“Mana ada pencuri di rumah sendiri!” Tama berkata sambil menangkap tangan Riti yang menempel di dadanya. Ia gemas, tapi tidak mungkin memarahinya. Sementara Riti kesal, yang dikatakan Tama memang benar bahwa, semua yang ada di rumah itu adalah miliknya, tapi pria itu sudah mencuri privasinya. Meskipun begitu, sekarang ia tahu ke mana saja pria itu menghilang, dan kenapa ia tidak pernah muncul di kamar. Rupanya Tama sudah asik dan sibuk dengan dunianya sendiri, hingga tidak membutuhkan dirinya lagi. “Lepas!” Riti berusaha melepaskan tangannya.“Duduklah, katakan padaku apa yang membuatmu menangis?” Tama bertanya sambil merangkul bahu Riti dan membawanya duduk kembali. Di sana hanya ada satu kursi, mau tidak mau Riti duduk di atas pangkuan Tama.“Aku tidak menangis!” Riti mengelak tuduhan seolah dirinya cengeng, padahal, ia yakin tidak ada yang melihatnya menangis tadi.Detak jantungnya berpacu lebih kencang dua kali, sedangkan suasana semakin canggung.Tama melihat wajah Riti s
“Bukankah kamu sendiri yang menolaknya, Yuna?” “Ahk! Ayah! Jangan salahkan aku terus!” Yuna menangis, ia sadar kalau Tama melindungi istrinya.Baik Yuna, Kiran maupun Marhen, sudah melihat beberapa akun orang yang menayangkan kejadian di toserba. Hal ini menjadikan mereka ragu tentang kebenaran informasi tentang Tama.Selain itu, pusingan yang menjelekkan Riti juga hilang dengan sendirinya, padahal, Yuna merasa tidak pernah menghapusnya. Ia yakin semua bukan kebetulan, tidak ada orang yang menjadi baik dengan tiba-tiba, kecuali ada pemicunya. Namun, hanya akun Jojo, yang menayangkan kejadian di toserba secara seimbang. Waktu itu, Jojo memang pergi, tapi ia meminta video dari satu orang yang merekam secara lengkap dan ia pun menayangkannya.“Lihat dan tonton sampai selesai, karena jawaban dari kebenarannya ada di akhir video!”Video yang di buat oleh Jojo sudah ditonton sampai jutaan kali dan semua orang memberi komentar yang beragam. Ada yang mendukung Riti, ada yang kasihan p
Suasana terasa sepi saat Riti ke luar kamar, dengan penampilan sudah rapi. Ia berkeliling rumah untuk mencari Tama dan mengucapkan terima kasih padanya. Riti berhenti di ruangan monitor yang kemarin sempat ia masuki, tapi Tama tidak ada. Ia pun duduk dan mengamati layarnya, untuk mencari Tama dari dalam ruangan itu saja. Namun, sekian lama menunggu tapi tidak ada pergerakan dari orang yang dicarinya, membuat Riti hampir putus asa. Sementara ia harus segera bekerja.Namun, manakala Riti hendak beranjak, ia melihat Tama membuka sebuah pintu, dari salah satu layar monitor. Lagi-lagi pintu itu menyerupai semak merambat di dinding. Pria itu bersama beberapa orang berbadan kekar dan tampak mereka sedang berlatih ilmu bela diri. Mereka saling memukul sambil memberikan beberapa teknik dan saling menjatuhkan lagi. Riti tahu sekali beberapa tehnik itu karena ia sering berlatih beberapa jurus untuk membela dirinya sendiri. Namun, sejak tinggal di rumah Tama, ia tidak pernah berlatih lagi ka
“Aku tidak mau! Kamu belum mandi!” “Apa aku bau?” Tama berkata sambil mengendus bahunya. Riti mengamati pria itu dan memikirkan semua bagian yang tadi sudah diciumnya, hingga ia tersenyum menyeringai lucu dan menggelengkan kepalanya. Tama tidak bau, walau ia berkeringat. Entah berapa banyak parfum yang ia semprotkan pada tubuhnya itu. “Tapi, aku tetap tidak mau sarapan!” kata gadis itu sambil melihat jam kulit yang setia dipakainya sejak masa kuliah. “Aku sudah terlambat!” katanya lagi, “Aku akan sarapan di kantor saja!” Riti berlari ke luar, sebelum Tama mencegahnya. Ia tidak menghiraukan panggilan Sima yang sudah menyiapkan sarapan untuknya. Tama membiarkan wanita itu pergi dan ia duduk di meja baca sambil mengaitkan jari-jarinya dan termenung untuk beberapa lama. Ia tahu Riti tidak punya uang, ia masih sabar menunggu sampai kapan pun gadis itu mau bertahan. Ia bukan pemaksa dan ia tidak mau seorang gadis tersiksa karena dirinya. Setiap kali melihat Riti, entah kenapa
Riti memikirkan segala kemungkinan, jika memang gedung ini dalam kekuasaan Tama atau Dion, maka ia akan bekerja di tempat lain. Sebab, bekerja dengan orang yang tidak akrab itu membosankan.Tiga wanita itu sampai di ruang kepala SDM. Riti mengenali orang bernama Gani itu sebagai seorang yang pernah bersama Wendy, ketika ia masuk kerja pertama kali. Ia menunduk hormat pada pria berusia matang itu, sambil mengambil kotak nasi.“Terima kasih, Pak!” katanya sopan. Pria itu mengangguk ramah pada semua anak buah Wendy, seraya bernapas lega. Ia belum tahu ada hubungan apa sang Bos dengan pegawai baru yang dinilainya biasa saja. Meskipun, komentar Wendy tentang gaya busananya lumayan bagus, tapi Riti bukanlah perempuan kalangan atas. Gani dan Wendy tidak berani menebak terlalu jauh tentang, siapa Riti sebenarnya dan apa hubungannya dengan Tama. Lagi pula tidak ada di antara mereka yang berani bertanya. Sementara ini, keadaan aman, Bos besar mereka jarang hadir kecuali sekali-kali saja d
“Ya, aku tahu, aku pilih ini saja!” kata Riti, sambil memegang satu model, dengan warna paling lembut di antara gelang lainnya.“Pilihan yang bagus! Aku doakan, siapa pun suamimu, kalian akan hidup bahagia selamanya!” “Terima kasih doanya! Oh ya, aku akan membayarnya begitu aku punya uang, Nena!” “Jangan sungkan! Itu tidak masalah selama kamu membayar!”Nena pergi setelah barangnya laku, meskipun hanya satu dan belum dibayar, itu tidak masalah sebab mereka akan sering bertemu. Ia akan menagihnya kalau gajian sebab Riti pasti punya uang. Riti kembali ke ruangannya dan makan dengan kenyang. Lalu, ia kembali bekerja sampai waktunya pulang. Ia bertemu dengan Marhen di halaman parkir saat menunggu Jasin datang.“Apa yang Ayah lakukan di sini?” tanya Riti, ia heran bagaimana Marhen bisa tahu kalau dirinya bekerja di sana.Marhen berdiri di samping mobilnya, dengan senyum menyeringai. Ia sengaja menunggu anaknya setelah jam kerja usai. Ia hampir memeluknya, tapi gadis itu menjauh d
Setelah menghapus air mata, Riti mengambil sebuah celengan berbentuk guci. Masih ada sisa uang di dalamnya dan ia akan menggunakannya untuk membayar gelang pasangan yang ia beli pada Nena. Ia akan memberikan gelang itu pada Tama sebagai hadiah ulang tahunnya.Ia merasa bersalah telah menggunakan uang dari Tama untuk memberi hadiah pada Leri padahal, pria itu tidak pernah menghargainya.Riti biasa menabung kalau punya kelebihan uang, tapi ia juga—suka melubangi bagian bawahnya—guna mengambil kembali uangnya. Kalau sekarang ia mengambil dari lubang itu, Jasin akan menunggu terlalu lama. Itu celengan tanah milik kakek yang ia temukan begitu menempati rumahnya. Riti membawa benda itu di tangannya. Setelah mengunci pintu rumah, ia langsung berlari ke arah mobil yang pintunya sudah terbuka. “Apa itu, Nona?” tanya Jasin seraya menutup pintu setelah Riti duduk. Tentu saja ia sudah melaporkan semuanya pada Tama, tapi tidak dengan benda aneh yang dibawa istri majikannya. “Ini harta Ka
Riti segera bangkit dari duduknya, begitu melihat rapat itu bubar dan ia menyelinap ke ruangan lain di sebelah pintu ruang monitor. Ia tidak ingin ketahuan kalau dirinya mengamati aktivitas Tama dari ruang pribadinya. Dari tempatnya berdiri, Riti melihat beberapa teman Tama yang berjalan melewatinya sambil berkelakar satu sama lain. “Kapan kamu akan memperkenalkan ratumu dan mengumumkan pernikahanmu pada semua orang?” tanya salah seorang di antara mereka. “Ya, jadi kamu tidak perlu menghentikan rapat hanya karena ada masalah dengannya!” kata yang lainnya. “Aku pikir lebih baik dia disembunyikan saja, dari pada kamu harus menanggung risiko lebih besar kalau diketahui banyak orang!” “Hai! Itu benar dan kita tidak perlu rapat terlalu lama!” “Sebaiknya dia perlu ikut rapat dengan kita biar lebih seru, kalau dia bertingkah lucu!” Semuanya tertawa mendengar celotehan yang terakhir, tapi mereka tidak melihat bagaimana raut wajah kesal Tama hingga pria itu menegur mereka. “Ke