Sebelum berjalan menuju pintu belakang, aku sempatkan untuk melirik sekilas keramaian yang ada di depan cafe. Ada banyak orang yang didominasi oleh kaum hawa yang terlihat penasaran mencari keberadaan Jendra. Mereka berdiri di area parkiran, tidak bisa masuk ke dalam karena café masih belum dibuka untuk umum. Padahal kami sekarang sedang di Ibukota Milton bukan di kota Aare tapi antusias fans Jendra tak kalah dari kota asal kami.
Aku merasa tanganku ditarik, karena tidak siap, tangan kiriku refleks memegang lengan Jendra untuk mencari keseimbangan. Sadar dengan yang kulakukan, aku cepat-cepat melepas tangan kiriku dari lengannya, Jendra yang menyadarinya bertanya, "Kenapa Del?""Gak apa-apa tadi gue kaget aja tiba-tiba lo tarik, untung gak jatuh."Kami pun melanjutkan berjalan menuju pintu belakang, di sana sudah ada Aldo yang keluar dari mobil Jendra."Silahkan Bapak pergi dulu, kami akan mengatasi yang di sini. Nanti kami akan menyusul Bapak." Ucap Aldo sambil memberikan kunci mobil pada Jendra.Tanpa banyak kata, Jendra membukakan pintu mobil mempersilahkan aku masuk. Setelah aku duduk di kursi penumpang, Jendra menutup pintu dan menuju ke kursi pengemudi yang pintunya sudah dibukakan oleh Aldo.Perlahan mobil meninggalkan lokasi kafe, dapat dilihat banyaknya orang berkumpul disana. Aku hanya menghela nafas lega, untung saja bisa lolos keluar dari kafe sana dan semoga tidak ada yang menyadari keberadaanku."Dela, sorry banget ya, gue ga nyangka bakalan banyak yang dateng kayak tadi. Padahal gue udah berusaha dateng sebelum acara launching.""It's okay, gak apa-apa Dra. Mungkin tadi ada yang lihat pas lo masuk ke cafe, terus di update di sosmed makanya jadi rame gitu."Aku lihat wajahnya masih menunjukkan kekesalan dan juga perasaan bersalah. Sebenarnya aku juga kesal, dan was-was takut tadi ada yang menyadari Jendra datang bersamaku dan memotretku saat bersamanya."Oh iya, sekarang kita mau kemana?ini kan bukan arah apartemen gue." Tanyaku saat lihat kearah depan dan menyadari kalau ini bukan arah pulang. Tapi menuju keluar kota."Kita ke pantai Ombak Biru ya, jalan-jalan dulu mumpung masih sore, sekalian lihat sunset sama makan malam."Aku hanya mengangguk pasrah, mengikuti kemana Jendra akan membawaku. Tak sampai 30 menit, kami sampai di pantai Ombak Biru. Jendra mengajakku ke restoran yang ada di pinggir pantai, ternyata dia sudah reservasi di ruangan VIP yang ada di lantai atas, sehingga tidak ada pengunjung lain di ruangan ini.Pemandangan restoran yang langsung menghadap pantai sangat menyejukkan mata, aku langsung menuju ke balkon restoran. Disana aku menghirup udara pantai yang segar, meskipun sudah pukul 5 sore, tapi cuacanya masih terasa panas.Jendra menghampiriku, "Gimana suka tempat ini?"Aku menggangguk senang, "suka banget, udah lama pengen kesini, tapi gak sempet mulu terus tiap ke sini full booked."Tempat ini sedang ramai dibicarakan di media sosial. Restoran lama yang di renovasi menjadi lebih menarik dan terkesan ekslusif karena bisa menikmati sore hari dengan memandangi sunset sambil ngopi atau makanan ringan yang dijual disini. Menjadikan tempat ini hamper selalu full booked di saat sore menuju waktu sunset."Duduk Del, kita pesen makan dulu. Mau duduk sofa sana?" Tunjuknya pada sofa yang berada di ujung balkon yang posisinya menghadap tepat ke pantai, sangat cocok untuk menikmati matahari tenggelam.Sambil berjalan, Jendra kembali menggenggam tanganku, dia mempersilahkan aku duduk terlebih dahulu. Kemudian dia memanggil pelayan untuk memesan makanan. Setelah menyebutkan pesanannya dan pesananku, Jendra mengembalikan buku menu kepada pelayan yang mencatat pesanan kami tadi. Belum lama dari pelayan meninggalkan meja kami, Aldo datang menghampiri Jendra."Bagaimana Aldo tadi keadaan disana?kamu sudah pastikan tidak ada yang mengetahui saya keluar lewat pintu belakang?""Sudah bapak, semua aman terkendali, tapi..." terdengar ragu untuk melanjutkan perkataannya, Jendra menatap asisten dengan menaikkan satu alis bermaksud menyuruh asistennya melanjutkan perkataannya."Tapi tadi ibu Wahyu menelepon, minta bapak untuk pulang ke rumah utama, ada tamu penting Bu Wahyu yang harus bapak temui."Aku lihat Jendra menutup matanya, meredakan kesalnya entah karena apa. Aku menyentuh lengan Jendra, membuat dia menatap ke arahku."Lo pulang aja Dra, pasti itu tamu penting nyokap lo." Aku mencoba tersenyum saat mengatakannya.Jendra masih belum menjawab, dia terlihat bimbang."Oke kita pulang, gue anter dulu ke apartemen lo, habis itu gue balik kota Aare."Aku menggeleng tidak setuju, "lo pulang aja dulu, gue masih mau disini, nunggu makanannya. Tadi makanannya udah terlanjur dipesankan. Lagian gue udah jauh-jauh kesini masak mau langsung pulang lagi."Jendra terlihat keberatan, saat dia akan melayangkan protes, aku menambahkan lagi, "gue udah lama pengen kesini Dra, mumpung udah disini, gue mau nikmatinnya dulu.""Terus nanti lo pulangnya gimana?ini jauh dari Ibukota Del.""Gampang gue pulangnya, masih banyak taxi online disini.""Gue suruh supir gue nunggu lo dan anterin lo balik ya.""Ga usah Dra, gue bisa pulang sendiri. Udah sekarang lo pulang sana. Pasti nyokap lo udah nungguin." Usirku sambil mendorong bahunya agar segera berdiri.Setelah perdebatan alot tadi, akhirnya aku di sini sendirian. Jendra yang tadinya tetap ngotot ingin agar sopirnya menungguku karena dia merasa bertanggung jawab telah mengajakku kesini jadi dia ingin memastikan aku nantinya pulang dengan selamat. Tentu saja aku tetap menolaknya dengan ancaman aku tidak akan mau bertemu dengannya lagi kalau dia tetap memaksa sopirnya menungguku di sini. "Fine, sopir gue gak akan nunggu lo, tapi lo harus janji kabari gue kalau udah sampai apartemen lo." Yang kujawab dengan anggukan kepala. Setelah itu Jendra akhirnya pulang bersama asistennya. Ibu Wahyu, aku sudah tidak asing lagu dengan namanya. Beliau adalah Walikota 2 periode kota Aare saat aku masih SD hingga lulus SMP, dan juga beliau adalah Ibu kandung dari Jendra. Di usianya yang saat ini, bu Wahyu masih aktif menjabat sebagai anggota Dewan. Jendra sendiri merupakan anak sulung dari 2 bersaudara, setahuku adik perempuannya masih kuliah di luar negeri namanya Dinda. Dari dulu sud
Hari Senin kali ini berbeda dari biasanya, karena aku ditugaskan oleh kantor untuk mengikuti pameran yang menampilkan hasil UMKM atau hasil karya warga Ibukota Milton. Pameran kali ini dilaksanakan di kota Aare, kota asalku. Sudah menjadi agenda rutin kantor mengikuti pameran-pameran yang diadakan baik diluar kota ataupun dalam kota. Tujuan kantor mengikuti pameran untuk mengenalkan produk-produk UMKM Ibukota Milton dan membantu memasarkannya. Sudah sedari hari Sabtu aku pulang ke kota Aare. Tim kali ini yang berangkat ke kota Aare, ada 4 orang yaitu aku, Angga, Martin dan Shela. Pameran ini diadakan oleh pemerintah kota Aare dengan mengundang daerah-daerah lain yang akan dilaksanakan selama 1 minggu kedepan. Sebenarnya dari kantor disediakan akomodasi hotel dan transportasi selama jalannya pameran, berhubung acaranya diadakan dikotaku, aku memilih untuk tinggal dirumahku sendiri dan mencairkan saja uang akomodasiku. Sedangkan 3 temanku yang lain tinggal di hotel yang
Tak begitu lama, Jendra mengakhiri pidatonya sekaligus secara resmi membuka acara pameran. Kami semua yang hadir berdiri dan bertepuk tangan. Dengan resminya pameran dibuka, rangkaian acara pembukaan berakhir. Kami para peserta yang tadi mengikuti acarapun kembali pada stand masing-masing. "Gila gila..Walikota lo cakep banget Dela, gue auto naksir sama dia. Pas dia jalan lewat depan stand, buset wangi banget mana mukanya mulus lagi." Ujar Shela heboh saat aku menghampiri stand. "Tuh kan bener kata gue, emang cakep banget, gue yang cowok aja mengakui kegantengannya." Kembali Angga heboh menanggapi Shela. "Berisik deh kalian berdua. Jangan kecentilan Shel, gue laporin lo sama Andri." Ancamku pada Shela. Diantara mereka, Martin paling pendiam karena dia masih junior kami. "Lo mah, tukang ngadu. Gue cuman ngefans ya." "Udah-udah yok siap-siap bentar lagi pengunjung umum udah mau dibuka." Ajakku pada ketiga rekanku. Kalau tidak segera diakhiri, bisa-bisa lebih pa
"Maaf bu Dela, ditunggu bapak di mobil." Ujarnya dengan menunjuk mobil yang kukenali sebagai mobil pribadi Jendra, iya aku mengenalinya, karena beberapa kali saat Jendra menemuiku, dia menggunakan mobil tersebut.Mematikan sambungan telepon yang tak juga mendapat jawaban dari Stevan, aku segera menghadap pada Aldo."Oh iya mas Aldo, sebentar ya." Membalikan badan pada teman-temanku yang kini menatapku penuh tanya. "Guys gue pamit dulu, bye see you tomorrow."Tanpa menunggu respon dari teman-temanku, aku segera melenggang pergi, menghindar sebelum keluar pertanyaan-pertanyaan dari mereka. Semoga saja besok mereka tidak mencecarku dengan pertanyaan, kalau tidak aku harus segera mengarang cerita.Sambil berjalan aku memejamkan mata sejenak, merutuki diriku sendiri kenapa aku lupa pesan Jendra tadi. Semoga mereka tidak menyadari yang tadi menghampiriku asisten Walikota. Terus berjalan menuju mobil Jendra terparkir dengan Aldo didepanku. Mobilnya sendiri terparkir aga
“Lo kenapa baru makan jam segini Dra?Jam makan lo telat banget.” Tanyaku setelah melihat jm di dinding menunjukkan pukul 20.45. Makan malam yng terlalu larut menurutku.Menyelesaikan kunyahannya Jendra menjawab, “Gue pikir lo belum makan, makanya nungguin lo sekalian.”“Ya kali jam segini gue belum makan, bisa pingsan di pameran gue.”“Emang sempet tadi makan malam?dari laporan orang-orang, pameran hari pertama ramai banget.”“Lebih tepatnya di sempat-sempatin sih, jadi gantian makannya dan gak bisa lama-lama makannya. Yang penting udah isi energy, balik lagi deh ke stand. Gila ya promosinya Dinas Pariwisata sini, sampai bisa ramai gitu yang datang.”“Iyalah, gue selalu tegasin ke Kepala Dinas sama ketua Panitia Pelaksana buat bikin promosi sebaik mungkin agar menarik pengunjung, karena event ini ngundang peserta dari daerah lain, jadi jangan sampai para peserta kecewa. Udah denger kan nanti di hari terakhir bakalan ada konser penutupnya?”“Iya gue tahu
Aku mencari keberadaan tasku, saking gugupnya aku sampai lupa meletakkan dinmana tasku. Dan ternyata tasku ada di meja depan, aku berdiri dan mengambil ponsel di dalam tas.Berdeham sesaat untuk meredamkan kegugupan, "ehmm..ya halo Stev?" Aku yang masih berdiri, terkesiap kaget, saat Jendra mencekal lenganku dan menarikku hingga terjerembab duduk dipangkuannya. Jendra memeluk pinggangku sehingga aku tidak bisa beranjak kemana-mana.Berusaha fokus kembali pada panggilan Stevan, "iya habis ini kakak pulang, ini lagi siap-siap.""Kakak perlu aku jemput gak?ini udah malem banget.""Gak usah Stev, kakak pulang sendiri aja. Bye!"Mematikan panggilan telepon Stevan, aku menundukkan kepala menatap kedua tangan Jendra yang melingkari pinggangku. Aku menoleh ke balik pundak dan kurasakan kepala Jendra bersandar di pundakku."Dra gue harus pulang udah jam 11 malem." Aku berusaha melepaskan tangan Jendra, bukannya terlepas, tangannya semakin erat melingk
Hari ke 3 pameran, aku kebagian masuk pagi. Setelah kemarin aku masuk siang dengan Angga, hari ini kami di rolling masuk pagi. Memang kami memakai sistem sehari masuk pagi, sehari masuk siang, toh pamerannya cuman seminggu jadi kami membuat selang seling saja untuk pembagian jam jaganya. Pagi jam 7 aku berangkat ke pameran, kali ini aku menumpang Stevan, mumpung dia ada kelas kuliah pagi."Nanti aku gak bisa jemput kakak pulangnya, aku harus jemput cewekku. Gara-gara kakak bareng, aku gak jadi berangkat dia deh." Stevan menggerutu begitu menurunkanku di lobby pintu masuk pameran."Iya iya, nanti kakak pulang sama kak Tina sekalian mau hangout. Kamu nih ga ikhlas banget sih nebengin kakak, ntar gak kakak tambahin lo ya uang jajannya.""Bisanya ngancem doang, ya udah jangan lupa transferannya, Bye kak" segera Stevan memacu motornya setelah berpamitan denganku.Karena aku berangkat dengan Stevan menggunakan motor, pakaian yang hari ini aku gunakan celana highwaist w
“Udah semua Ngga?kalau masih ada, gue bantuin mumpung gue udah selesai bersih-bersihnya." Tanyaku begitu Angga meletakkan kardus besar di area pojok."Udah kok, ini udah kardus terakhir. Gue mau beli kopi ke depan haus banget habis angkut-angkut, lo nitip sekalian ga?""Pastinya lah gue nitip, kebetulan tadi di rumah belum ngopi, nitip dong yang cappucino ice ya.""Pagi-pagi gak baik Dela minum yang dingin-dingin." Tiba-tiba Pak Arya muncul disampingku dan nimbrung obrolanku dengan Angga."Gak apa-apa kali pak, gak setiap hari juga." Jawabku sambil mendorong bahu Angga agar segera pergi sebelum petuah Pak Arya semakin panjang dan membatalkan Angga beli kopi.Setelah Angga pergi, aku mulai menata stok produk di etalase. Sedangkan Pak Arya masih duduk di meja kasir, mungkin kelelahan sehabis angkut barang tadi. Sejak putus kalau harus berduaan dengan Pak Arya rasanya masih canggung. Meskipun setiap report bulanan, staff selalu harus menyerahkan lapo