Hantaran Diminta Kembali Rizal berjalan melewati tempat parkir klinik itu. Klinik yang tidak besar dengan beberapa dokter spesialis praktek bersama dengan fasilitas lengkap. Sudah ada ruang radiologi, laboratorium, IGD, apotik tersedia dalam satu tempat. Bagaimana bisa klinik baru bisa selengkap itu. Karena Rizal juga punya saham yang besar di sana. ACA Group pun membuat klinik itu mejadi tujuan fasilitas kesehatan bagi semua karyawannya. Tak lain semua karena campur tangan Rizal dan ACA Group yang menjadikan klinik itu besar dalam waktu singkat. "Ada yang bisa saya bantu?" Seorang gadis cantik menyapa Rizal dengan wajah ramah di meja pelayanan konsumen itu."Saya mau menemui dokter Hendra Baskara," Jawab Rizal tegas. "Saya Rizal, pasien dokter Hendra," sambung Rizal lagi. Tak lama gadis itu segera menelpon, sementara Rizal hanya berdiri menunggu dengan bosan. Rizal menyebut namanya agar ia lebih mudah mendapatkan ijin untuk bertemu dengan dokter sekaligus manager rumah sa
Hantaran Diminta Kembali Lila termangu memegang alat tes kehamilan yang diberikan Aiza kemarin. Entah kenapa adik iparnya itu sangat yakin dirinya hamil. "Tes aja, Mbak. Nih, aku membawa satu alat tes kehamilan di tasku,"Aiza berkata sambil mengulurkan tespack pada Lila. Lila segera mengambil dan menyusupkannya pada saku celananya. "Darimana mbak yakin kalau aku hamil?" tanya Lila ragu-ragu."Aku lihat mbak Lila agak gemukan, bentuk badan juga beda, gitu," ucap Aiza yakin. "Aduh aku gemuk, ya? jelek, dong!"seru Lila sambil meraba pipi. Aiza meneguk ludah, ia merasa telah salah bicara. Seharusnya ia tidak membahas masalah ukuran badan pada sesama wanita. Tentu saja Lila tiba-tiba menjadi sensitif."Bukan, maksudku beda gitu, lo!" Aiza meralat ucapannya tapi tampaknya Lila sudah percaya dengan ucapan Aiza yang pertama. Dan kini Lila masih termangu di kamar memegang tespacknya. "Bagaimana jika beneran hamil?"Lila meremas tangan resah. Bagaimana jika Rizal meragukan k
Hantaran Diminta Kembali Lila tidak banyak bersuara. Ia hanya beberapa kali melirik Rizal yang asyik mengemudi tanpa bicara sama sekali. Raut wajah pria itu terlihat muram meski ia menyatakan bahagia karena kehamilan Lila. Inikah ujian yang harus mereka terima lagi setelah teror Selvi berhenti. "Sepertinya ada tamu!"Lila berkata ketika melihat sebuah motor yang sedang terparkir di halaman rumah mereka. "Itu Bapak sama ibu!" seru Lila dengan riang melihat bapak dan ibunya sudah duduk di bangku teras itu. Rizal memasukkan mobilnya langsung ke garasi. Bapak menghampiri dan membantu Lila keluar dari mobilnya. "Kalian dari mana?" tanya Ibu Ia menyongsong mereka yang baru menapakkan kaki di beranda rumah itu. "Dari rumah sakit, Bu!" sahut LilaWanita itu segera menyambut tangan sang ibu."Apa kakimu masih sakit?" Ibu bertanya dengan nada khawatir. Lalu tatapannya beralih pada Rizal yang baru muncul sambil memakai tas selempang berwarna pink itu. Mata ibu tertuju pada tas mi
Hantaran Diminta Kembali Rizal menghenyakkan tubuh di sofa empuk itu. Matanya langsung terpejam dan tangannya terkulai begitu saja. Ia merasa badannya begitu lelah seperti tak bertenaga.Lila mendekat dan menatap iba. Ia berjongkok dan melepas sepatu Rizal. Pria itu terkejut, spontan menarik kakinya dan segera bangkit."Kamu jangan jongkok-jongkok begitu, apa nggak sakit perutnya?" Rizal menarik kedua tangan istrinya dan mengajaknya duduk di sampingnya.Rizal melepas sepatunya sendiri dan membiarkannya begitu saja. "Sudah makan hari ini?" tanya Rizal Ia sambil menatap Lila lekat-lekat."Sudah," sahut Lila singkat. "Tadi siang aku makan spagetti bikinan Putri, enak banget!" lanjut Lila bersemangat. "Kamu mau?" Rizal seketika menelan ludah ketika Lila menyebut nama makanan itu. Terbayang bentuknya, rasa kenyalnya dan seolah ia telah mencium aroma oregano yang membuatnya mual. Putri datang membawa secangkir kopi panas. "Buatkan aku jeruk peras saja, ya, perutku mual!" pinta
Hantaran Diminta Kembali Lila menyilangkan tangan di dada, sambil menatap sosok yang masih bergelung selimut itu. "Mas! Jadi nggak?" seru Lila kesal. Rizal bergumam tak jelas. Matanya juga tidak terbuka."Sayang!" Lila berseru sekali lagi. Rizal membuka matanya yang berat, mengerjap ketika melihat Lila menarik kasar selimutnya. "Udah jam sembilan masa masih ngantuk aja, sih!" Lila melempar selimut itu kesal. "Kenapa jadi marah-marah melulu, sih," gerutu Rizal kesal sambil bangkit. Ia tidak berdiri tapi hanya duduk di ranjang dengan wajah mat setengah terpejam.Lila diam sambil memalingkan muka, menyadari tingkahnya terlalu berlebihan. Ia seharusnya toleran karena suaminya yang sedang mengalami sindrom cauvade itu. Ia tentu lebih menderita mengalami morning sick setiap hari. Sedangkan Lila bisa santai, segar bugar tanpa merasakan apapun. "Kamu, kan sudah janji mau mengantar beli pizza di warung," ucap Lila dengan nada merajuk. Wajah galaknya berganti menjadi cemberut."
Hantaran Diminta Kembali Selvi masih tertawa terbahak-bahak bersama para wanita se-gangnya itu.Suara ke tiga wanita itu begitu riuh hingga mengundang tatapan pengunjung lain yang merasa terganggu atas ulah mereka."Aku nggak membayangkan bagaimana kagetnya wanita udik itu saat menerima bill!" Selvi berkata sambil menutup mulut. Ia melirik ke arah Lila dengan sinis, tapi wanita itu tak menghiraukannya sama sekali."Wanita itu pasti menyesel seumur hidup," Teman wanitanya berkata sambil tergelak. Hanya Elsa yang tampak tak berani terlalu banyak bersuara. Karena ia tahu Rizal masih tetap aman menjalani masa jabatannya. Tawa mereka seketika terhenti, saat melihat Rizal tampak berdiri setelah mengulurkan tip pada waitress. Rizal juga masih terlihat menenteng beberapa kotak pizza yang dibawa pulang. "Ayo kita pulang!" Selvi berkata sambil melambai pada waitress itu. "Buru-buru amat, sih!" Elsa tergesa meraih cangkir minumannya. "Aku penasaran mau naik apa mereka pulang nanti," u
Hantaran Diminta Kembali Selvi merasa sedikit berdebar ketika menyadari Rizal dan Lila menatapnya. Rasanya ia belum bisa benar-benar melupakan pria tampan itu meski seribu pria siap mendampinginya menjadi pengganti. Hatinya masih cemburu dan sakit saat melihat ternyata telah berpaling darinya. Bukan Rizal yang ia benci, tapi ia justru sangat membenci wanita yang bisa merebut Rizal saat ini.Pasangan itu kini berjalan semakin mendekat. Terbayang peristiwa di restoran pizza yang cukup membuatnya malu. Rasanya seumur hidup ia tidak akan melupakan itu. Lila dan Arizal tampak tenang, tidak seperti Selvi yang tampak jengah ketika pasangan itu mendekatinya."Kita ketemu lagi," gumam Rizal begitu mereka berhadapan. Pria itu sudah menunjukkan wajah yang tak ramah.Tampak Lila menyenggol Rizal, memberi tanda agar suaminya itu tidak mencari gara-gara dengan Selvi. Wanita itu melihat gerakan Lila, ia menatap Lila dengan mata sinis. "Kau selalu sok bersikap seperti malaikat untuk di ha
Hantaran Diminta Kembali Sepanjang jalan Lila hanya diam dan melamun. Ucapan ibu di telepon tadi pagi membuatnya sedih. Semua berawal dari rencana ibu yang ingin membuat acara tiga bulanan kehamilan Lila di rumah ibu. "Nggak usah, Buk. Acara pengajiannya dilakukan di rumah mas Rizal saja, karena Mas Rizal ingin mengundang teman-temannya di acara syukuran nanti,"kilah Lila menolak dengan halus rencana ibu. "Kenapa kalau di rumah kita?" sergah ibu."Apa kamu malu membawa teman kerja Nak Rizal ke rumah?"Nada suara ibu terdengar emosional. Lila terkejut mendengar reaksi ibu yang berlebihan. "Kamu bahkan sudah jarang pulang sejak tinggal di rumah suamimu!" ucapan ibu membuat Lila bersedih. Ia memang sudah lama tidak pulang. Padahal mereka tinggal dalam satu kota saja dan lama tak saling berkunjung. Banyaknya peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini, juga jadwal pekerjaan Rizal yang padat disusul acara mengidam Rizal yang merepotkan, membuat Lila mengesampingkan rasa kangennya