Gian masih termangu sambil memegang pipi yang baru saja dikecup Alicia. Namun, dia segera tersadar ketika kekasihnya memanggil lagi agar dia bergegas ke wahana kincir raksasa. Saat keduanya sudah berada di salah satu kapsul kincir raksasa, Gian mengamati Alicia yang asyik menatap panorama kota dan juga sesekali kepalanya menengok ke bagian bawah melihat pemandangan di bawah kincir sana. Setelah puas, Alicia mendongak ke Gian yang duduk di depannya. “Gian, kamu suka naik kincir raksasa begini?” “Suka. Tapi … ini adalah kali kedua aku naik hal seperti ini.” Gian sembari tersenyum kecut ketika mengatakannya. “Baru dua kali? Kapan saja?” Alicia tidak menahan rasa terkejutnya. Dia saja sudah puluhan kali naik kincir raksasa, tak hanya di Indonesia tapi juga kincir raksasa di wahana luar negeri jika dia berlibur dengan keluarganya. “Pertama, dengan ayahku saat aku berumur … mungkin 5 atau 6 tahun, aku agak lupa. Dan yang kedua adalah ini, denganmu.” Sekali lagi, senyum kecut itu muncul
Sudah belasan menit Gian bergelantungan di besi kincir raksasa menggunakan satu tangan sementara tangan lainnya memeluk Alicia yang menempel padanya seperti koala. Dia belum berhasil mencapai tempat untuk kakinya berpijak.Mungkin jika dia tidak membawa Alicia, dia dengan mudah bergelantungan dari satu besi ke besi lainnya seperti monyet pada dahan pohon. Tapi tentu saja dia tidak bisa begitu karena Alicia pasti akan menjerit ketakutan.Maka, yang bisa Gian lakukan hanya menggeser pelan, inci demi inci pegangan tangannya dengan cara dipantulkan perlahan-lahan. Itupun Alicia sudah mulai mengerang ketakutan tanpa berani memindahkan wajahnya dari ceruk leher Gian.Tak berapa lama, mobil pemadam kebakaran datang. Para petugasnya menatap ngeri ke Gian yang masih di atas berpegangan satu tangan pada besi.“Bocah! Tahan, ya! Kami segera ke sana!” Petugas pemadam kebakaran segera memanjangkan tangga untuk menggapai mereka, namun ternyata itu masih kurang panjang sehingga tidak menjangkau temp
Gian memberikan sangkalan ketika teman-temannya bertanya apakah dia berpacaran dengan Alicia. Dia dan Alicia memang sepakat untuk merahasiakan hubungan mereka dari teman-temannya agar tidak menimbulkan kehebohan.Selain itu, keduanya juga sepakat hanya akan menunjukkan kemesraan mereka di luar jam sekolah saja dengan kencan-kencan nantinya.Mendengar penyangkalan Gian, ada yang bernapas lega, ada juga yang masih mengerutkan kening karena belum yakin sepenuhnya.“Tapi, aku sungguh merasa Gian ini sangat hebat. Katanya kamu sampai hampir satu jam bergelantungan di atas kincir, yah Gian?” Imelda menatap penuh rasa kagum.“Oh itu, iya, he he ….” Gian menggaruk belakang kepalanya dengan sikap canggung.“Ya ampun, idolaku ini!” seru Sonia sambil memberikan tatapan memuja ke Gian. “Sudah ganteng, eh ternyata kuat pula! Benar-benar idola kesayangan!”“Lenganmu kuat sekali, ya ampun!” Emilia tanpa ragu memegang lengan Gian dan meremas-remasnya. Yang lain segera mengikuti tindakan itu, malahan
Seminggu berlalu, hubungan Gian dan Alicia baik-baik saja tanpa ada ketegangan atau friksi lainnya.Hanya saja, Gian semakin populer di sekolah. Surat cinta kian banyak diberikan untuknya entah secara diam-diam maupun terang-terangan. Dari siswi kelas 1 sampai kelas 3, semua ingin mendapatkan perhatiannya.Sebagai kekasih yang tidak terungkap di publik, Alicia benar-benar harus meluaskan samudera kesabarannya. Matanya harus diupayakan selalu sejuk setiap melihat para gadis terus menempeli kekasihnya.“Cinta, hati, dan perhatian aku hanya untukmu saja, kok Cia!” Gian kerap mengatakan ini setiap mereka bertemu di luar sekolah.Seperti malam ini, Gian pergi ke rumah Alicia untuk mengajak gadis itu makan malam. Karena dia pernah melindungi dan menyelamatkan Alicia dengan begitu dramastis di kincir raksasa, kedua orang tua Alicia tidak keberatan dengan kedatangan Gian setiap malam menemui Alicia.“Cia, malam ini ingin makan apa?” tanya Gian sambil menoleh ke samping ketika mereka sudah ber
Meski begitu, tetap saja Marsel merasa kaget sekaligus sakit ketika punggungnya mendapatkan sensasi setruman. “Arrghh!” Dia berteriak sambil menjauh dari Gian.Tatapan mata Marsel ganas ketika dia menoleh ke Gian. “Kau! Berani kau denganku, yah! Cari gara-gara dengan anak kampung ini, hah?”Pengunjung lainnya tidak mengambil peduli dengan apa yang sedang terjadi di meja Alicia. Entah mereka sungguh tidak peduli, atau takut terlibat saja.Marsel mengira, Gian membawa alat kejut listrik semacam stungun atau taser. Dia begitu marah dirinya dilukai dengan setruman.Dayat dan Alex ikut melotot ganas ke Gian. Mereka tak terima kawan mereka dipecundangi.“Tolong menyingkir dari sini, kakak-kakak sekalian.” Gian berkata pada ketiga pemuda itu. Setelah dia mengamati sekeliling dan mendapati sikap diam pengunjung dan pemilik warung, dia segera memiliki asumsi bahwa orang-orang di sini takut pada ketiga pemuda itu.Bisa jadi Marsel, Dayat, dan Alex sudah biasa mengganggu pengunjung di area ini,
Wajar bila Alicia takut, karena si kakak besar itu memang tak hanya sebutan saja melainkan tubuhnya juga besar dan kekar, penuh akan tato di semua lengannya, menambah seram penampilannya ketika hanya mengenakan kaos singlet begitu.Sementara, ketiga pemuda preman dan anak buah si kakak besar diam menanti pertunjukan menarik ketika pemimpin mereka akan menggilas Gian dengan benar.“Salam, Bos Gian!” Si kakak besar malah membungkukkan badan ke Gian. Benar-benar membungkukkan badan sampai 90 derajat dengan sikap tegas mirip seperti orang Jepang ketika memberi salam hormat kepada seseorang yang sangat dijunjung tinggi.Pemandangan itu tidak bisa diterima akal waras semua anak buahnya di sana, bahkan ketiga pemuda itu menangis darah di hati mereka. Kenapa kakak besar kebanggaan mereka malah bersikap demikian pada bocah yang bahkan lengannya saja berukuran sepertiga dari lengan kakak besar mereka?“Benu.” Gian mengucapkan sebuah nama.“Ya, Bos Gian!” Benu sekali lagi membungkuk hormat ketik
Keju dan cokelat kini dijadikan panggilan kesayangan antara Gian dan Alicia. Secara kebetulan, itu memang merupakan bahan makanan kesukaan masing-masing.Malam itu merupakan malam menyenangkan bagi pasangan kekasih tersebut. Meski mereka tidak bisa menampakkan kemesraan di sekolah, tapi kencan setiap malam merupakan solusi terbaik agar ikatan indah antara mereka terus bisa membara dan tak padam.“Coco, aku pulang dulu, yah!” Gian pamit ke Alicia ketika selesai kencan dan mengantar pulang gadisnya.Alicia mengangguk sembari mengulum senyuman. Kemudian dia berkata, “Kei, hati-hati di jalan, yah!” Setelah melihat Gian mengangguk, dia mendekat ke pemuda itu dan mengecup pipi Gian, lalu berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah tersipu malu.Gian termangu di atas motor dan kemudian terkekeh geli dengan sikap imut kekasihnya. Setelahnya, dia melajukan motor kembali ke jalan raya.Ketika motor Gian sedang berhenti di lampu merah, dia masih mengingat kencan hari ini bersama Alicia beserta ter
Pengemudi mobil terkejut bukan kepalang dengan tindakan Gian membuat penyok parah kap depan mobil. Apalagi saat Gian menghampirinya dan menyetrum dia hingga pingsan di kursi kemudi.Lantas, Gian membuka paksa pintu belakang mobil dan mendapati seorang lelaki dengan wanita muda yang pakaiannya sudah tak beraturan.“Siapa kau! Kenapa mengganggu kami!” Lelaki itu ketakutan melihat Gian yang ternyata sangat kuat dan bisa melumpuhkan ketiga anak buahnya.“Tak penting siapa aku. Yang terpenting, kau sudah melakukan hal buruk pada wanita itu.” Mata Gian sembari melirik wanita muda yang ketakutan di sudut kabin sana.Sepertinya lelaki jahat itu tak mau rugi dan mengeluarkan belatinya, hendak menjadikan wanita di sebelahnya sebagai sandera.Namun, gerakan Gian lebih cepat dan bergegas dia setrum lelaki itu hingga mengejang dan keluar busa dari mulutnya.Kini, semua lelaki jahat di mobil sudah ditaklukkan Gian. Dia berkata ke wanita tadi, “Nona? Kamu tidak apa-apa?”Wanita itu masih meringkuk k