"Kau akan menyesal Romeo Van Diora, karena menolak tawaran baik dari aku?" ucap Liam Sein dengan nada mengancamnya.
Raven tersenyum sinis.
"Tidak ada kata menyesal dalam sejarah hidup aku soal bisnis," balas Raven kentus.
Kedua tangan Liam terkepal dengan kuat. ia pergi dengan membanting pintu kantor.
Kuatnya bunyi dari pintu menganggu Silver Jong yang sedang bermain game. kepalanya menoleh ke arah Raven.
"Tuan, waktunya pulang."
Raven mengerutkan dahinya, ia melihat jam tangan yang menunjukan jam 4 sore.
"Ok, tapi aku harus mampir ke salah satu tempat dulu dan kau yang jadi supir!" perintah Raven yang menarik jasnya yang di atas kursi CEO.
Silver Jong menutup laptop dan memasukkan ke dalam tas, ia segera berjalan di depan Raven untuk memantau situasi yang di anggap membahayakan Raven.
"Tuan, besok dan seterusnya. izinkan aku di di sisi anda," ucap Silver Jong.
Raven menaikan kedua alis matanya. saat ia duduk di s
Rayyan berjalan mendekati ketiganya."Apa yang di katakan oleh Reihan benar, lebih baik kamu segera menemui Ruster. daripada bercecok dengan ayahmu," saran Rayyan yang berusaha memisahkan keduanya.Reina melihat kanan dan kiri."Han, kau mengusir anak aku?" tanya Reina yang tidak terima dengan sikap Reihan."Tidak Sayang, aku tidak mengusirnya. hanya saja menantu kita sejak tadi mencari Raven naik turun tangga. apa kamu tidak kasihan dengan menantu kita yang gelisah?" jelas Reihan yang menarik Reina ke dalam pelukan.Reina berusaha mengingat-ingat apa yang tadi di lakukan oleh Ruster. ia mendongakkan kepala dan menatapi Reihan yang meluknya."Maafkan aku Han," ujar Reina lirih."Aku selalu memaafkan mu," balas Reihan yang memperat pelukannya.Raven malas melihat kemestraan orang tuanya. memilih menaiki anak tangga satu persatu. ia masuk ke dalam kamar dan melihat Romeo tertidur lelap dengan tubuh setengah telanjang dan Ruster t
"Sana mandi," ucap Ruster dengan wajah kesal.Dengan malas, Raven melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi. sebelum ia masuk kedalam, kepala Raven sempat keluar untuk mengintip Ruster."Honey, apakah kamu baik-baik saja. aku panggilkan Devan Holland ke sini saja, bagaimana?" tanya Raven yang masih tidak ada niat untuk mandi."Ven, aku baik-baik saja. lebih baik kamu segera mandi dan apa hanya perasaan aku saja. bajunya kenapa sepertinya sangat baru?" balas Ruster yang memicingkan keduan matanya dengan tangan berkacak di pinggang.DegJantung Raven berdetak kencang, ia takut Ruster curiga dengannya. sehingga Raven segera masuk ke dalam kamar mandi dan bergegas melepaskan semua pakaianya. tak lupa ia menghidupkan air shower untuk membuat bajunya basah. untuk menghilangkan kecurigaan Ruster."Ven?" saut Ruster yang berjalan ke arah kamar mandi dan mengetuk pintunya berkali-kali."Ada apa?" tanya Raven yang sudah melepaskan semua p
"Jangan memasang wajah seperti itu di depan aku," ucap Raven dengan nada mengancamnya."Huh," gerutu Romeo mencibikkan bibirnya."Ini bukan waktunya main, apa kamu tidak lihat istri kita sangat bahagia memasak? aku ingin tahu, kenapa kau lalai menjaga Ruster hingga ia muntah?" cercah Raven dengan pertanyaan tak bersahabatnya.Romeo menatapi Ruster yang memasak dengan bersenandung lalu ia melihat ke wajah Raven yang tenang serta mengeluarkan hawa menakutkan. ini bukan pertama kalinya, Romeo melihat tampang wajah setan Raven."Aku akui, kali ini kecolongan. tapi aku ingn setiap pelayan di sini di data ulang lagi," balas Romeo yang sudah serius.Raven menaikan pandangan matanya ke arah Romeo. pandangan setajam mata elang dan menusuk."Cari tahu, siapa yang tidak beres. sebelum aku turun tangan," ucap Raven yang memotong kentang seperti memotong badan manusia yang berhianat.Romeo menelan ludahnya dengan gugup. ia selalu heran dengan Rave
Raven melirik kepada kedua ayahnya yang jahil."Meo lebih baik kau segera memakai kaos," saran Raven."Ngak, lagian habis makan aku langsung mandi. jadi tidak perlu namanya kaos lagi," tolak Romeo yang malas bergerak. karena ia tahu, dirinya sedang di kerjain oleh kedua ayah mesumnya."Biar aku saja yang ambilin," tawar Ruster.Raven dan Romeo langsung menghentikan langkah Ruster."Jangan," tolak Romeo."Tapi..." ragu Ruster."Duduk kembali ketempatmu!" perintah Raven tegas.Ruster duduk kembali ke tempatnya, matanya menatapi Romeo yang menyantap makanan malam dengan santai."Perutmu sakit?" tanya Raven yang mebyadari Ruster belum menyentuh makanan."Tidak, aku sedang berpikir. apakah Romeo tidak kedinginan?" balas Ruster."Aku... kedingin? tentu saja tidak," balas Romeo terkakah terkikih yang dapat siraman air dari Rayyan."Sekarang sudah dingin?" tanya Rayyan dengan wajah marahnya."Heh," ba
"Iya Sayang," balas Romeo yang langsung membuka pintu kamar mandi.Mata Ruster menatapi badan Romeo yang berbusa dan semakin menurun ke bawah. wajahnya tetiba memanas dan ia juga melihat Raven di bak mandi yang sedang beredam di sana."Mau mandi bersama-sama?" tawar Romeo dengan hati berharap."Tidak," tolak Ruster halus."Kenapa?" ujar Romeo sedih."Aku bisa jadi santapan kedua serigala lapar, bahaya sekali."Romeo terkekeh, ia berjalan selangkah untuk keluar dari dalam kamar mandi. tangisan Time membuat langkah Romeo terhenti."Aku harus menyusui Time. bye," pamit Ruster yang melarikan diri secepatnya.Romeo mengusap wajahnya dengan kasar. ia kembali ke dalam kamar mandi untuk membersihkan busa di seluruh tubuhnya."Rencanamu sepertinya tidak di restui tuhan," cibir Raven yang sudah selesai beredam air hangat."Pasti kena sumpahmu," balas Romeo yang menarik handuk dan melemparnya ke arah wajah Raven yang mirip d
Raven dan Romeo yang sudah selesai menganti pakaian lebih rapi. walau masih mengenakan pakaian casual yang mirip satu sama lain.Ruster berlari kecil ke arah keduanya. ia menampakan senyuman manis di hadapan Romeo dan Raven."Apakah anak aku juga seperti kalian berdua, suka memakai pakaian yang mirip?" tanya Ruster dengan pertanyaan yang mencerminkan wajahnya yang lugu.Raven menahan tawa, demikian juga Romeo."Ya tergantung sikap mereka sih," balas Romeo akhirnya. karena kasihan melihat mata Ruster yang mengenang di mata."Tapi biasanya sih selalu kompak mirip," timpal Raven yang merangkul pinggul Ruster untuk segera berjalan."Aku kagen sama mereka berdua," ucap Ruster akhirnya."Aku juga sama, kita semua merindukan dua bocak nakal itu. tapi sekarang kita akan menemanimu kemanapun," ucap Romeo yang berjalan di samping Ruster.Ruster menatapi wajah Romeo dengan tatapan lembut.Ketiganya berjalan bersama-sama ke arah pak
Romeo berapa kali menatapi wajah kembaranya yang berkerut dalam. yang menandakan Raven sudah tidak sanggup berdiri lama lagi di tempat antrian."Ven, kau pergi beli minuman saja. aku di sini bersama dengan Ruster," ucap Romeo yang ingin membantu Raven terbebas dari aroma bau badan manusia yang super bau."Ha!?""Sepertinya antrian masih panjang, aku tidak bisa meninggalkan Ruster sendirian di sini. jadi sekalian beli cemilan juga," lanjut Romeo mengusir."Kenapa harus aku?" protes Raven tidak terima. karena ia bukan pelayan Romeo."Ven, kau kan yang paling tahu seluk beluk taman ini. pasti mudah bagimu, jika harap aku? kamu yakin Ruster tidak akan kelaparan duluan?" alasan Romeo yang semakin memojokkan Raven.Raven terdiam, ia berpikir apa yang di katakan oleh Romeo memang ada benarnya. jika mengharapkan Romeo, bisa-bisa sampai matahari tengelam. makanan tidak kunjung datang ke area antrian. ingatan masa kecil Raven berputar di benaknya. ia
Wah, kau bisa makan di restoran cepat saji juga?" cibir Liam sinis.Mata Raven melirik ke arah Vio. ia tersenyum miring yang membuat Vio mendesis ketakutan. karena ia tahu siapa pria di depannya yang mempunyai hawa sedingin dewa kematian yang menyesap ke dalam tubuhnya.Vio segera pamit dengan alasan ke toilet. Liam yang tidak curiga menyetujui Vio untuk pergi.di area toilet, Vio memilih untuk kabur terbirit-birit dari restoran cepat saji yang bernama KFC. ia tidak ingin mati di tangan Raven Van Diora. karena pria yang di tepuk bahunya oleh Liam, bukanlah Romeo Van Diora. melainkan calon petinggi keluarga Van Diora yang akan mengantikan Reihan Van Diora yang selama ini mengantur dunia hitam."kenapa Raven bisa di sini?" batin Vio yang menepuk dadanya yang berdetak dengan kencang di salah satu kafe ice cream. untuk menenangkan diri.Vio tidak menyadari ada yang sedang mengawasinya sedari tadi."Orang itu?" tanya Aelin."Ya, dia sedang