Keesokan harinya, pukul tiga sore, Tina menjemputku di rumah. Sudah tidak ada alasan lagi untukku tidak ikut ke reuni. Semua ini demi menemani Tina dan segala nasehat dari Mama tadi pagi setelah aku berkata jujur kalau sebenarnya terpaksa mengikuti reuni ini. Mama bilang hitung-hitung tetap menjaga silahturahmi sama teman biar kalau ada apa-apa banyak yang bantu.
Dan sekarang aku sudah berada di dalam mobil Tina menuju venue reuni di Hotel De Emerald. Hotel ini sendiri milik Walikota baru yang merupakan salah satu temanku SMP."Gimana Del, udah punya pacar?"Dari banyaknya pertanyaan, kenapa si Tina harus banget sih nanyain pertanyaan keramat itu."Lo kayak gak ada pertanyaan lain aja deh", protesku pada Tina.
"Ya elah, lo sih udah 28 tahun masih jomblo aja."
"Sorry gue bukan jomblo, tapi gue single. Mentang-mentang lo udah nikah ya langsung nyuruh gue buru-buru nikah aja." Tina hanya menjawab dengan kekehannya.
"Lo kenapa sih gak ngajak suami lo aja ikut ke reuni, malah maksa-maksa gue ikutan segala."
"Ya kan ini acara reuni temen SMP kita, ya kali gue ngajak suami. Lebih enak sama lo lah." Jawab Tina sambil terus konsentrasi menyetir.
"Biasanya kan malah jadi ajangnya pamer tuh bawa-bawa pasangan ke reuni. Atau jangan-jangan mau ketemu mas crush yang dulu jaman SMP ya makanya gak ngajak suami lo." Tuduhku pada Tina.
"Sorry ya gue bukan kayak gitu. Mending gue maksa lo aja ikut, biar sekali-sekali ikutan lah, masak absen mulu tiap ada reuni."
Benar sih apa yang diomongin Tina, aku memang jarang malah hampir gak pernah ikutan reuni. Ya selain malas, aku juga dulu sewaktu SMP bukan tipe siswi yang eksis, ya hanya siswi standar lah. Berkat paksaan dari Tina ini, akhirnya aku luluh. Karena sudah beberapa kali aku menolaknya, dan jangan lupakan dulu beberapa kali teman-temanku sempat chat personal untuk mengajakku ikut reuni juga.Perjalanan 30 menit akhirnya kami sampai di hotel. Hotel De Emerald masih terlihat mewah sama seperti dulu, hanya sekarang sudah banyak di upgrade ornamen dan interior mewahnya jadi semakin kekinian. Ini bukan kali pertama aku menginjakkan kaki di hotel De Emerald. Dulu saat masih SMP, Jendra Walikota baru yang saat ini menjabat sekaligus teman SMP ku, pernah mengadakan pesta ulang tahun di hotel ini. Dan juga saat wisuda dulu kami juga mengadakan acara perpisahan kecil-kecilan disini.Dilihat dari parkiran mobil, sudah banyak ternyata yang datang. Kenapa aku tahu, karena di sini parkiran sudah mulai penuh mobil, bukannya aku sok tahu tapi parkiran ini memang dikhususkan untuk acara reuni. Sedangkan untuk tamu hotel, parkiran ada di basement, jadi bisa dipastikan dengan melihat banyaknya mobil setara dengan banyaknya tamu yang sudah hadir di dalam ballroom hotel De Emerald.Sebelum turun, aku dan Tina mengecek ulang make up serta gaun yang kami kenakan hari ini. Sore ini aku menggunakan dress warna putih sebatas lutut, dengan model bahu sabrin. Setelah semuanya rapi dan tidak ada make up yang berantakan, kami melangkah masuk ke dalam ballroom.
Begitu kami memasuki ballroom, langsung di sambut dengan musik jazz yang mengalun. Seperti dugaanku tadi, sudah banyak teman-teman yang datang dan sepertinya di reuni kali ini banyak yang hadir, kemungkinan karena reuni yang sempat vaccum beberapa tahun, hingga yang ikut tahun ini begitu antusias . Sambil menunggu Tina menulis daftar hadir, aku mengamati keadaan. Banyak yang hadir bersama pasangan dan juga anaknya, membuatku sedikit insecure melihatnya mengingat statusku yang saat ini masih single.Begitu menjejakkan kaki didalam Ballroom, kami di sambut oleh pihak EO untuk diarahkan menuju meja kami. Di meja yang berbentuk melingkar terdiri dari 6 orang, namun saat kami duduk sudah ada 3 orang disana yang aku lupa namanya. Beruntung Tina masih mengenali mereka sehingga aku tidak merasa canggung sendiri.Acara reuni berjalan santai dengan di iringi musik dari salah satu band lokal kota Aare. Meskipun di luar banyak penjagaan ketat dari para pengawal Walikota, tapi suasana di dalam Ballroom hotel terasa hangat dan santai. Hanya ada 1 asisten yang sepertinya juga merangkap sebagai pengawal pribadi Walikota yang sejak tadi mengikutinya. Bagi kami, pemandangan Jendra yang dikawal sudah tidaklah asing lagi, karena dulu saat Ibunya menjabat, Jendra kemana-kemana selalu didampingi pengawal atau sopir.Berbicara mengenai Walikota kami yang baru dilantik, dia adalah Jendra Andriansyah, seperti dikutip pada beberapa media, dia merupakan salah satu Walikota termuda di Negara ini, sudah pasti usianya sama denganku, 28 tahun. Dan juga jangan lupakan status single-nya saat ini yang semakin membuatnya famous di kalangan anak muda di kota kami, bahkan di luar kota. Tidak heran dia bisa menjadi Walikota, karena sejak dulu dia sudah memiliki jiwa kepemimpinan dan juga memiliki otak yang cerdas serta jangan lupakan wajah tampannya yang di atas rata-rata. Keluarganya pun berasal dari dunia politik, Ayahnya dulu adalah pengusaha sukses di kota Aare namun saat ini beliau sudah meninggal dunia sedangkan ibunya dulu adalah mantan Walikota di kota Aare selama 2 periode.Dari meja kami, aku bisa melihat Jendra sedang menyapa beberapa teman-teman kami, tak sedikit yang mengelilinginya saat ini adalah siswa dan siswi terkenal di sekolah dulu, dan pastinya sebagian dari mereka sekarang menjadi orang sukses. Banyak teman wanitaku yang mencoba peruntungan dengan mendekati Jendra, tapi yang kulihat, Jendra hanya menanggapi biasa saja cenderung datar malahan."Lo gak mau ikutan genit-genitan kayak si Sely tuh." Bisik Tina di sebelahku yang sama-sama sedang mengamati keriuhan di ujung meja sana.Akupun membalas bisikan Tina, "Dih ogah, gue single terhormat, bukan jablay ya." Jawabku sambill lanjut menyantap makanan lagi.
Tina hanya bisa terkekeh mendengar jawabanku. Belum sempat dia menyahut, tiba-tiba dia menyikut lenganku dan menyuruhku untuk melihat arah yang di tunjuknya dengan isyarat matanya. Refleks aku mengikuti arah mata yang ditunjuk Tina. Segera aku berbalik menghadap Tina kembali.
"Ngapain Jendra kesini sih, udah paling bener disana aja malah nyamper kesini."
"Husss, diem lo Dela. Terserah dia lah, kan dia yang punya acara, mau nyapa tamu-tamunya."
Aku hanya bisa memutar bola mata mendengar jawaban Tina.
"Hai semua, apa kabar?" tanyanya kepada kami berlima yang ada di meja itu, sialnya satu-satunya kursi yang tersisa ada di sampingku. Otomatis Jendra duduk di sana. Aku gambarkan sedikit penampilan Jendra sore ini, dia mengenakan celana jeans dengan atasan kaos putih polos dilapisi dengan blazer berwarna navy.
Belum sempat teman-temanku menjawab, tiba-tiba dia menoleh kearahku yang sejak kedatangannya masih focus makan cream soup dan berkata, "Dela kan?apa kabar?"Aku memejamkan mata sejenak, kenapa dari semuanya dia harus ingat aku sih. Melirik sekilas kepada teman-teman yang ada di meja, yang kompak menatapku, seperti berkata buruan jawab pertanyaan Jendra"Alhamdullilah kabar gu..eh maaf maksudnya kabar aku baik." Jawabku canggung pada Jendra. Saking canggung dan gugupnya aku lupa menggunakan kata 'gue'. Sudah pasti ini tidak sopan, mengingat dia Walikota kota kami. Memalingkan wajah, aku menepuk pelan bibirku yang sudah salah bicara.
Kudengar kekehan Jendra, "Santai aja lah, gak masalah pake gue lo kok. Akhirnya lo ikut juga reuni kali ini. Enjoy ya, gue duluan mau nyapa temen-temen yang lain." Pamitnya padaku yang ku jawab dengan anggukan kepala. Sebelum berdiri dia juga sempat melemparkan senyum pada teman-teman yang berada dimeja yang sama denganku.Hanya saja, kenapa Jendra menatapku lama?Untungnya, ada orang lain yang memanggilnya.Kini aku sedang di toilet untuk buang air kecil dan sedikit memperbaiki make up. Setelahnya, aku pun keluar. Namun, tanpa sengaja aku bertemu lagi dengan Jendra yang juga baru keluar toilet laki-laki!"Sial banget sih, kenapa harus ketemu lagi?" gerutuku pelan. Tanpa bisa menghindar, aku berjalan santai kembali menuju ballroom dan saat melewati Jendra, aku hanya melempar senyum untuk menyapanya karena aku tidak ingin dianggap sok kenal dengan berbasa-basi dengannya. "Habis dari toilet Del?" sapanya. Menghembuskan nafas pelan, aku berbalik badan menghadap Jendra untuk menjawab basa basinya. "Iya Dra, lo,..aduh sorry maksudku kamu udah mau cabut sekarang?" tanyaku saat kulihat asisten dan beberapa pengawalnya terlihat bersiap meninggalkan ballroom hotel. "Udah gue bilang, santai aja. Sesantainya lo aja, ga usah formal-formal sama gue, lo bukan bawahan gue.” Ucapnya dengan santai. “Iya, masih ada kerjaan yang harus gue urus. Gue pamit du
Seminggu sesudah acara reuni, aku sudah kembali menjalani aktivitas sehari-hari di Ibukota Milton sebagai pegawai pemerintahan. Tentu saja, karena kemarin aku tidak mengajukan cuti sama sekali jadi Senin subuh dengan menggunakan kereta pertama aku kembali ke kota perantauan. Selesai dari car free day minggu lalu, Jendra yang dulu meminta nomor ponselku, sampai saat ini tidak ada pesan masuk ataupun telepon darinya. Dan aku juga tidak mengharapkan hal itu, sebenarnya. Aku hanya berfikir mungkin kemarin dia hanya basa basi saja meminta nomor ponselku saat kami bertemu. Ponselku yang berada di atas meja bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Aku melirik sekilas id pemanggilnya, betapa terkejutnya aku saat nama Jendra terpampang di layar ponselku. Baru juga dipikirkan langsung telepon. Tanpa menunggu lama, aku mengangkat teleponnya."Ya halo." "Halo Del, lo di mana?ada di rumah gak?" Aku mengernyitkan dahi mendengar pertanyaannya. "Gue lagi ada di Ibukota
Tepat pukul tujuh malam, Jendra sudah berdiri di depan pintu unit apartemenku. Aku sudah siap berangkat, rapi dengan mengenakan midi dress serta flatshoes. Sedangkan Jendra tampil dengan kemeja flanel yang di buka seluruh kancingnya dan memperlihatkan kaos hitam polos di dalamnya serta celana jeans. Tak akan ada yang mengira bahwa Jendra adalah seorang wali kota jika melihat penampilannya saat ini. Kami berjalan beriringan di koridor menuju lift untuk ke lobi apartemen. Di lobi sudah terparkir mobil Camry yang tadi siang digunakannya. Di belakangnya ada satu mobil lagi yang sepertinya berisi asisten dan para pegawalnya. "Itu mobil belakang, mobil pengawal lo?" tanyaku pada Jendra begitu kami meninggalkan pelataran apartemen. "Iya, lo kok tau?" jawabnya sambil melirikku sekilas. "Soalnya dari tadi siang kayaknya ngikutin mobil lo mulu. Ngomong-ngomong kita mau makan di mana?" "Ada, deh, rahasia itu," jawabnya dengan kerlingan jail, yang kubalas deng
Sepanjang malam kami mengobrol cukup lama di balkon dan minum kopi yang tadi sempat dibuatkan chef-nya sebelum meninggalkan apartemen Jendra. Ketika melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku yang menunjukkan pukul 10 malam, aku meminta Jendra mengantarkanku kembali ke Apartemen."Thank's ya Dra, buat makan malamnya." Ucapku tulus begitu kami sampai di lobby apartemenku."You're welcome. Besok lo ada acara ga?""Hmm ga ada kayaknya, kenapa?""Temenin gue ke pasar minggu ya, mau survei pasar minggu yang ada di sini. Buat perbandingan sama di kota kita""Gak janji ya, gue kalau hari minggu susah bangun pagi."Jelas hari minggu adalah hari bermalas-malasan untukku, karena hanya di hari sabtu dan minggu, aku bisa bangun siang. Sedangkan di hari biasa, aku harus bangun pagi-pagi buta untuk menyiapkan sarapan dan bekal makan siang lalu berangkat bekerja."Gampang, ntar gue telepon lo berkali-kali sampai lo bangun.”
“Halo, ya Dra," sapaku saat ada panggilan telepon masuk. "Dela, lo masih di kantor?" "Iya ini gue masih di kantor, kenapa?" "Lo balik jam berapa?gue lagi ada di Milton nih. Ketemuan yuk Del" Mendengar ucapan Jendra, refleks aku menghentikan kegiatanku. "Hah gimana?kok mendadak amat sih." "Gue lupa tadi pagi mau ngabarin lo, ini mumpung ada kerjaan di Milton jadi sekalian pengen ketemu lo." "Tunggu gue pulang 30 menit lagi, masih kelarin laporan kerjaan hari ini." "Oke santai aja, ini gue juga masih meeting kok, kalau udah mau kelar kabari lagi ya, see you." Begitu sambungan telepon berakhir, aku bergegas menyelesaikan pekerjaanku. Shela yang duduk di sebelah, melihat aku yang terburu-buru setelah menerima telepon pun bertanya, "siapa yang telepon Del?kok lo jadi buru-buru gini?" "Si Jendra yang telepon, ngabarin kalau lagi di Milton. Ngajakin gue ketemuan." "Jendra yang Wali kota itu?" Pekik Shela yang sukses mengundang teman-temanku
"Gue mandi duluan ya, udah lengket banget badan gue. Lo yang pesen makan, terserah gue ngikut aja." Kataku sambil menuju kamar mandi. Tak sampai 10 menit, aku susah selesai mandi. Di meja makan sudah tersedia banyak makanan, ada nasi goreng, ayam goreng, sate ayam dan soto daging. Bener-bener ya si Jendra ini, makan cuman berdua aja pesennya banyak banget. Beranjak dari meja makan, aku mencari keberadaan Jendra di ruang tamu, tapi yang kulihat hanya jasnya yang terlipat rapi disofa sedangkan orangnya tidak ada. Aku menuju ke balkon, satu-satunya tempat yang mungkin di datangi Jendra yang ada di apartemen kecilku ini. Dan benar saja dia ada disana, sedang menghadap pemandangan di luar apartemen, sepertinya dia masih saja sibuk dengan ponselnya. Tok tok..aku mengetuk pintu penghubung balkon untuk menarik perhatian Jendra. "Udah selesai mandi?ayo makan, lo pasti udah laper banget kan?" Ajak Jendra dengan berjalan menuju ke meja makan. "Gue gak tau lo maunya mak
Sebelum berjalan menuju pintu belakang, aku sempatkan untuk melirik sekilas keramaian yang ada di depan cafe. Ada banyak orang yang didominasi oleh kaum hawa yang terlihat penasaran mencari keberadaan Jendra. Mereka berdiri di area parkiran, tidak bisa masuk ke dalam karena café masih belum dibuka untuk umum. Padahal kami sekarang sedang di Ibukota Milton bukan di kota Aare tapi antusias fans Jendra tak kalah dari kota asal kami. Aku merasa tanganku ditarik, karena tidak siap, tangan kiriku refleks memegang lengan Jendra untuk mencari keseimbangan. Sadar dengan yang kulakukan, aku cepat-cepat melepas tangan kiriku dari lengannya, Jendra yang menyadarinya bertanya, "Kenapa Del?" "Gak apa-apa tadi gue kaget aja tiba-tiba lo tarik, untung gak jatuh." Kami pun melanjutkan berjalan menuju pintu belakang, di sana sudah ada Aldo yang keluar dari mobil Jendra. "Silahkan Bapak pergi dulu, kami akan mengatasi yang di sini. Nanti kami akan menyusul Bapak." Ucap Aldo sambil
Setelah perdebatan alot tadi, akhirnya aku di sini sendirian. Jendra yang tadinya tetap ngotot ingin agar sopirnya menungguku karena dia merasa bertanggung jawab telah mengajakku kesini jadi dia ingin memastikan aku nantinya pulang dengan selamat. Tentu saja aku tetap menolaknya dengan ancaman aku tidak akan mau bertemu dengannya lagi kalau dia tetap memaksa sopirnya menungguku di sini. "Fine, sopir gue gak akan nunggu lo, tapi lo harus janji kabari gue kalau udah sampai apartemen lo." Yang kujawab dengan anggukan kepala. Setelah itu Jendra akhirnya pulang bersama asistennya. Ibu Wahyu, aku sudah tidak asing lagu dengan namanya. Beliau adalah Walikota 2 periode kota Aare saat aku masih SD hingga lulus SMP, dan juga beliau adalah Ibu kandung dari Jendra. Di usianya yang saat ini, bu Wahyu masih aktif menjabat sebagai anggota Dewan. Jendra sendiri merupakan anak sulung dari 2 bersaudara, setahuku adik perempuannya masih kuliah di luar negeri namanya Dinda. Dari dulu sud