Suara pecahan kaca menggema , membuat Lucian menoleh ke arah Leanna. "Leanna, kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir, mendekatinya dengan cepat. Dia menatap dengan tatapan khawatir. Leanna menatap pecahan kaca di lantai dengan ekspresi penyesalan. "Maaf, Paman. Aku tidak sengaja melakukannya. Kepalaku pusing dan tanganku tiba-tiba menjadi lemas. Aku akan membersihkannya," ucapnya dengan suara pelan. Lucian menahan tangan Leanna ." Biarkan aku melakukannya!" Saat Lucian membersihkan pecahan kaca, Leanna berdiri diam di tempatnya, merasa cemas. "Paman, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud membuat kekacauan." Lucian menatap Leanna dengan senyuman lembut. "Tidak apa-apa. Selama kau tidak terluka. Tetaplah di sofa sampai aku membersihkannya." Leanna mengangguk. Dia memandang Lucian yang sedang mengambil pecahan kaca itu. " Setelah ini, kita akan pergi ke dokter. Sepertinya kau sering pusing, kan?"ucap Lucian . "Tidak! Aku tidak mau. Aku benci ke rumah sakit dan ak
Pria itu tampak ragu sejenak. "Maafkan saya,, Nona. Namun, saya tidak bisa melakukan tindakan illegal di belakang Tuan Muda." Leanna masih mencoba membujuknya. "Apa kau berpikir itu tindakan illegal? Kau tidak akan sampai dipenjara hanya karena membantuku melakukannya." "Tapi, apa yang anda minta itu melanggar privasi. Jika Tuan sampai tahu maka--" "Dia tidak akan tahu jika kau tidak memberitahunya," Leanna memotong ucapannya dengan cepat. "Jika kau masih menolakku, aku akan bongkar rahasiamu. Kau telah menggunakan apartemen kosong ini untuk--" "Baiklah. saya akan memenuhi permintaan Anda, tetapi Anda harus menjamin bahwa saya tidak akan kehilangan pekerjaan karena membantu Anda!" Leanna menunjukkan senyumannya. "Tentu saja." Tangan Leanna mengulurkan ponsel milik pria itu. Ambillah! Aku juga sudah menyimpan nomer teleponmu agar mudah bagi kita berkomunikasi." Pria itu menganggukkan kepala. Lalu pergi begitu saja. Leanna kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur. "Te
"Paman, tidak ingin melihat seseorang kehilangan pekerjaan hanya karena kesalahpahaman. Aku dapat bersumpah bahwa dia tidak merayuku!" Leanna menatap Lucian dengan tatapan memohon. "Bagaimana jika aku memberikan penawaran lain? Aku akan membiarkanmu datang ke tempat aku kerja pada saat jam makan siang." Lucian menatapnya dengan tatapan tajam, "Kenapa hanya saat makan siang?Aku bisa datang lebih awal. "Paman, lebih baik datang saat makan siang saja. Aku tidak ingin Paman di kritik sebagai Bos yang tidak bertanggung jawab. Apalagi, pasti para Paparazi akan memperhatikan dan membuat berita yang buruk lagi. Paman, bukankah kau tidak ingin aku terlibat dalam masalah, kan?" Leanna mencoba membujuk. Lucian mengerutkan keningnya. "Baiklah. Sebelumnya jam makan siang, sempat atau tidak, kau harus memberikan alamatnya padaku! Dan juga, aku akan tetap mengganti orang itu. Tidak mungkin jika dia tidak merayumu, kau tidak akan membela dia." Leanna hendak memprotesnya, tetapi Lucian mengak
Lucian tiba-tiba menangkap tangan Leanna dan menepisnya dengan kasar. “Leanna, kau...." Lucian akhirnya menatap mata Leanna. Kata yang sebelumnya keluar dari bibirnya tidak lagi dia teruskan. "Paman?" Lucian dengan terburu-buru meninggalkan ruang makan tanpa mengatakan apapun. Leanna melihat jas yang tergantung di kursi. Dia menggunakan cara ini untuk mengejar Lucian. "Paman, kau melupakan jasmu. " Leanna berlari dengan cepat. Lucian menghentikan langkahnya. Menunggu sampai Leanna berdiri di dekatnya. Bukannya mengulurkan jas itu, Leanna justru berdiri terlalu dekat. "Leanna?" "Paman, aku akan memakaikan jasmu." Posisi tangan Leanna seperti sedang memeluk Lucian. Pria tampan itu mengambil alih jasnya dan mendorong Leanna dengan pelan. "Aku bisa melakukannya sendiri." Lucian membalikkan tubuhnya. Sebelumnya salah satu kakinya melangkah, pria itu berbicara sesuatu dengan nada dingin dan tegas. "Leanna, kau adalah keponakanku!" Leanna mengerutkan keningnya. Dia masi
"Kau telah melewati batas. Aku tidak dapat memberikanmu kemurahan hati lagi." Ariana gemetar, mencoba untuk membujuk, "CEO Gu, aku berjanji tidak akan melakukan ini lagi. Jika kau mau, aku akan berlutut di kaki keponakan Anda." Leanna memeluk Lucian dengan erat, Menguburkan wajahnya dalam pelukan pria tampan yang memiliki aroma nyaman ini. Tubuh Leanna gemetar. "Paman, aku tidak ingin dia mendekat. Aku takut dipukuli lagi." Lucian merangkul Leanna dengan lebih erat. "Tidak akan ada yang bisa menyakitimu selama aku di sini." Lucian mencium rambut Leanna dengan lembut. Pria itu beralih ke arah Ariana. "Kembali ke kantor. Aku akan memberikan hukuman yang sesuai untukmu." "CEO Gu, saya--" "Apa kau masih ingin melawanku?" ucap Lucian. Ariana menatap Leanna tajam. Dia mengambil tasnya dan langsung pergi begitu saja. "Leanna, ayo kita pulang. Kau tidak perlu bekerja di restoran ini lagi." Lucian menatap tajam ke arah Supervisor yang hendak mengatakan sesuatu. "Cari saja
"Paman, menikahlah denganku!" Gadis kecil berusia 11 tahun itu bersuara dengan lantang dan penuh keyakinan, ekspresi wajah bulat itu menatap dengan seriusnya, "Kita pasti akan menjadi sepasang pengantin yang sempurna." Pria tampan berusia 20 tahun itu tertawa. "Leanna, kau sudah mengatakan ini puluhan kali padaku. Apa kau begitu menyukaiku?" Pandangannya terarah pada gadis kecil yang tidak mengubah ekspresi seriusnya. "Aku sangat menyukai paman. Ayo kita menikah sekarang juga dan aku akan tinggal bersama dengan paman selamanya," jawab Leanna dengan kepolosan anak-anak. Tangan mungil itu menarik tangan besar dan kekar milik pamannya itu.“Leanna, dengarkan aku! Aku tidak bisa menikah denganmu,” tegas Lucian."Apa Paman Lucian tidak menyukaiku?" bibirnya cemberut membuat pipi bulatnya itu mengkerut Lucian mengusap rambutnya dengan lembut. “ Leanna, kau masih terlalu muda, aku tidak ingin tinggal dipenjara jika berani menikah dengan anak-anak.” Lucian memberikan jeda, tatapan matanya
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk membentakmu." Lucian menatap Leanna yang gemetar. Namun, pria itu tidak mengurungkan niatnya awalnya. Dia dengan cepat melangkah mendekat ke arah koper itu. Leanna mengikuti Lucian, menahan saat pria itu meraih resleting koper. "Paman, aku tidak ingin kau melihatnya. Ini bukan sesuatu yang pantas untuk paman lihat," tegas Leanna. Lucian menatap Leanna dengan intensitas seolah-olah sedang memberinya peringatan untuk tidak menganggunya. Wanita yang masih cantik walaupun tertutup lebam itu, menarik tangannya membiarkan Lucian mengambil alih. Ekspresi wajahnya semakin pucat, pandangannya fokus untuk melihat seperti apa ekspresi yang akan dibuat oleh Lucian. "Apa ini? Bagaimana bisa benda seperti ini ada di dalam tasmu? Apa ini pantas untuk berada di sini?!" ucap Lucian dengan marah. Mata gelap Lucian beralih ke arah seorang pelayan yang sebelumnya membawa koper itu, "Panggil Kepala Pelayan sekarang juga!"Pelayan itu dengan takut masuk ke dalam.Lucian
Lucian hampir saja terbawa suasana. Dia dengan cepat mendorong keponakannya itu. "Leanna, kau menganggap dirimu sudah dewasa, bukan?" Wajah Leanna yang awalnya suram berubah cerah. "Ya. Paman. Apa kau sudah melihatku sebagai gadis dewasa? Jadi, ayo kita--""Jika kau adalah gadis dewasa maka kau harus tahu batasannya! Leanna, kau adalah keponakanku, tidak mungkin bagi kita untuk bersama!" "Tapi, kita tidak punya hubungan darah!" "Ya, tapi itu semua tidak mengubah bahwa kau tetaplah bagian dari keluarga Gu. Leanna, jika keinginanmu untuk menikah denganku hanya karena ingin tinggal bersamaku dan mendapatkan perlindungan seperti saat kau masih kecil, selama aku jadi pamanmu kita bisa melakukannya. Kau mengerti sekarang?" Lucian memberikan penekanan yang tegas. Leanna menarik napas dalam-dalam, merenung sejenak. Tidak ada satupun kata yang terucap dari bibir mungil itu. Leanna kembali ke tempat duduk dan hanya duduk diam memandangi jalanan. Lucian merasa bersalah padanya, tetapi dia ti