Di halaman belakang rumah, Reina dan Widya menghindari konflik antara Dimas dan Adit. Sesungguhnya Widya ingin semua baik baik saja. Namun, ia sendiri tidak berdaya karena takut penyakit jantungnya kambuh.
Sementara, Reina merasa iba kepada Adit, ternyata sifat keras sang Ayah masih sama seperti dulu. Melihat mantan kekasihnya yang menunduk malu, ia tidak tahan. Ingin rasanya memeluk lelaki itu untuk menenangkan diri bahwa ia tidak perlu merasa malu atau tidak enak hati. Hanya saja itu tidak mungkin dilakukannya.
"Sekali lagi Tante minta maaf ya, Rei," ucap Widya tidak enak hati.
"Gak apa-apa, Tan, kan aku juga dari dulu sering lihat pertengkaran mereka," jawab Reina seraya memegang tangan Widya.
"Iya, kamu anak baik, selalu mengerti kondisi Adit." Widya tersenyum penuh rasa syukur bisa mengenal Reina.
Sementara di ruang tamu, Adit dan Dimas masih saling membisu, Dimas terlihat sangat kesal dengan anak semata wayangnya itu dan Adit, masi
Bel sekolah berbunyi, kegiatan belajar mengajar sudah usai. Seperti biasa, Adit dan Krisna mampir dulu ke studio band sekolah untuk bermain musik, mempunyai hobby yang sama membuat Krisna dan Adit cocok berteman."Sebentar lagi ada festival besar untuk tingkat pelajar antar sekolah, Dit. Mau ikutan gak?" Krisna terlihat antusias seraya memegang gitarnya."Ayo, siapa takut? Cari pemain yang lainnya gih, gue males nyariin," jawab Adit yang tingkat kepercayaan dirinya tinggi sekali saat berhubungan dengan musik."Gue suka gaya lo. Ok, gue cari, ya. Lo tinggal nyanyi aja pokoknya," ujar Krisna semangat.(Jreng jreng) Krisna memainkan intro lagu Nirvana yang berjudul Come As You Are, dengan fasih Adit langsung bersenandung menyanyikan lagu itu. "Come as you are, as you were. As I want you to be. As a friend, as a friend. As an old enemy," suara Adit begitu syahdu terdengar, sangat bagus, suara berat yang jantan membuat Ia terlihat memukau. Seketika perasaannya
Hari itu Adit terbangun di pagi hari, ia melihat ke arah jam dinding, pukul tujuh pagi, "sial, hari ini ikut papa ke kantor," batin Adit merasa kesal, mau tidak mau Adit harus mengikuti perintah Dimas jika masih ingin menikmati fasilitas milik Ayahnya itu, setidaknya sampai ia sukses di musik dan bisa menghasilkan uang sendiri. Adit merasa, sebentar lagi band Adam akan melejit mengalahkan band-band tenar lainnya, khayalannya sudah setinggi langit, ia bahkan sangat percaya diri akan berhasil. Adit segera bersiap untuk berangkat ke kantor, ia tidak ingin berlama lama disana, seribu alasan akan ia cari untuk segera pergi dari perusahaan Dimas. Setelah selesai mandi, telepon genggam Adit berbunyi, ia meraih benda pipih yang berada di dekatnya, dan melihat siapa yang menghubunginya, ternyata Dimas. "Halo," sapa Adit yang masih mengenakan handuknya. "Adit, sudah siap? Papa tunggu di kantor, ya," ucap Dimas memastikan anaknya datang. "Ok, Pa." Adit menutup t
Sore itu Adit sedang asik menikmati kopi hangat. Lagu dari Pearl Jam yang berjudul "Last Kiss" terdengar kencang diputar dari laptopnya. Sambil duduk di balkon apartment mewah milik ayahnya, Ia memandang ke langit sore yang agak mendung, namun matahari belum mau menghilang dari balik awan kelabu itu. Adit menengok ke arah jam dinding, dilihatnya waktu sudah menunjukkan pukul 16.35 sore. (Suaramusik) "Oh where oh where can my baby be ... the Lord took her away from me" Adit meneguk kopi hangatnya, "ah, mantap," gumam Adit sambil terpejam sesaat menikmati aliran pahitnya kopi melalui tenggorokannya. Tidak lama kemudian, terdengar suara gawai berdering. Sudut mata lelaki itu melirik ke arah benda pipih yang berada di sebelah cangkir kopinya, lalu ia meraihnya dan melihat sebuah nama tertera pada layar, Krisna "Halo," sapa Adit. "Dit, di mana, Lo?" tanya Krisna dengan nada mendesak. "Di ap
ADAM, adalah nama group band yang baru mereka bentuk, tapi talenta para personilnya sangat solid. ADAM dikenal orang berisi para pria penggoda kaum hawa. Mereka selalu tebar pesona saat beraksi di atas panggung. Personil ADAM terdiri dari Adit sebagai vokalis. Suaranya berat dan boleh disandingkan dengan penyanyi legendaris seperti Kurt Cobain atau Sting! Setiap manggung, semua penonton terbius oleh suaranya. Krisna tentu saja menjadi gitaris band. Kemahiran jemarinya memetik senar, memang luar biasa. Bayu, dia adalah drumer. Mempelajari keahliannya dengan otodidak, namanya cukup berkibar dan diperebutkan oleh band-band lain. Andra dan Danu, Keyboardis dan bassis, keduanya juga bukan asal bisa bermain, tapi sungguh mempunyai bakat dalam memainkan masing-masing alat musiknya. Kelima personil ADAM, orang-orang mengatakan mereka semua good looking, sangat mempesona ketika mentas. Namun, yang paling ganteng di antara personil lainnya adalah
"Dit, kalau udah gak betah ngeband sama kita, bilang aja. Gak usah kaya ngerendahin kita juga, kali," tegur Danu dengan nada gusar kepada Adit."Yang bilang udah gak betah siapa?Gue bilang kalau vocalisnya bukan gue, belum tentu keren. Kenyataannya gitu kok," sergah Adit sambil mengganti kaosnya yang basah oleh keringat."Udah ... udah, kita ditungguin pak Hendra dari label nih, yuk kita ke sana." Krisna mencairkan suasana yang agak panas.Mereka bergegas menemui Hendra yang datang memenuhi undangan Krisna. Dia membawa rekan kerjanya, seorang produser ternama, Guntur.Personil ADAM menyapa tamu undangan mereka sebelum ikut duduk bergabung di meja Hendra.."Halo, Pak. Terima kasih sudah menyempatkan diri datang ke sini." Krisna tersenyum ramah dan hormat.."Ah ya, terima kasih juga sudah berkenan mengundang. Oya, kenalkan ... ini Pak Guntur, yang akan menjadi produser ADAM kalau kerjasama kita bisa terj
Lelaki tampan itu dengan percaya diri meninggalkan teman-teman dan tamunya, kembali menghampiri gadis cantik yang menggoda hatinya. Jelas terlihat bahwa ia tidak ingin kehilangan kesempatan dari Tiara. "Sorry lama. Biasalah anak-anak itu gak bisa diandalkan kalau urusan meeting, gue harus terus turun tangan," ujar Adit dengan nada sombong. "gak apa-apa, Dit ...," jawab Tiara sambil tersenyum. Adit memesan kopi gula aren dan snack french fries setelah bertanya kepada Tiara untuk menambah pesanan, tapi gadis itu menolaknya. Tidak lama kemudian, waiter mengantarkan kopi gula aren dan kentang goreng pesanannya. Sambil menikmati minuman dan makanan ringan, mereka lanjut mengobrol dengan santai. "Daily life kamu ngapain aja, Dit?" tanya Tiara sungguh-sungguh ingin tahu. "Gue? Hm ... main musik, latihan, bikin lagu ... gak jauh dari musik sih," jawab Adit terlihat menerawang. "Seriously? Total banget kamu di mu
(9 tahun yang lalu) (Kriiing) Suara dering bel begitu nyaring terdengar ke seluruh sudut sekolah. Ditimpali suara kaki berlarian dari pintu masuk sekolah menuju kelas masing-masing. Adit sedang berjalan dengan santai dan tiba-tiba, Reina menabraknya tanpa sengaja dari belakang. Bruk! Reina terjatuh, beberapa buku yang ia pegang berhamburan jatuh ke lantai. "Gimana sih? Kalo jalan yang bener dong!" Adit menahan kekesalan karna gadis itu membuatnya terkejut. "Orang gue lari, lo ngalangin jalan!" Reina emosi sambil membereskan buku-bukunya yang terjatuh tanpa mempedulikan lelaki itu, ia masuk ke dalam kelas dan duduk di mejanya. Adit bingung, "kenapa perempuan itu yang lebih galak secara dia yang nabrak gue," batin Adit seraya ikut masuk ke dalam kelas lalu duduk tepat di belakang Reina. Suasana kelas tidak jauh dari kebiasaan murid-murid pada umumnya. Ricuh dengan suara riuh rendah. Saling melempar kertas sementara ada yang t
Adit merasa tertekan mendengar kalimat ayahnya. Memang sampai detik ini, ia masih menikmati uang dan segala fasilitas dari lelaki itu, termasuk apartmen yang ditempatinya saat ini. Namun, sebagai anak, ia tidak menyangka jika Dimas akan berlaku kasar, sampai melayangkan tamparan untuk menyakitinya. Pemuda itu meyakini bahwa ancaman orang tuanya untuk menghentikan seluruh fasilitas hidup padanya, hanya sebuah gertakan semata. Karena tidak ada orang tua yang tega menelantarkan anaknya demgan alasan apapun. Saat terbangun pagi harinya dengan semua masalah yang bergelayut di pundak pemuda itu, setelah melewati tidur dalam kegelisahan, tangannya terulur meraih laptop. Ia membuka email dan mendapat beberapa pesan baru. Salah satu pesan yang menarik perhatiannya adalah pesan yang dikirim oleh label. "Wah, kontrak rekaman!" Adit cukup terhibur melihat pesan itu. Dibacanya dengan teliti satu per satu pasal-pasal perjanjian antara band dengan label tersebut, tida