Share

HEY DUDA, I LOVE YOU
HEY DUDA, I LOVE YOU
Penulis: Widya Pratiwi

Aku Hamil!

“Dari mana kamu?” langkah kaki seorang gadis bernama Karina mendadak berhenti ketika mendengar suara sang ayah yang sedang memergokinya pulang di pagi hari, namun saat itu Karina bungkam dengan wajahnya yang tertunduk karena ketakutan.

“Jawab Karin!!!” teriak Herdinan membuat Karina terkejut setengah mati dan rasa takut pun semakin menjadi-jadi.

Ratih yang sejak semalam sangat khawatir pada putri bungsunya itu segera turun dari lantai atas setelah mendengar suara teriakan suaminya yang berasa dari arah dapur, begitu pula dengan Livia yang tidak tidur semalaman karena turut mengkhawatirkan adiknya.

“Karin, dari mana kamu jam segini baru pulang? Kamu juga tidak pamit saat pergi semalam!” tanya Ratih yang akhirnya dapat bernafas lega setelah melihat putri bungsunya kembali dalam keadaan baik-baik saja.

Karina melirik Livia yang berdiri di samping Ratih saat itu, ia berharap sang kakak mau membantunya agar terhindar dari amukan sang ayah, namun sayang Livia pun tak bisa berbuat apa-apa karena juga takut pada ayah mereka.

“Jawab!!!” teriak Herdinan lagi membentak Karina.

“Dari rumah teman…” jawab Karina berbohong.

Herdinan semakin kesal dan segera menarik Karina keruang tengah, ia menghempaskan tubuh putri bungsunya itu diatas sofa. Apa yang dilakukan Herdinan pada Karina pagi itu cukup membuat Ratih dan Livia takut, mereka tak ingin Herdinan main tangan kepada Karina.

“Semenjak kamu mengenal laki-laki urakan itu, kamu jadi pintar berbohong bahkan kamu berani keluar tengah malam tanpa izin dan pulang pagi seperti ini!” kekesalan Herdinan semakin menjadi-jadi.

“Robi tidak seperti yang ayah-”

Pllaaakk!!!

Ratih dan Livia terkejut melihat Herdinan akhirnya main tangan kepada Karina.

“Mas!” Ratih memekik pada Herdinan untuk menyadarkan apa yang telah diperbuat oleh suaminya tersebut.

“Lihat! Dia semakin berani membela laki-laki urakan itu di depanku!” Herdinan benar-benar membenci Robi karena merasa Robi memberikan dampak buruk untuk Karina.

Karina yang merasa tak terima di tampar oleh sang ayah kemudian bangkit dari sofa, lalu pergi masuk ke kamarnya. Saat itu Karina tak perduli dengan omelan yang keluar dari mulut ayahnya.

Livia masuk ke dalam kamar dan melihat Karina menangis diatas ranjang tidur. Perlahan Livia mendekati Karina dan duduk disampingnya.

“Coba lihat pipimu!” pinta Livia pada Karina.

Karina pun lantas menunjukkan pipinya yang baru saja menerima tamparan dari Herdinan.

“Tidak merah… berarti ayah tidak bersungguh-sungguh menamparmu!” ujar Livia sembari tersenyum.

“Sakit tau!!!” celetuk Karina dengan wajahnya yang sembab.

“Kapan sih ayah akan merestui hubunganku dengan Robi?” Karina pun menggerutu.

“Sepertinya tidak akan pernah, karena Robi memang bukan lelaki yang baik!” sahut Livia yang begitu paham karakter sang ayah.

“Kakak sama saja seperti ayah!” celetuk Karina lagi.

“Ayo mandi sana, aku akan mengantarmu ke sekolah!” kata Livia pada adiknya itu.

“Tidak mau... aku ngantuk!” sahut Karina kembali merebahkan tubuhnya diatas ranjang.

“Kau ingin bolos sekolah? Nanti ayah marah lagi!” ujar Livia mengingatkan Karina.

“Biarkan saja!” sahut Karina seolah tak perduli.

“DIA TIDAK BOLEH KELUAR RUMAH SELAMA SEMINGGU, MENGERTI KALIAN!!!” suara teriakan Herdinan kembali terdengar dari ruang tengah.

Livia menatap Karina yang tidak bergeming diatas ranjang itu.

“Apa kamu dengar itu Karin?!” sambung Livia lagi.

“Huh, menyebalkan!” lagi-lagi Karina menyeletuk dengan kesal.

Siang harinya Livia yang baru saja pulang dari kampusnya melangkah ke ruang makan, lalu menyapa Herdinan yang sedang duduk untuk makan siang bersama seperti biasanya, namun ia tidak melihat sosok Karina disana. Dengan sikapnya yang sangat pengertian Livia pun pergi ke kamar Karina.

“Ayo turun, kita makan siang bersama!” Livia mengajak Karina.

“Tidak mau!” Karina masih mempertahankan egonya padahal saat itu ia sedang kelaparan.

“Ya sudah, kalau kau ingin mati kelaparan disini!” ujar Livia hendak beranjak pergi.

“Kak, aku lapar!” rengek Karina manja kepada Livia.

“Makanya ayo pergi keruang makan… ayah dan ibu sudah menunggu kita!” ajak Livia lagi.

“Aku takut sama ayah!” celetuk Karina.

Livia menyeret Karina ikut keruang makan bersamanya dan sesampainya disana ia melirik kepada Herdinan yang tampak acuh pada Karina. Diruangan itu mereka makan bersama, namun kali ini tidak dibarengi dengan obrolan santai seperti yang mereka lakukan seperti biasanya.

“Aduh, kenapa perutku rasanya tidak enak begini, ya?” gumam Karina dalam benaknya.

Lalu tiba-tiba….

“Hhooowweeekk!!!”

Semua orang terperanjat melihat Karina ingin muntah. Karina berlari ke kamar mandi, disana ia mengeluarkan makanan yang baru saja masuk ke dalam mulutnya. Ratih yang merasa khawatir lantas menghampiri putri bungsunya tersebut.

“Karin, kamu kenapa, Nak?” tanya Ratih pada Karina sembari memijat-mijat kuduknya.

“Entahlah, Bu… perutku rasanya tidak enak!” jawab Karina pun mengeluh.

Herdinan yang masih duduk diruang makan lantas melirik Karina yang baru saja keluar dari kamar mandi bersama Ratih.

“Ini akibatnya kalau keluar tengah malam dan pergi bersama laki-laki urakan itu!” ujar Herdinan menyindir Karina.

Karina merasa kesal karena sang ayah selalu menghina kekasihnya.

“Aku hamil!” ucap Karina dengan suaranya yang cukup lantang.

Sendok yang semula di dalam genggaman Herdinan pun lepas begitu saja diatas piring, ia benar-benar terkejut mendengar ucapan Karina begitupula dengan Ratih dan Livia.

“Aku hamil dengan Robi!” ucap Karina lagi ternyata membangkitkan amarah sang Ayah.

“Dasar anak kurang ajar!!!” teriak Herdinan hendak memukul Karina lagi, namun Livia berhasil menangkap tangannya.

“Ayah, jangan pukul Karin lagi!” pinta Livia pada Herdinan.

Tak ingin Karina dipukuli lagi oleh Herdinan, Ratih pun segera membawa Karina masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya.

“Anak kurang ajar itu harus di kasih pelajaran!!! Beraninya dia hamil dengan lelaki urakan itu!!!” teriak Herdinan mengejar hingga ke depan pintu kamar Karina.

Tanpa sepengetahuan Herdinan, Ratih memberikan kunci kamar Karina kepada Livia.

“Mas, kamu jangan teriak-teriak seperti itu, nanti tetangga kita bisa mendengar dan tau kalau Karina hamil!” Ratih berupaya untuk menenangkan Herdinan, lalu membawa suaminya itu pergi dari sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status