YURA mengerjapkan matanya saat samar sekali telinganya mendengar bunyi alarm ponselnya menyala. Perempuan itu menundukkan wajah, lalu terhenyak.Namun tak lama setelahnya, tangannya terulur ke atas nakas untuk meraih ponselnya dan mematikan alarm tersebut.Seharusnya pagi ini terasa dingin seperti biasanya. Tapi begitu pandangannya tertuju pada tangan Krisna yang melingkar di perutnya, mendadak wajahnya memanas.Dengan gerakan hati-hati, Yura bergerak. Dia mulai menyibak selimut, berniat untuk turun dari tempat tidurnya saat suara serak Krisna terdengar.“Ra…”Perempuan itu menoleh. “Hm? Aku bangunin Abang, ya?”Pria itu mengerjap sembari menggeliat. Entah sejak kapan Krisna melepaskan kaosnya, melihat guratan tato yang menyembul dari balik selimut itu membuat Yura menahan napas selama beberapa saat.“Jam berapa sih?” tanya Krisna dengan suara serak khas orang yang baru saja bangun dari tidur.“Jam empat, Bang. Abang juga bangun, ya. Harus siap-siap buat kerja, kan?”“Perasaan baru se
“YURA!”Mendengar namanya dipanggil, Yura yang tadinya tengah berdiri di depan lift bersama Leon, lantas menoleh. Perempuan itu mengulas senyum, membiarkan Leon naik lebih dulu ke lantai ruangannya, sementara dia berjalan menghampiri Freya.“Freya? Lo ngapain di sini?” Yura berhambur memeluk Freya yang terlihat rapi dengan setelan pakaian kerjanya.“Udah lama banget nggak ketemu. Lo apa kabar?” tanya Freya sembari mengurai pelukannya.“Baik, Frey. Lo sendiri?”“Baik. Gue ke sini nganterin bos gue. Kami ada janji sama Pak Abhimana, Ra. Lo tahu kan, kalau Shadow Group punya sister company namanya Miles Group. Dan kantor gue bakalan kerjasama sama kantor lo buat meliput seluruh aktivitas kantor yang baru. Semacam pengen bikin personal branding gitu untuk company yang baru.”“Serius? Ini bos yang diam-diam lo taksir itu, kan?”“Sshhh… apaan sih, Ra.” Freya menoleh ke belakang, khawatir kalau-kalau atasannya muncul tiba-tiba dari toilet. Yura yang melihat reaksi Freya, sontak terkekeh. “Ja
Menit demi menit telah berlalu. Yura menundukkan wajah, sesekali menyesap kopinya dengan perlahan. Semenjak meninggalnya Awan dan dia terbaring di rumah sakit, Steven memang belum sempat menemui Yura lagi.“Gue turut berduka atas kehilangan lo, Ra.” Steven akhirnya bersuara. “Gue tau kalau ini terlambat banget, tapi gue benar-benar baru bisa nemui lo sekarang.”“It's okay, Stev. Urusan lo pasti banyak dan lo pasti sibuk banget.”Steven mengangguk. “Pasti lo cukup terkejut sama kehadiran gue, kan?”“Sedikit.” Yura menyesap kopinya sekali lagi. “Lo mau ngomong apa, Stev?”“Gue mau minta maaf soal… kekacauan yang sempat dilakukan Awan. I know, gue tahu seharusnya yang mengatakan ini bukan gue, melainkan Awan. Cuma… dia udah nggak ada, Ra. Gue tahu kalau nggak seharusnya Awan melakukan semua ini sama lo. Nggak seharusnya dia melukai hati lo.”“She's gone, Stev. Gue udah belajar melepaskan. Gue juga sudah memaafkan dia.”Dan kalimat itu benar-benar nyata adanya. Terlepas dari kehilangan ya
“SAYANG? Udah siap?”Yura menerbitkan senyumannya saat pintu kamarnya baru saja dibuka Krisna. Pria itu baru saja tiba dari mencuci mobil, hari ini mereka berencana untuk mengunjungi rumah Maura.“Lho, Abang udah kelar nyuci mobilnya? Kok cepet?”Yura menoleh sekilas, lalu kembali menoleh ke depan kaca riasnya untuk menyelesaikan riasannya.“Udah, dong. Kan punya kenalan orang dalam.”“Dasar!”Krisna mengayunkan langkahnya mendekati Yura yang tampak sibuk merias wajah di sana. Pria itu mengecup puncak kepala Yura, yang langsung dibalas senyuman perempuan itu lewat pantulan kaca.“Nggak usah cantik-cantik, Ra. Emang ke rumah Mama mau ketemu sama siapa, sih?”“Ketemu sama Mama dong, Bang. Kenapa sih sensi gitu?” jawab Krisna yang dibalas senyuman mengejek Yura. “Bukan Kano, kan?”“Oh, Kano juga adaaaaaa?” ujar Yura semakin ingin membuat panas suaminya.“Ra…”Yura terkekeh, terlihat begitu menikmati bagaimana suaminya kesal saat dia menyebut nama pria lain di hadapannya.“Kita nggak usa
YURA menggeliat di atas tempat tidurnya. Matanya mengerjap menatap langit-langit kamar pagi itu, lalu menoleh ke samping dan tidak mendapati Krisna ada di sampingnya.“Bang…”Yura mengubah posisinya menjadi duduk, lalu mengedarkan matanya ke sekitar. Tidak ada tanda-tanda keberadaan suaminya, padahal semalam dia sangat yakin jika mereka tidur berdampingan.“Dia nggak mungkin ikut ke bandara, kan? Masa iya dia nggak bangunin aku, sih?”Yura menyibak selimutnya, dia berjalan menuju ke kamar mandi untuk sekadar membasuh muka, lalu bergegas keluar dari kamar untuk menemukan keberadaan suaminya.“Bang…” panggilnya sekali lagi.Saat Yura baru saja menuruni anak tangga, aroma yang tercium dari arah dapur seketika menarik perhatiannya. Dia melangkah menuju dapur, lalu terhenyak selama beberapa saat begitu melihat Krisna berdiri di sana.Suasana rumah pagi itu memang terlihat sepi. Semua orang sengaja bangun pagi-pagi untuk mengantar Soraya dan Kano ke bandara, sementara Yura dan Krisna tidak
“Lagi mikirin apa, sih?” tanya Krisna heran, “Masih kepikiran sama yang kepergok Disha tadi?”Yura membelalak, lalu mencubit lengan Krisna dengan cepat. “Abang, ih! Kenapa pakai diingetin lagi, sih? Asli, Bang. Aku malu banget tau, nggak!”Krisna tergelak. “Kenapa pakai malu? Kita kan udah sah jadi suami istri, Ra. Nggak aneh kalau kita melakukan itu, kan?”“Bukan soal aneh atau nggak-nya, Abang. Tapi masalahnya kita melakukannya di dapur Mama. Udah gitu dilihatin sama Disha pula. Untungnya sih Mama nggak lihat, mau ditaruh mana muka aku, Bang.”Krisna lagi-lagi tergelak. “Nggak usah dipikirin. Lama-lama nanti Disha juga bakalan lupa, kok.”Yura masih saja cemberut saat mobil yang dikendarai mereka berbelok menuju pelataran lobi kantornya. “Jangan cemberut gitu dong, Sayang.” Krisna terkekeh. “Padahal Abang suka banget kalau lihat kamu keenakan kayak tadi, lho.”“ABANG!” Dan Krisna kembali tergelak. “Nyebelin! Udah ah, aku turun dulu kalau gitu.”Baru saja Yura hendak membuka pintu d
“Terima kasih banyak, Pak Reno. Saya sangat menghargai tawarannya, tapi saya sudah dijemput sama suami saya nanti.”“Wah, sayang sekali ya, Ra. Padahal saya—”“Sayang?”Suara vokal seseorang membuat Yura dan Reno lantas menoleh begitu mendengar panggilan itu. Yura seketika membelalak, Krisna melangkah menghampirinya.“Abang? Sudah sampai? Sejak kapan? Kok nggak bilang kalau—”“Gimana Abang mau kabarin kamu, kalau kamu sibuk bincang-bincang akrab sama…” Pandangan Krisna tertoleh ke arah Reno.“Saya Reno.” Reno menjulurkan tangannya ke arah Krisna, yang dibalas dengan tatapan malas pria itu. Tangannya refleks melingkar di pinggang Yura dengan posesif.“Krisna. Suaminya Yura, dan saya sudah menjemputnya, jadi Bapak nggak usah repot-repot untuk mengantarnya.”“Ah, maaf, Pak. Saya nggak tau kalau Pak Krisna ada di Jakarta. Istri Bapak bilang kalau suaminya seorang pilot jadi saya pikir Bapak nggak bisa menjemputnya. Jadi saya… menawarkan diri.”“Nggak. Kalaupun saya sedang bertugas dan tid
“Lo jadi honeymoon ke mana emangnya, Ra?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Leon, matanya menoleh ke arah form pengajuan cuti yang baru saja diterimanya kembali setelah mendapatkan persetujuan.“Tebak, dong!”“Halah palingan cuma ke Bali? Atau Lombok, maybe? Nggak mungkin ke Maldives, dong?”“Mainstream amat ke Bali. Ke Phi Phi Island, dong!”“Serius lo ke Phi Phi Island? Gue ikut dong, Ra! Di sana tuh surganya para batang-batang gede, Ra. Gue nggak bakalan ganggu lo, deh. Gue—”“Heh! Sadar, El! Menurut ngana aja! Lo kan nggak bisa main cuti gitu aja? Inget ya, jabatan lo sekarang tuh news anchor! Lagian apaan sih, ganggu aja lo!” sungut Yura kesal.Leon mencebikkan bibir, agak kecewa dengan hal itu. Pria itu sadar kalau jadwalnya tidak bisa semudah itu diubah-ubah selayaknya jabatan sebelumnya.“Sialan memang! Udah ah, gue lapar, nih! Katanya mau makan di luar?”Yura bangkit dari duduknya, lalu mulai membereskan meja kerjanya. Setelah memastikan mejanya rapi, mereka lantas men