan tangan berada di pinggang lalu berteriak cukup keras. Tamu undangan yang belum pulang menoleh ke arahnya.“Oh, ini yang kemarin sudah merebut suami orang? Selamat ya, atas pernikahannya. Pasti senang karena sudah berhasil menjadikan Keenan sebagai suami kamu.” mata Aletta tertuju pada Amira, bibirnya menyeringai. “Senang kan?”Andrinov dan Sam berlari ke atas panggung, memegang tangan Aletta dan membawanya turun tapi wanita itu memberontak dengan suara yang cukup keras. Ia tak mau dipaksa turun.“Lepas! Kalian sama saja dengan Amira yang telah merusak rumah tangga aku dan Keenan!” teriaknya
"Sudah diputuskan." Ardiwira menarik napas panjang sejenak lalu mengembuskannya perlahan. Ruangan keluarga itu dipenuhi aura menegangkan sejak satu jam yang lalu. Ada lebih dari lima anggota keluarga berkumpul dengan raut wajah sulit diartikan. Amira duduk tak jauh dari tempat Ardiwira berbicara saat ini. Tangannya mengepal di atas lututnya yang rapat dengan punggung sedikit membungkuk. Jantungnya berdetak kencang menunggu hasil perundingan keluarga besar Winata tadi malam. "Jangan mengulur waktu. Semua sudah penasaran," protes Sonia, istri Ardiwira yang sedang berdiri tegap di depan sana. "Baiklah. Sesuai dengan wasiat dari mendiang tuan El Pasha, beliau menuliskan surat berharga yang menyatakan bahwa cucu pertama keluarga Winata harus menikah dengan cucu pertama keluarga El Pasha. Oleh sebab itu, maka rencana pernikahan Keenandra dan Amira resmi dibatalkan." Jantung Amira serasa turun dari tempatnya. Kenyataan pahit harus diterimanya saat jati dirinya terkuak di depan publik ji
Kain halus berbalut manik berkilauan bagai kristal itu terpasang apik di tubuh Aletta, adik Amira yang akan menikah dengan salah satu pria terbaik di kota ini. Pria yang telah lama menjadi kekasih Amira dan kini harus tersematkan namanya di atas kertas bersanding dengan Aletta. Pria itu bernama Keenandra. Pria yang telah menemani Amira selama tujuh tahun terakhir. Ia tak direstui menikah dengan Amira karena satu hal yang membuatnya tak bisa menerima kenyataan itu hingga hari ini. Amira bukanlah anak kandung pasangan Ardiwira dan Sonia. Kenyataan pahit itu diperparah dengan kehadiran Andrinof, kakak sepupunya yang ternyata mencintai Amira. Hari ini, hari bahagia pernikahan Keenandra dan Aleeta dan Amira datang sebagai tamu bukan sebagai keluarga pendamping. "Mira, nanti kamu masuk lewat pintu belakang ya. Om sama tante akan lewat gapura depan. Awas, jangan lewat di sebelah sana," Sonia dengan gaya khasnya memberi peringatan pada Amira. Wanita cantik itu hanya menunduk dan menganggu
Menyesal, Keenandra menyesal telah meninggalkan Amira yang membutuhkannya saat itu. Mengapa pula ia langsung terlibat dalam perjodohan yang seharusnya tak terjadi di kehidupannya. Melihat kesedihan di wajah Amira tadi, ia yakin bahwa wanita yang dicintainya itu masih sangat mengharapkan dirinya. Takdir begitu bodoh telah menghancurkan semua yang ia miliki. Pukul sebelas malam, Keenandra baru masuk ke dalam kamar tidur menyusul Aletta yang telah lebih dulu masuk. Tak ada yang istimewa, Keenandra hanya melihat ruangan putih yang telah dihias dengan bunga dan wewangian parfum yang menusuk hidung. Begitu ia masuk, Aletta yang sejak tadi bersembunyi di balik pintu kamar mandi tiba-tiba datang dan melonjak memeluk pinggang Keenandra dari belakang. Bibirnya tersenyum. Sedikit berjinjit, ia berbisik di telinga Keenandra. "Sayang, aku sudah tunggu dari tadi. Kamu lama banget. Aku—" "Panggil aku kak." Keenandra melepas tangan yang melilit pinggangnya, menghempasnya ke bawah. "Kita tidak pe
Pukul sepuluh pagi, Keenandra sudah berada di kantornya setelah berdebat cukup panjang dengan Aletta yang marah saat dirinya menyinggung tentang hubungannya dengan Amira. Istrinya itu terus saja memaksa dirinya untuk menerima kenyataan jika tak seharusnya ada nama orang lain hadir dalam pernikahan mereka. Tak ingin melewatkan waktu berharganya, Keenandra memilih menyibukkan dirinya dengan bekerja. Sebelum ia memulainya, seseorang yang tak diharapkan muncul membuang sia-sia eksistensinya di dunia pekerjaan. "Pertemuan dengan estetique group tidak dibatalkan kan?" tanyanya tanpa basa-basi ataupun ucapan selamat pagi. Seseorang yang tak diharapkan itu duduk di kursi putar tepat di depan Keenandra yang masih sibuk membuka surelnya. "Jangan karena masalah pribadi, jadinya—" "Aku cukup profesional, Andrinof Sebastian." Keenandra menggertak pria itu, pria yang tak disukainya sejak kedatangannya enam bulan yang lalu. Andrinof menyeringai puas. Selama ini, ia paling senang dalam urusan men