"Minggir, Om! Aku kebelet!"Alana sama sekali tidak peduli dengan cara Leo menatap tubuh seksinya. Dengan langkah sempoyongan, Alana mendorong tubuh Leo yang menghalangi jalannya masuk ke dalam kamar mandi."Alana!" teriak Leo. Leo segera berpaling dengan tangan menutup rapat wajah kagetnya. Bagaimana tidak kaget? Setelah Alana mendorong dan memaksa masuk, gadis itu dengan tenang dan cueknya menurunkan celana dalamnya dan langsung duduk di atas closed. Bukan hanya cuek, wajah Alana pun dihiasi senyum tipis, senyum lega, pada akhirnya sesuatu yang membuat perutnya sakit keluar. Namun, mata Alana masih tertutup.Leo hanya bisa mendengus kesal melihat tingkah konyol keponakan sekaligus istrinya di saat mabuk. Dalam hati dia berjanji tidak akan pernah membiarkan Alana menyentuh minuman beralkohol lagi, apalagi sampai mabuk."Bagaimana kalau dia mabuk saat tidak bersamaku? Mau jadi apa anak itu?" gumamnya kesal sembari mengeringkan rambut dan memakai pakaian.Sembari menunggu Alana keluar
"Maaf, Tuan. Wanita itu terlalu lihai mengendarai mobil dan mengecoh kami.""Kalian yang terlalu bodoh!" bentaknya lagi. Bahkan satu tamparan mendarat pada wajah dua pria yang telah gagal menjalankan perintah yang diberikan pada mereka. "Mengatasi dua wanita lemah saja, kalian tidak becus!" sambungnya dan terus memaki."Tuan, wanita yang bersama wanita itu bukan wanita biasa. Dia pernah memenangkan kejuaraan mobil balap," ucap salah satu pria memberanikan mengangkat wajah, lalu kembali tertunduk setelah berbicara. Tubuhnya gemetar dan siap menerima satu tamparan lagi karena sudah berani menjawab."Pembalap katamu?" "Benar, Tuan. Dari informasi yang kami dapat, wanita itu pernah memenangkan kejuaraan balap mobil, tapi karena orangtuanya tidak mengijinkan dia menekuni olah raga ini, makanya dia meninggalkan dan memilih bekerja di Perusahaan Angkasa," imbuh yang lain membenarkan informasi yang dikatakan temannya."Sial!" Pria itu semakin marah.Di dalam persemb
"Lepaskan dia!" Melihat Alana disekap dan diikat oleh Ferdi, Leo tidak bisa menahan diri untuk terus bersembunyi sembari menunggu polisi datang. Bersama Damian, dia datang layaknya pahlawan yang siap menyelamatkan sang pujaan hati."Eeee! Eeee!" Melihat Leo dan Damian datang, Alana memberontak sembari memekik. Namun, karena mulutnya dibungkam menggunakan lakban, pekik Alana tidak terdengar jelas. Meski memberontak sekuat tenaga, semuanya akan sia-sia juga karena kedua tangannya diikat ke belakang, begitu juga dengan tubuh dan kakinya diikat menyatu dengan kursi."Ha! Ha! Ha!" Ferdi tertawa dengan keras dan lantang.Kedatangan Leo sudah diduga dan pria itu telah mempersiapkan segalanya. Karena dia yakin, Leo tidak mungkin tidak datang untuk menyelamatkan Alana. Ferdi bertepuk tangan beberapa kali. Tidak lama beberapa pria kekar datang mengepung mereka."Leo, berhati-hatilah!" lirih Damian sembari mengedarkan mata waspada pada beberapa pria itu.Meski tampak seperti tidak menanggapi p
"Karena kamu dan dia telah mengusik milikku, maka kehancuran adalah karmamu," ucap Leo sembari menahan rasa sakit luar biasa pada luka tembaknya.Leo menekan dadanya sendiri untuk meminimalkan darah yang keluar."Om?" Alana khawatir dan cemas melihat Leo semakin terhuyung menahan sakit."Kali ini kamu yang hancur, Ferdi. Setelah ini, Barca yang akan hancur," ucap Leo lagi.Bibirnya tersenyum puas, meski kesakitan. Melihat Ferdi hancur adalah impiannya. Dia hanya tinggal menunggu kabar kehancuran Barca. Baginya, siapa pun yang berani mengusik Alana, maka tidak ada kata ampun darinya.Ternyata bukan hanya Ferdi yang terkejut mendengar perkataan Leo, Alana pun terkejut. Ternyata pria tua yang mereka hadapi adalah ayah Barca. Pantas saja saat melihat pertama kali, Alana merasa tidak asing dengan wajah Ferdi. Namun, yang paling mengejutkan adalah Leo melakukan semua ini karena dirinya, untuk dirinya. Leo melakukan pembalasan atas penghinaan yang telah Barca lakukan padanya."Om." Alana lan
"Alana!" Suara lirih memanggil namanya, namun sang pemilik nama tidak mendengar."Alana!" Sekali lagi suara itu terdengar, tapi tetap tidak mendapat respon sehingga Leo hanya bisa melihatnya dengan lirikan tipis karena yang terlihat di matanya hanya kepala bagian belakang Alana. Dia ingin menyentuh dan membelai rambut Alana. Namun, tangannya sangat sulit dan sakit untuk digerakkan, sedangkan tangan lainnya yang sehat sedang berada dalam genggaman Alana. Bahkan menjadi bantalan kepala gadis itu.Meski sudah diperingatkan agar istirahat oleh Damian dan dia yang akan menggantikan menjaga Leo, ALana tetap tidak mau. Hingga akhirnya gadis itu merasa lelah dan tidur sembari duduk dengan kepala tergeletak di atas bed dengan tangan masih menggenggam tangan Leo."Leo?" Damian kaget.Damian baru saja keluar karena ada panggilan telepon dan saat masuk, tiba-tiba melihat Leo telah membuka mata dan berusaha menggerakkan tangan untuk menyentuh kepala Alana."Hust!" Leo meminta Damian memelankan s
"Alana, apa yang kamu lakukan?""Tidur denganmu," jawab Alana dengan gayanya yang manja.Leo kaget, tiba-tiba Alana naik ke atas bed yang sempit, mendorong tubuhnya supaya bergeser untuk memberinya tempat. Bukan hanya itu saja, Alana bahkan langsung memeluknya. Gadis itu bersikap seolah-olah mereka sedang berada di dalam kamar, di dalam rumah mereka sendiri. Padahal sekarang mereka sedang berada di dalam ruang perawatan rumah sakit. "Alana, kamu bisa tidur di sofa bed," ucap Leo.Meski meminta Alana tidur di sofa bed, tapi tubuhnya tetap bergeser dengan sedikit menahan sakit pada luka operasinya yang diperban."Tidak mau. Aku mau tidur bersamamu," tolak Alana terus meminta Leo bergeser.Damian menempatkan Leo di ruang perawatan berkelas. Bahkan ruangan itu memiliki sofa bed dengan tujuan agar Alana bisa istirahat juga. Bukan hanya sofa bed saja, bahkan ruang perawatan itu dilengkapi dengan pantry dan sofa tamu. Fasilitasnya tidak kalah dengan kamar hotel."Alana, ini sempit sekali! Sa
"Setelah keluar dari rumah sakit, kamu tidak boleh memikirkan pekerjaan dulu! Kamu harus istirahat!" ucap Alana sembari membereskan barang-barang."Aku bukan sakit kronis, Alana. Tubuhku sehat. Lagi pula ini hanya luka kecil, tidak masalah." Alana memutar poros leher menoleh dan memberi Leo tatapan tajam melekat."Kalau tidak mau menurut, maka tidak usah keluar dari rumah sakit! Tetap di sini sampai kamu sembuh!" serunya tidak main-main.Leo berdecak kecil mendengar kebawelan Alana. Hanya saja dia tidak mau menanggapi lagi karena urusannya akan panjang kalau dia tidak patuh."Om?" Alana kembali menatapnya lekat."Iya, iya. Aku akan istirahat sampai lukanya sembuh sesuai dengan perkataanmu, Nyonya Leo," jawab Leo tidak berdaya."Begitu lebih baik." Alana tersenyum senang. Terlebih karena Leo memanggilnya 'Nyonya Leo'. Hari ini dokter sudah memperbolehkan Leo pulang, makanya Alana membereskan barang-barang dan pakainnya. Satu jam lagi Damian akan datang menjemput dan mereka akan langs
"Ini apa?"Alana bingung saat seorang kurir memberikan paket padanya, padahal sama sekali tidak merasa memesan barang atau apa pun."Paket untuk Anda, Nona.""Tapi aku tidak membeli barang online," ucap Alana belum mau menerima paket itu."Anda memang tidak memesannya, Nona, tapi seseorang yang membeli untuk Anda," ucap kurir itu.Alana masih tidak mau menerima dan dia tidak akan mudah percaya. Apalagi beberapa hari lalu Leo telah melakukan sesuatu yang besar pada keluarga Ferdi, ayah Barca, mantan kekasihnya. Bahkan sempat tersebar gosip diluaran sana kalau Leo adalah dalang dari semua kehancuran keluarga itu. Meski Leo dan Damian telah melakukan konferensi pers bahwa semua rumor itu tidak benar, tetap saja dia harus menjaga diri dan waspada."Nona, saya masih banyak barang yang harus dikirim, tolong segera terima!" ucap kurir sedikit memaksa.Melihat keseriusan dan kegelisahan kurir di hadapannya, Alana merasa iba dan kasihan. Hanya saja dia masih sangsi dan ragu untuk menerima bara