Share

Suasana yang akan dirindukan Suci.

"Mami …."

Niken menghela napas panjang, menjeda sejenak kalimat yang ingin dia sampaikan pada putera angkatnya yang tampan itu. Sebenarnya ada sesuatu yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya. Namun, karena semua orang tengah disibukkan dengan persiapan keberangkatan Queen dan Samudra, dia jadi menundanya.

Hal yang mungkin akan membuat Samudra merasa tidak nyaman dan merasa dikekang. Tetapi, Niken melakukan semua itu juga demi kebaikan bersama.

Samudra meletakkan cangkirnya ke meja, lalu menegur Niken yang tak kunjung bicara. "Mom, are you, oke?" Lantas mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan Niken.

Niken terkesiap, dan segera tersadar dari lamunannya. "Ah, hmm … Iya. Mami baik-baik aja," sahutnya sedikit terbata. Perempuan berkulit sawo matang itu lalu berdeham ringan. "Hmm … Begini, Sam. Ada yang mau mami tanyain ke kamu."

"Tanya apa, Mom?" Samudra menegakkan punggung, menatap serius lawan bicaranya yang juga nampak sangat serius. Tangan kanannya masih menggenggam tangan Niken, sementara tangannya yang lain memegang cangkir yang isinya tersisa separuh.

"Beberapa hari ini mami gak sengaja mergokin Queen curi-curi pandang ke kamu. Terus tadi waktu di rumahnya tante Suci, mami gak sengaja tabrakan sama Queen pas di depan pintu dapur. Dia kayaknya habis nangis. Tapi … Yang jadi pertanyaan, kenapa kebetulan banget pas habis kamu masuk dari sana, terus Queen nyusul masuk."

Niken berusaha bicara dengan hati-hati, tak ingin membuat Samudra merasa sedang diinterogasi. Sementara yang ditanya nampak memaksakan senyum, meskipun itu sama sekali tidak membantu menghilangkan rasa cemas dan takut yang ada.

Samudra harus menjawabnya dengan tepat, jika tidak mau sang ibu mengendus masalah antara dirinya dan Queen. Jangan sampai. "Masa, sih, Mom? Kok, aku gak tau, ya?" Senyuman kaku itu berganti dengan tawa sumbang, serta gerutuan di dalam hatinya.

Ingatan Samudra pun kembali pada adegan ciuman mendadak dari Queen. Dan itu sudah sangat jelas sekali, dampak yang diakibatkan; gelisah berkepanjangan, resah tak keruan serta tak berhenti menjilat bibir bawah. Rasa-rasanya, jejak manis yang ditinggalkan dari bibir Queen masih membekas di bibirnya. Ck!

Jika terus seperti ini, bisa-bisa Samudra tidak bisa mengendalikan perasaannya. Semua yang sudah dia lakukan akan sia-sia.

Jawaban Samudra tak mampu mengenyahkan rasa penasaran di hati Niken. "Kamu gak mau cerita ke Mami?" Bola mata Niken melebar, ketika sang anak justru menjawabnya dengan gelengan. Dia berdecak, lalu berkata lagi, "Mami tuh sebenernya curiga sama Queen. Kayaknya dia punya perasaan ke kamu, Sam."

"Mom, gak usah mengada-ngada, deh?" Samudera tertawa garing seraya mengibaskan tangan. Cangkir yang sedari tadi di genggaman dia angkat, lalu dia habiskan isinya.

Dari balik cangkir itu, diam-diam Samudra menatap Niken, sambil membatin, "Kenapa Mami tiba-tiba ngomong gitu, ya? Apa jangan-jangan Mami ngeliat waktu Queen nyium aku? Haiisshhh … Kenapa jadi ribet gini, sih?"

"Sam, dengerin Mami." Niken membenahi rambutnya yang sedikit berantakan akibat ulah Raka waktu di kamar.

Samudra lantas meletakkan cangkirnya, lalu melipat tangan ke meja. Dia mengangguk, menunggu apa yang hendak disampaikan oleh sang ibu.

Semoga ini tidak berlebihan, pikir Niken.

"Nanti waktu di Singapur, mami minta kamu jaga jarak, ya, sama Queen?"

Kening Samudra mengernyit. "Ja … uhin … Queen? Maksudnya?" Dia bahkan sampai harus mengulang kalimat itu, sambil menerka-nerka.

'Aku gak salah denger 'kan? Tadi Mami minta aku buat jauhin Queen. Itu artinya, aku disuruh jaga jarak.' Samudra berseru dalam hati.

"Bukan dijauhin. Tapi jaga jarak, Sam." Niken memeragakan dengan kedua tangannya yang dia tarik perlahan, merentangkannya.

"Kenapa, Mom? Kan, Sam diminta buat jagain Queen, mana mungkin Sam jauh-jauh dari dia? Yang ada nanti aku kena semprot sama Om Alex." Samudra menggeleng enggan, tidak setuju dengan permintaan maminya.

"Ya … Jangan jauh-jauh juga," ralat Niken, lalu menghela lelah, karena merasa bingung harus bagaimana menjelaskannya pada Samudra. "Kamu cukup pantau dia dari jauh, Nak. Queen itu suka sama kamu. Takutnya kalo kamu khilaf. Terus …."

"Astaga, Mom? Mami mikirnya kejauhan." Samudra memotong praduga Niken yang tak mendasar sama sekali. Mana ada seperti itu? Memangnya Samudra ini cowok gampangan? Dicium saja dia berhasil tidak membalas meski hal tersebut hampir membuatnya tidak waras. Ck!

"Ya … Kan, siapa tau aja, kamu tergoda sama dia." Niken lantas beranjak dan mengambilkan segelas air putih untuk Samudra. "Itu diminum dulu obatnya." Dia sodorkan gelas itu.

"Thanks, Mom." Samudra meminum obat penghilang rasa pusing di kepala.

Niken menghela pendek kemudian kembali duduk, lalu bertanya, "Kenapa tiba-tiba kamu pusing?"

"Gak tau, Mom." Pundak Samudra mengedik, menyandarkan punggung ke sandaran kursi lalu bersedekap. "Mami gak usah khawatir soal masalah itu. Sam yakin, Queen gak ada perasaan sama aku."

Berbohong sedikit demi kebaikan tidak masalah, bukan? Ini pun kali pertama Samudra berbohong pada maminya. Bukan apa-apa, dia hanya tidak ingin ibunya yang sedikit bar-bar itu menjadi kepikiran.

"Gimana, ya … Soalnya mami gak sekali dua kali mergokin dia curi-curi pandang sama kamu." Sebagai seorang perempuan, Niken pastinya lebih jeli dalam hal tersebut. Meski Queen belum berani terang-terangan di hadapan semua orang.

"Memangnya apa, sih, yang Mom takutin?" tanya Samudra, yang penasaran kenapa maminya itu begitu cemas.

Lagi-lagi Niken menghela gusar. Telunjuknya mengetuk-ngetuk tepi meja makan sambil menopang dagu. "Hmm … Mami bukannya takut. Bisa dibilang mami, tuh, gak mau kamu ngasih harapan sama dia. Seandainya dia sewaktu-waktu ngungkapin perasaannya. Mami kenal Queen itu dari dia masih bayi merah sampe segede itu. Queen itu cenderung keras kepala kalo udah pengen sesuatu."

Untuk yang satu itu Samudra pun mengangguk setuju. Queen memang agak keras kepala dan sedikit manja. Apa yang menjadi keinginannya sebisa mungkin harus dia dapat. Entah apa pun caranya.

"Sam bisa jamin kalo hal itu gak akan terjadi, Mom. Queen udah aku anggap kayak adik sendiri. Lagian, aku juga udah punya pacar, kok," aku Samudra, dan itu disambut dengan antusias oleh Niken.

"Eh? Kok, mami gak tau? Memang siapa pacar kamu?" Saking antusiasnya Niken sampai beringsut maju dan melebarkan kedua matanya.

Samudra tersenyum, lalu menjawab, "Mami kenal, kok, orangnya."

Alis Niken menaut. "Siapa?" Seingatnya, Samudra jarang membawa teman perempuan ke rumah, jadi wajar saja kalau dia tidak ingat.

"Janne, Mom." Raut Samudra berseri, dan agak tersipu-sipu.

"Jane? Maksud kamu … Jannet?"

"Yes."

☘️☘️☘️

"Bundaaa … Bun … Bundaaa …."

Seperti hari-hari biasanya, Queen selalu berteriak memanggil-manggil Suci begitu dia terbangun di pagi hari. Meminta bantuan sang bunda untuk mempersiapkan segala kebutuhannya. Hal inilah yang akan dirindukan Suci ketika nanti anak gadisnya itu tak lagi bersamanya.

"Iya, sebentar." Dari dapur Suci menyahut, lalu meminta Mis Mery melanjutkan pekerjaannya. "Mis, ini nanti kalo udah mendidih matiin aja kompornya. Mas Alex gak suka kalo terlalu mateng sayurnya." Suci melepas apron dari badannya, lalu menggantungnya di belakang lemari pendingin.

"Baik, Nyonya." Mis Mery meletakkan dua gelas susu cokelat untuk si kembar yang sudah siap. Kemudian, dia bergegas menuju ke depan kompor.

Sementara Suci meninggalkan dapur dan bergegas menuju kamar sang anak yang masih saja bersikap manja. "Suasana kayak gini yang nanti bikin aku kangen sama si kriwil," gumamnya sembari meniti anak tangga satu persatu.

***

bersambung …

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status