Share

Rasa Kecewa Yang Begitu Mendalam

Di dalam kamarnya Karina gemetar ketakutan karena mendengar suara ayahnya yang sangat marah dengannya sampai dirinya pun tersentak kaget ketika mendengar suara pintu terbuka lantaran mengira bahwa yang masuk ke dalam kamar adalah ayahnya, namun ternyata Livia.

Livia kembali mengunci pintu kamar itu, lalu menghampiri Karina yang duduk di tepi ranjang. Saat itu wajah Karina memang tampak pucat setelah muntah-muntah.

“Karin, apa benar kamu hamil dengan Robi?” tanya Livia pada adiknya itu.

Karina bungkam dan tak berani membalas tatapan mata kakaknya.

“Jawab Kakak, Karin!” seru Livia memaksa.

“Iya!” sahut Karina kemudian memalingkan wajahnya dari tatapan sang kakak.

“Astaga, Karin….” Livia pun terduduk lemas mendengar pengakuan dari Karina barusan yang membuatnya benar-benar kecewa.

Karina merebahkan tubuhnya diatas ranjang, lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

“Kakak keluar saja, aku ingin sendiri!” ucap Karina mengusir Livia keluar dari kamarnya.

Sebenarnya Livia merasa kecewa, kesal dan ingin sekali memukul Karina namun ia tidak mau percaya begitu saja dengan pengakuan yang tiba-tiba saja keluar dari mulut adiknya tersebut.

“Aku harus cari tau yang sebenarnya!” gumam Livia dalam hatinya ketika baru saja keluar dari kamar Karina.

Sampai malam hari suasana rumah masih tegang karena perbuatan Karina. Livia melihat Herdinan duduk menyendiri diruang tengah dengan wajah yang begitu suram, sementara Ratih sedang menanti salah seorang pembantunya yang pergi membeli alat tes kehamilan di apotek.

“Bu…” Livia menghampiri Ratih di dapur.

Ratih menoleh pada Livia dan memperlihatkan raut wajahnya yang basah dengan air mata. Livia menjadi sedih melihat kondisi kedua orang tuanya saat itu dan perasaan kesal pun kembali mencuat di dalam hatinya terhadap Karina.

Tak lama kemudian Ratih mendapatkan alat tes kehamilan yang sudah sedari tadi dinantinya.

“Ibu gagal mendidik adikmu, Livia!” ucap Ratih kembali menangis karena merasa sangat kecewa terhadap Karina dan dengan cepat Livia memeluknya disana.

“Apa yang terjadi pada Karin bukan kesalahan Ibu!” ucap Livia pada Ratih sambil menangis.

Tengah malam ponsel Karina bergetar, ia melihat satu panggilan telepon dari Robi. Dengan cepat Karina menjawabnya dan berbicara dengan suara pelan nyaris berbisik.

“Sayang, pertandinganku sudah mau dimulai! Kenapa kamu belum datang? Apa kamu tidak mau menyemangatiku lagi?” tanya Robi dari lokasi balapan motornya.

Karina melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.

“Sayang, kamu dengar yang kubilang tidak?” tanya Robi lagi.

“I-iya, aku akan segera kesana!” sahut Karina tak ingin membuat Robi kesal padanya.

“Baiklah, aku tunggu ya!” ucap Robi kemudian mengakhiri sambungan telepon.

Karina melompat turun dari ranjang tidurnya dan memastikan bahwa kondisi tubuhnya baik-baik saja setelah merasa sakit perut dan muntah tadi siang. Karina cepat-cepat mengenakan pakaian yang bagus dan memberikan sedikit riasan makeup diwajahnya kemudian membawa tas, lalu beranjak untuk pergi namun saat membuka pintu kamarnya sosok Livia berdiri dihadapannya.

“Mau kemana kamu?” tanya Livia dengan raut wajahnya yang tampak marah.

“Mau lihat Robi balapan motor!” jawab Karina seakan tak ingin menggubris raut wajah Livia.

Tanpa berkata apa-apa Livia segera mendorong Karina kembali masuk ke dalam kamar. Karina merasa kesal dan mulai memberontak, namun hal itu sama sekali tidak diperdulikan oleh Livia.

“Ambil ini!” seru Livia memberikan Karina sebuah alat tes kehamilan yang ia ambil dari Ratih secara diam-diam.

“Besok pagi aku ingin melihat hasilnya!” sambung Livia lagi kemudian berlalu dari kamar Karina, lalu menguncinya dari luar.

Karina ingin sekali menggedor dan berteriak pada Livia agar tidak mengurungnya di dalam kamar malam itu lantaran dirinya masih saja bertekat untuk pergi melihat balapan liar yang dilakukan Robi, namun ia tetap saja tidak berani membuat keributan di tengah malam itu.

Karina kembali menatap alat tes kehamilan yang diberikan Livia kepadanya, ia duduk disisi ranjang dan berpikir sejenak.

“Ck, rencanaku bisa gagal nanti!” Karina menggerutu kesal sembari melemparkan alat itu diatas ranjang.

Keesokan paginya sebelum keluarganya bangun, Karina sudah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, ia meminta salah satu pembantu dirumahnya untuk membuka pagar. Karina pun pergi ke sekolah menaiki motor yang diberikan ibunya sebagai kado ulang tahunnya.

Mendengar suara motor dari halaman depan Ratih pun terbangun, ia melihat Herdinan masih tertidur disampingnya dan tidak membangunkan suaminya itu lantaran terus terjaga semalaman memikirkan masalah yang dibuat oleh Karina.

“Siapa yang pergi naik motor pagi-pagi sekali begini? Apa Livia?” gumam Ratih seraya turun dari ranjang tidurnya.

Ratih mencari alat tes kehamilan yang ia simpan di lemari, namun tidak menemukannya.

“Perasaan aku simpan disini semalam!” gumam Ratih terus mencari tanpa mengetahui bahwa Livia telah mengambilnya.

Sementara itu Livia yang juga baru saja terbangun segera pergi ke kamar Karina, disana ia tidak menemukan adiknya tersebut.

“Ck, kemana lagi anak itu?!” Livia berdecak kesal dan melangkah keluar dari kamar itu, lalu berpapasan dengan Ratih.

“Livia, kamu lihat alat-”

“Sudah aku berikan pada Karina semalam dan ingin melihat hasilnya pagi ini, tapi Karina tidak ada di kamarnya!” ucap Livia mengakui perbuatannya semalam.

Ratih pun langsung teringat dengan suara motor yang ia dengar ketika bangun tidur. Ratih segera pergi menemui pembantunya di dapur dan mengetahui bahwa Karina pergi dengan mengenakan seragam sekolah.

“Dimana anak kurang ajar itu?” tiba-tiba saja Ratih mendengar suara Herdinan yang juga terbangun dari tidurnya.

“Dia pergi ke sekolah.” jawab Ratih.

“Sepagi ini?” tanya Herdinan lagi dengan raut wajah penuh curiga.

“Mungkin hari ini jadwalnya piket kelas, makanya dia berangkat lebih pagi!” sahut Livia berupaya untuk membela Karina di depan sang ayah.

“Anak itu benar-benar kelewatan! Inilah hasilnya kalau kalian selalu membelanya ketika dia membuat kesalahan!” Herdinan pun memarahi Ratih dan Livia yang memang selalu membela Karina ketika membuat kesalahan. Ratih dan Livia hanya bisa diam ketika Herdinan memarahi mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status