"[Cabut laporan atau kamu tidak akan melihat Niken lagi!]"Aku sangat kaget membaca pesan dari nomor yang tidak ku kenal.Tubuhku seketika gemetar, kaki ini sudah tidak sanggup lagi menapak di lantai. Seakan luruh persendianku membaca pesan tersebut.Namun aku sangat yakin bahwa yang menculik Niken adalah mas Rama.Segitunya dia untuk membebaskan ibu dan adiknya, sampai-sampai anak kandungnya sendiri di korbankan.Aku berlari mencari keberadaan kak Ayu. Tadi katanya mau menjemput Niken di sekolah. Kaki ini terus melangkah ke kamar untuk mencari keberadaan wanita berkulit putih itu. Ternyata kak Ayu sudah siap-siap mau berangkat ke sekolah."Kak ... Niken, Kak." Kak Ayu menoleh sesaat ke arah aku. Dia sibuk memakai pelembab tabir surya di sekitar wajah dan juga tubuhnya."Kenapa Niken, Nes." Tanya kak Ayu. Kak Ayu berhenti sebentar aktivitasnya."Ini ..." dengan tangan gemetar kusodorkan ponsel ke tangan kak Ayu. Seketika wajah kak Ayu berubah pucat setelah membaca isi chat tersebut.
"Rumahnya sudah laku. Saya yang beli." Suara itu seperti pernah aku dengar tapi aku lupa siapa pemilik suara tersebut."Bagas?" Tanyaku. Antara percaya dan tidak, aku bisa berjumpa dengan sahabat lama. Ya dia adalah Bagaskara, sahabat aku semasa dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum. Dari kelas 1 Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum, aku selalu ditakdirkan satu kelas dengannya."Apa kabar, Nes?" Tanyanya seraya mengulurkan tangan kanan untuk bersalaman denganku. Setelah bersalaman Bagas mengambil kursi yang berada di dekatku, dan mendudukinya. Jarak antara kami berdua dipisah oleh meja tempat menyimpan minuman tang sudah di hidangkan oleh yang punya warung."Baik, Gas. Bagaimana cerita kamu bisa membeli rumah mantan suamiku?" Tanyaku penasaran. Tidak ada yang berubah dari lelaki berambut ikal tersebut. Mungkin yang berubah dia sekarang lebih putih dan bersih. Dan yang pastinya semakin ganteng. "Jadi Rama itu mantan kamu, Nes?" Bukan menjawab pertanyaanku, Bagas malah
"Ma, Niken ikut pulang sama Mama ya? Niken tidak mau ikut dengan Papa!" ucapnya lirih.Aku mencium pipi Niken secara bertubi-tubi. Hati ini sangat bahagia bisa bertemu kembali dengan darah daging yang aku kandung selama sembilan bulan itu. Kudekap erat tubuh mungilnya dan tidak ingin kulepaskan lagi. "Iya, Nak. Niken pulang sama Mama ya? Besok kita berlibur ke mickey holiday ya sayang? Mama janji akan mengikuti semua keinginan kamu. Yang penting Niken jangan ninggalin Mama lagi ya, sayang?" Ujarku."Nanti Bude juga ikut ya, Nak. Kita berlibur bersama." Kak Ayu juga ikut menenangkan hati malaikat kecilku."Boleh, Bude. Besok kita sama Om Raka juga kan Ma?" Aku hanya mengangguk saja tanda setuju. Untuk sekarang, diri ini tidak berani menolak permintaan Niken. Lagian kalau pun Raka ikut berlibur, bagiku tidak ada masalah karena ada kak Ayu dan bang Imran yang ikut serta. Jadi pasti aman dari fitnah tetangga."Ayo pulang, Ma! Niken rindu masakan Mama." Niken bersemangat dan minta turun d
Saat ini jarum jam sudah menunjukkan di angka tujuh malam. Sebentar lagi aku akan ke club malam dikota sebelah bersama Andi dan Agus. Biasalah, kami akan melakukan transaksi disana. Kami akan menjual barang haram ini kepada pemilik club malam yang telah aku hubungi sebelumnya."Dek, Mas mau keluar sebentar, ya. Ada pekerjaan yang harus segera Mas selesaikan." Pamitku kepada Siska.Tidak lama kemudian Siska keluar dari kamar, istriku ini tidak pernah membiarkan suaminya keluar sendiri tanpa dia antar, sekurang-kurangnya sampai depan pintu."Mas sendirian? Apa perlu adek kawani?" Tanyanya seraya merapikan kemejaku yang sebenarnya sudah rapi dan tidak perlu untuk dirapikan lagi. Begitulah wanita bermata sendu itu, selalu saja memberi perhatian sekecil apapun kepadaku."Tidak perlu, Dek. Disana laki-laki semua. Mas gak mau istri Mas dilihat oleh lelaki lain," ujarku sambil mencubit lembut hidung mancung Siska."Tapi kata Mas nanti disana sendirian. Makanya Adek minta ikut. Mana yang bena
Belum sempat transaksi yang kami lakukan selesai, tiba-tiba satu mobil polisi mengepung rumah ini dan mereka sampai ke lokasi dengan sangat cepat, seolah-olah tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres terjadi di rumah ini."Jangan bergerak, kalian sudah dikepung." Petugas yang terlibat dalam penangkapan mengenakan seragam lengkap, dengan peralatan keamanan seperti rompi anti-peluru dan senjata api. Ekspresi wajah mereka serius dan fokus, menunjukkan kewaspadaan mereka terhadap situasi yang berbahaya."Kalau kalian melawan, kami tembak!"Kami merasakan udara menjadi dingin ketika pistol yang ditodongkan oleh polisi itu mengarah ke arah kami, seolah-olah sudah berada di ambang kematian."Angkat tangan kalian." Salah satu petugas mendekati dan memeriksa seluruh bagian tubuh ini. Tidak lama kemudian tangan ini sudah di borgolnya. Begitu juga yang terjadi pada kedua sahabatku."Sepertinya kita di jebak." Ujar Andi berbisik.Mata kami melihat ada sesuatu yang janggal dalam rumah ini."Bagas?
Hari ini kami berlibur untuk sekedar menghilangkan luka dihati putri semata wayangku.Barang-barang yang telah kami persiapkan sebelumnya telah dimasukkan ke dalam mobil oleh Raka dan bang Imran.Kami berangkat liburan setelah melaksanakan salat zuhur. Terlihat jelas rona bahagia di wajah anakku.Sepanjang jalan, diiringi lantunan musik anak-anak membuat Niken bernyanyi dengan penuh semangat. Walaupun hanya Niken dan Aqila yang menjadi penumpang di dalam mobil, tetapi para orang dewasa dalam mobil, tetap saja memutar lagu anak-anak dan kami semua menikmatinya. Aqila merupakan sepupu Niken atau tidak lain merupakan anak dari kak Ayu.Lagu anak-anak yang diputar merupakan lagu di tahun 90an, membuat yang tua ini kembali bernostalgia ke masa itu.Sekali-kali Raka ikut menyanyikan lagu, tidak lupa bang Imran dan kak Ayu, suasana bahagia menyelimuti perjalanan kami. Terlihat sekali kegembiraan di raut-raut wajah polos mereka.Sekitar satu jam perjalanan sudah kami tempuh. Anak-anak sudah
"Belum tidur, Nes?" Tiba-tiba aku dikagetkan dengan kehadiran Raka. Lelaki itu hari ini nampak sangat ganteng, memakai kemeja kotak-kotak dengan lengan digulung."Belum, Ka. Belum mengantuk." Jawabku tanpa menoleh ke arahnya. Aku tidak mau menatap Raka yang jelas semakin hari semakin mempesona saja. "Kamu sendiri kenapa belum tidur juga?" Aku balik bertanya."Belum ngantuk juga, Nes. Aku terbiasa tidur kalau sudah tengah malam. Semenjak ditinggal istri dan anakku, mata ini susah untuk terpejam. Jadi sering begadang." beber Raka panjang lebar.Kasian juga aku lihat sahabat ku ini. Tapi beruntung sekali jadi istri Raka ya. Disayangi suami sampai sudah meninggal pun, masih diingat terus.Seandainya aku di posisi istri Raka, mungkin aku lah wanita paling bahagia di dunia ini. Namun apalah daya, takdirku bersuamikan Rama. Manusia tidak punya hati."Sudah konsultasi ke psikiater atau psikolog, Ka?" Tanyaku khawatir."Sudah. Gak ada kemajuan karena diri ini susah move on. Berapa pun obat ya
"Om Raka kan sudah besar. Sudah bisa menjaga diri, jadi buat apa Mama ikutin kemana saja om Raka pergi?" Tanyaku pada bocah tujuh tahun itu."Iya juga sih. Tapi kasian sama om Raka, Ma!" ujar gadis kecilku dengan wajah memelas."Kasian kenapa? Om Raka baik-baik aja kok." ujarku menghibur. "Om Raka tidak punya siapa-siapa di dunia ini." ujar anakku menghiba, entah apa maksudnya ngomong begitu."Itu om Raka." teriakku seraya menunjuk ke sosok lelaki jangkung yang sedang mengobrol dengan seorang nelayan."Om Raka!" Teriak Niken spontan saja Raka melihat ke arah kami seraya melambaikan tangannya."Ma, Niken kesana ya?" Pamit Niken tanpa menunggu izin dari mamanya dia berlari menyusual Raka.Kulihat rona bahagia pada dua manusia beda generasi tersebut. Mereka berdua seperti ayah dan anak yang saling merindukan.Mereka berdua bermain water boom sampai puas sebelum pulang. Aku juga bahagia melihat Niken menjadi ceria lagi, semoga saja dia sudah melupakan semua kejadian buruk yang telah meni