Di hari yang menjelang sore, Flara diizinkan pulang karena kondisinya yang sudah membaik. Kedua manusia yang nampak sebagai sepasang suami istri itu berjalan beriringan. Langkah demi langkah yang mereka ciptakan membawa mereka meninggalkan bangunan bercat putih yang dipenuhi oleh orang tak sehat. Baru saja menapakkan kaki di pelataran rumah sakit langkah mereka terhenti karena berpapasan dengan Zaki. Hal yang sejak kemarin benar-benar dihindari oleh Denan kini malah terjadi di depan matanya. Sial! Otak Denan saat ini sedang sedikit waras, ia ingin sekali menggeret Flara dari hadapan manusia yang sebenarnya sama-sama menjadi korban dari kelakuan ayahnya. Namun, otaknya yang masih ada kewarasan membuatnya urung melakukan niatnya itu. Meskipun ada kebencian di dirinya, ia tidak bisa memungkiri bahwa mereka berdua masih ada hubungan suami istri. Lain halnya jika Flara yang meminta untuk pergi, maka dengan senang hati ia akan menggeret wanita itu menjauh dari suaminya. Selama Flara nam
Cerai? Tak pernah satu kata itu terlintas sekalipun di kepala Zaki. Bahkan di saat rumah tangganya sedang diambang kehancuran dari awal, ia tak pernah bepikir ke arah sana. Namun, hari ini benar-benar sakit hatinya terasa benar-benar nyata. Sungguh tak ada obat rasanya. Rania yang kabur bersama dengan harta dan juga janin yang ada dalam kandungannya, Flara yang sepertinya sudah bulat dengan keputusannya untuk menjalani hidup masing-masing, masa depan yang entah bagaimana nanti.Memikirkan hal-hal itu membuat Zaki semakin pening. Ia pesimis bisa melanjutkan hidup dengan setitik kebahagiaan di sana. Di bawah langit senja, Zaki menatap pepohonan yang meliuk-liukkan daunnya, mematahkan beberapa ranting karena tiupan yang sedikit kencang. Jika ia boleh diibaratkan, ia adalah ranting yang patah oleh angin itu, sudah patah, di injak-injak dan tak di anggap pula kehadirannya. "Eh ini, kan anaknya Pak Burhan si pengacara kondang yang juga mengikuti jejak ayahnya yang punya simpanan. Benar k
Denan memperhatikan berita yang ada di televisi. Berita yang mengabarkan bahwa pesawat yang ditumpangi oleh Rania terjatuh di lautan. Wanita itu sempat memposting foto dirinya yang berdiri tak jauh dari pesawat yang akan ditumpangi. Dari postingan itulah Denan tahu pesawat yang saat ini diberitakan jatuh adalah pesawat yang ditumpangi oleh Rania. "Astagaa, Rania.""Rania kenapa?""Ibu, kemarin Rania sempat bilang ke aku kalau dia mau ke luar negeri. Katanya mau liburan dan tadi pagi aku melihat foto dia di sosial media. Dia foto nggak jauh dari pesawat yang dikabarkan jatuh ini, Bu," terang denan menggebu. Denan merogoh ponsel yang berada di saku celana. Ia ingin memastikan apakah pesawat yang jatuh itu adalah pesawat yang ditumpangi Rania. Mudah-mudahan saja wanita itu hanya selfie di dekat pesawat itu, tapi tidak menumpang pesawat yang hilang di perairan Indonesia itu. "Kamu kenapa panik begitu sih? Belum tentu juga dia naik pesawat itu. Selfie dengan menunjukkan pesawat Elang Ai
Keesokan harinya, Denan berangkat ke kantor seperti biasa. Tidak langsung ke kantor, tapi ia melipir terlebih dahulu ke bandara. Ia harus mencari tahu apakah Rania menjadi daftar penumpang di pesawat Elang Air. Harapan tinggal harapan, jawaban yang ia dengar dari pekerja bandara membuat lututnya lemas. Sarapan yang ia paksa untuk masuk ke dalam perutnya seakan tak bisa dijadikan tenaga. Denan meletakkan kepalanya di setir bundar mobilnya. Seakan jika ia melakukan itu kesedihan hatinya akan hilang dengan sendirinya, padahal selama apapun ia meletakkan kepalanya, beban dan rasa bersalah yang sudah memenuhi setiap rongga tubuhnya tidak akan menguap begitu saja. "Ya Tuhan, gue ngirim sahabat gue sendiri ke alam baka. Sorry banget, Ran. Kalau gue tahu bakal ada kejadian ini gue nggak akan nyuruh ke luar negeri. Kenapa harus Rania yang Kau ambil? Kenapa tidak manusia jahat bernama Burhan dan Lusi, Tuhan. Kehadiran mereka hanya menambah daftar sampah masyarakat," erang Denan frustasi. Be
"Ayah kamu, Fla. Ayah ninggalin Ibu." Kalimat pertama yang keluar dari mulut Bu Nia."Ibu, Ayah nggak ninggalin kita, dia ada sama kita di sini, Bu. Di hati kita. Hanya doa yang dibutuhkan Ayah, Bu," ujar Flara melonggarkan pelukannya. "Bagaimana kabar kamu? Sehat, kan?" tanya bu Nia mengelus perut sang anak."Sehat, Bu. Aku sangat sehat. Aku mau nanti pas melahirkan ditemani sama Ibu. Jadi Ibu juga harus cepat sehat. Begitu banyak yang terjadi ketika Ibu di sini. Aku menghadapinya sendirian, Bu. Meskipun ada Denan yang selalu ada buat aku, aku merasa sendirian.""Bu Nia sebenarnya sudah sehat dari beberapa minggu yang lalu. Psikisnya sudah kembali normal, hanya saja beliau memang tak mau pulang jika bukan anaknya sendiri yang datang. Beliau juga melarang saya untuk menghubungi, Mbak."Datanglah dokter muda yang mengenali Flara melalui Denan. Wanita itu ikut duduk di samping Bu Nia dengan senyum ramahnya. Ia menjelaskan progres kesembuhan Bu Nia yang tidak gampang dan perlu usaha eks
Semakin hari media semakin gencar memberitakan Pak Burhan dan Zaki. Di tambah lagi issue mengenai Bu Lisa ternyata juga terdengar awak media. Satu keluarga itu semakin tak punya muka. Mereka bahkan tak ada nyali meskipun hanya untuk keluar rumah. Bu Lisa yang bekerja di lembaga perlindungan perempuan akhirnya dipecat secara tidak hormat karena issue yang beredar luas di masyarakat. Tidak hanya diceritakan di mana-mana satu keluarga yang terkenal kaya raya dan baik itu sekarang juga dijauhi oleh semua orang dan juga tetangga sekitar perumahannya. "Sialan! Kita harus bagaimana untuk menghadapi dunia ini?" "Baru tahu rasanya kamu sekarang! terus saja berulah seenaknya, sekarang tanggung apa yang sudah kamu perbuat. Kamu keluar dan hadapi mereka!" cerca Bu Lisa. "Ini bukan hanya salahku saja. Tapi salah kamu juga. Kita berbuat kesalahan bersama, ya kita hari bersama lah.""Tapi ini semua terjadi akarnya karena perbuatan kamu. Mana ada aku akan membunuh orang kalau kamu nggak mendua.
"Apa? Kamu mau balik ke rumah kamu? Kenapa nggak ibu kamu ke sini aja, Fla? Kan dekat dengan rumah sakit," protes Denan ketika Flara menyampaikan niatnya. "Ibu nggak mau, Den. Biar bagaimapun aku ini masih anak Ibu. Aku cuman mau sama Ibu. Jangan halangi aku."Berat begitu Denan untuk jauh dari wanita itu. Entah mengapa ia merasakan firasat buruk dengan kepegian Flara dari rumahnya. "Fla, kamu sampai sekrang belum jawab pertanyaan aku mengenai perasaan aku, kamu mau nikah sama aku setelah kamu resmi bercerai dengan Zaki, kan?""Aku belum memikirkan ke arah sana, Denan. Aku sudah pusing dengan hidupku, jngan tambah lagi dengan pernyataanmu itu. Akan aku jawab jika memang aku sudah siap. Aku hanya ingin sendiri entah sampai kapan. Cinta buat aku menyakitkan, aku masih belum bisa menyembuhkan rasa sakit yang diakibatkan oleh cinta. Dua kali aku jatuh cinta dan mencintai seseorang, dua kali pula aku di sakiti karena mereka. Biarkan aku istirahat."Denan merasa tercubit saat Flara mengat
Beberapa minggu setelah kejadian perkumpulan wartawan di rumah Pak Burhan. Pria itu kembali dihadapkan kenyataan bahwa istrinya itu harus menerima hukuman karena sudah mencoba untuk melakukan perencanaan pembunuhan terhadap seseorang. Di sidang terakhir itu Denan beserta ibunya juga turut hadir dalam persidangan. Tidak ada orang yang tahu betapa senangnya Denan hari ini, mendengar wanita yang sudah mencelakai ibunya mendapat hukuman mati sungguh hari ini adalah hari yang tak akan pernah Denan lupakan. Bu Lusi terus meraung memohon kepada Denan dan juga ibunya agar bisa membantu meringankan hukumannya. Setidaknya jangan hukuman mati itulah yang diinginkan Bu Lisa satu-satunya saat ini. "Salma aku mohon maafkan aku Salma. Tolong jangan rampas kehidupan aku. Aku mohon bantu aku. Lihatlah anak-anakku suamiku, mereka masih butuh aku."Entah berapa lama Bu Lusi duduk bersimpuh di depan kursi roda Bu Salma. Wanita yang duduk di kursi roda itu hanya menatap iba wanita yang berlutut di baw