Share

Tidak Ada Jalan

Francesca

Tin ... tin ... tinnnn ....

Sebuah klakson mobil golf mendekat, Enrico disana, dibalik kemudi sambil menyeringai dingin kearah Francesca.

Langkah kaki gadis itu terpaku di depan gerbang dengan pandangan lekat ke arah Enrico yang semakin mendekat. Dia mengerti sia-sia saja menghindari predator buas dihadapannya.

Mobil golf yang di kendarai Enrico, behenti tepat dihadapan Francesca. Moncong kendaraan itu menempel pada kaki gadis itu. Francesca secara reflex mundur satu langkah ke belakang. Dengan tubuh yang gemetaran, gadis itu memaksakan senyuman kaku di wajahnya.

"Tuan---" 

"Kau hendak melompat keluar gerbang, Kelinci kecil?" tanya Enrico mengolok.

"Ti--dak, Tuan," sahut Francesca terbata-bata.

Enrico diam menanti penjelasan gadis itu lebih lanjut.

"Saya  hanya berjalan-jalan. Tanpa sadar sudah berada disini." Francesca penuh keraguan berusaha menyakinkan Enrico. 

Francesca tidak tahu, apakah jawabannya itu sudah cukup beralasan, hingga tidak membuat pria dingin dihadapannya menjadi curiga. Bukankah dia mengatakan jika mengijinkan Francesca berjalan-jalan, asal tidak mencoba kabur.

"Heh ... anggap saja perkataanmu jujur. Sekarang berjalan ke arah timur!" perintah Enrico.

Francesca tampak kebingungan menentukan arah. Karena dia tidak mengerti keadaan disekitar sini, sedangkan matahari tepat berada di tengah-tengah. Gadis itu mencoba mengingat, saat dia masih berada di menara ketika melihat matahari terbit.

"Sana kan, Tuan--" dia menunjukan arah kanan di posisinya berdiri. 

Enrico tidak menjawab, membuat Francesca memutuskan jika arah yang dia tunjukan benar. Dan gadis itu mulai melangkah ke arah kanan. Dia mengikuti jalanan setapak dengan berjalan perlahan. Sesekali Francesca menoleh kebelakang dan merasa heran dengan Enrico yang masih saja diam.

Area ini benar-benar sangat luas. Setelah beberapa saat melangkah pun, gerbang tersebut tidak nampak berujung. Sangat disayangkan sekali, Castle modern ini seharus nya indah dengan pemandangan pantai yang langsung terpampang, jika tanpa gerbang tinggi yang menghalangi pandangan.

Tin.. tinnn....

Klakson mobil golf terdengar keras dan mobil itu sudah meluncur disisi Francesca. Enrico berkali-kali membunyikan klaksonnya, membuat Francesca menjadi gugup. 

"Jalan yang cepatttt! Jangan jadi siput!" Enrico berteriak membentak Francesca.

Gadis itu dengan segera melangkah lebih cepat. Disisinya mobil golf yang dikendarai Enrico menyejajari.

"Lebih cepat lagi!" teriak Enrico lantang.

Francesca mempercepat langkah kakinya.

"Cepatttt!" 

Sesekali pria dingin itu memencet klakson, sehingga Francesca memutuskan untuk berlari kecil. Udara dingin dan tipis membuatnya merasa sesak nafas. Dia tidak tahan lagi, ketika nafasnya tercekat di tenggorokan. Francesca menghentikan larinya, membungkuk untuk mengambil nafas dalam-dalam, mengisi oksigen dalam tubuhnya.

Tin ... tinnnn ....

Francesca menoleh kearah Enrico dengan kesal. Dia melanjutkan langkah kakinya lagi. Tapi kali ini, Francesca berjalan dengan lebih perlahan. Dia tidak perduli jika Enrico kembali membentak. Tapi nyatanya, pria itu tidak melakukannya lagi.

Tanpa sadar dia sudah mengitari castle. Gerbang itu memang memutar mengelilingi castle. Francesca tidak dapat memperhatikan dengan jelas di mana pintu keluar gerbang tersebut. Sepajang dia mengitari gerbang itu, tidak ditemukan tanda-tanda pintu keluar. Keberadaan Enrico yang mengitimidasi benar-benar membuat dirinya panik.

Mereka kini kembali berada di depan pintu Castle. Bangunan kuno yang sudah dirombak interiornya menjadi modern, tidak membuat Francesca terkagum. Kali ini dia mengerti maksud Enrico membuat dirinya mengitari gerbang tersebut. 

Tidak ada jalan keluar. Pintu keluar gerbang tersebut tersembunyi. Gerbang tinggi yang mengitari castle seakan menjadi tameng perlindungan dari serangan musuh. Mungkin dibalik gerbang itu ada walking dead dan hanya penghuni Castle ini yang manusia normal. Francesca bergidik menepis pikiran konyol itu.

"Kau mengerti sekarang, bukan? Tidak ada celah bagimu untuk berlari. Kau adalah tawananku." ejek Enrico sambil turun dari mobil golf menghampiri Francesca, yang masih terengah-engah karena kelelahan.

Dengan wajah memerah dan nafas yang masih terengah-engah, Francesca menatap Enrico penuh amarah.

"Aku bukan tawananmu! Daddy Andrew pasti akan menemukanku! Dia akan membawaku pergi dan menghancurkan dirimu!" sahut Francesca dengan berani. Wajahnya sudah memerah dan nafasnya tersenggal-senggal, menyuarakan kemarahan yang selama ini dipendam. 

"Oh ya? Kita lihat saja nanti, apakah ayah angkatmu akan bisa menemukanmu," ejek Enrico dengan sinis.

"Dia pasti bisa menemukanku. Karena aku seharusnya setiap hari menghubungi mommy. Mommy saat ini pasti mencemaskanku," ucap Francesca dengan yakin.

"Hahahaha ... kau naif sekali, kelinci kecil. Naif." Enrico terkekeh dengan penuh ejekan. 

"Aku tidak naif. Keluargaku adalah keluarga terbaik. Kami saling memperhatikan dan menyayangi. Tidak seperti dirimu yang hanya bisa bersikap dingin dan kasar pada seorang wanita. Apakah seperti ini orang tuamu mendidik?!" balas Francesca penuh emosi.

"Kau! Apa yang kau tahu tentang diriku!"

Enrico dengan marah berjalan cepat menghampir Francesca. Gadis itu sontak terkejut. Dia tidak sadar sudah berbicara kasar dan membangkitkan amarah predator. Pijakan kakinya yang tak stabil, membuat Francesca terjatuh. Dan disaat dia hendak bangun, Enrico menahan tubuhnya.

"Kau! Ingatlah!  Selamanya, seumur hidupmu kau berada dibawah kakiku. Keluargamu tidak ada yang perduli lagi. Mereka membuang dirimu, karena kau hanya anak angkat. Kau anak Caroline!" ucap Enrico tegas dengan menekankan pada setiap kalimatnya.

"Cukup, Tuan! Hentikan halusinasimu! Aku bukan anak Caroline! Aku anak Andrew Knight. Aku bahkan tidak mengenal siapa itu Caroline. Kenapa tidak juga kau mengerti." sahut Francesca terengah-engah.

"Kau anak Caroline. Bukti yang aku berikan padamu, tidakkah membuat dirimu mengerti?" _________" Tujuh hari sudah kau berada disini, mana keluargamu? Manaaaa?!" Suara Enrico naik dua tingkat level. 

Pria itu kemudian menunduk. Wajahnya hanya berjarak dua puluh centimeter dari Francesca, Enrico menyeringai.

"TIDAK ADA LAGI YANG MEMPERDULIKANMU!"

"Tidak. Kau bohong! Itu semua tidak benar. Mereka pasti akan menemukanku. Keluargaku menyayangiku. Mereka selalu menyayangi dan mendukungku. Aku tidak percaya kata-katamu. Aku anak Andrew Knight dan Diana Stevani." sahut Francesca. Gadis itu berusaha mempertahankan air matanya yang hendak bergulir jatuh.

"Kau anak Caroline. F R A N C E S C A .... F R A N C E S C A ...." 

Raut wajah Francesca  spontan menjadi pucat. Cara Enrico menyebutkan namanya terasa begitu mengerikan. Entah bagaimana dia merasa pernah mendengar lantunan suara yang sama, memanggilnya seperti itu. Pelan, lembut, tapi menakutkan. 

Masih dengan terduduk, Francesca merayap mundur. Wajahnya pucat pasi sambil menatap ke arah Enrico. Pria itu terus memanggil namanya dengan nada mengerikan yang dia takuti. Francesca menutup telinganya dengan kedua tangan. Dia berteriak, menjerit pilu.

"Hentikan! Hentikannn! Jangan panggil aku seperti itu. Aku mohon hentikan!" gadis itu menjerit histeris. Dia terus berteriak-teriak agar Enrico berhenti memanggilnya seperti itu. Namun, pria dingin itu justru tertawa gembira melihat mangsanya ketakutan.

"Kenapa? Kau teringat sesuatu? Caroline memanggilmu dengan nada seperti itu? Kau ingat sekarang, bukan?" Enrico berjongkok dihadapan Francesca, meneliti raut wajah gadis itu.

"Tidak! Tidak! Aku tidak mengenal Caroline! Aku bukan anak Caroline! Hentikannn!" Jerit Francesca pilu. 

"Kakak! Hentikan menyiksa dirinya." Entah dari mana datangnya, tiba-tiba Leonardo sudah berada dibelakang Francesca.

"Aku tidak menyiksa dirinya. Kau lihat saja, apa ada bagian tubuhnya yang terluka?" Enrico berdiri sambil menggoyangkan tangannya.

"Kau membuat dia ketakutan." 

"Aku hanya memanggil namanya, tiba-tiba saja dia histeris," Jawab Enrico acuh. Pria itu dengan tanpa perasaan menatap Francesca yang masih duduk di lantai sambil terisak. Enrico menyimpan kedua tangannya kedalam saku celana.

"Nona, mari aku bantu kau kembali ke kamarmu." Leonardo membimbing Francesca untuk masuk.

Kedua orang itu berjalan melewati Enrico tanpa suara. Leonardo sempat menoleh dengan tatapan mata mengintimidasi kakaknya. Tekatnya sudah bulat, dia akan membawa Francesca pergi dari Castle ini. Menjauh dari sikap buas dan dendam Enrico yang membara. 

                              ❤❤❤❤❤

Ikuti i* author yuk untuk info cerita lainnya.

@taurusdi_author

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nelliawati
nggak gratis ya baca ceritanya.mask harus bayar
goodnovel comment avatar
Putry Aisyah
lah kok eror,blik lagi ke bab sblum ny
goodnovel comment avatar
Vivi Ana
Kata ny free knp bayar uA
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status