YURA menggeliat di atas tempat tidurnya. Matanya mengerjap menatap langit-langit kamar pagi itu, lalu menoleh ke samping dan tidak mendapati Krisna ada di sampingnya.“Bang…”Yura mengubah posisinya menjadi duduk, lalu mengedarkan matanya ke sekitar. Tidak ada tanda-tanda keberadaan suaminya, padahal semalam dia sangat yakin jika mereka tidur berdampingan.“Dia nggak mungkin ikut ke bandara, kan? Masa iya dia nggak bangunin aku, sih?”Yura menyibak selimutnya, dia berjalan menuju ke kamar mandi untuk sekadar membasuh muka, lalu bergegas keluar dari kamar untuk menemukan keberadaan suaminya.“Bang…” panggilnya sekali lagi.Saat Yura baru saja menuruni anak tangga, aroma yang tercium dari arah dapur seketika menarik perhatiannya. Dia melangkah menuju dapur, lalu terhenyak selama beberapa saat begitu melihat Krisna berdiri di sana.Suasana rumah pagi itu memang terlihat sepi. Semua orang sengaja bangun pagi-pagi untuk mengantar Soraya dan Kano ke bandara, sementara Yura dan Krisna tidak
“Lagi mikirin apa, sih?” tanya Krisna heran, “Masih kepikiran sama yang kepergok Disha tadi?”Yura membelalak, lalu mencubit lengan Krisna dengan cepat. “Abang, ih! Kenapa pakai diingetin lagi, sih? Asli, Bang. Aku malu banget tau, nggak!”Krisna tergelak. “Kenapa pakai malu? Kita kan udah sah jadi suami istri, Ra. Nggak aneh kalau kita melakukan itu, kan?”“Bukan soal aneh atau nggak-nya, Abang. Tapi masalahnya kita melakukannya di dapur Mama. Udah gitu dilihatin sama Disha pula. Untungnya sih Mama nggak lihat, mau ditaruh mana muka aku, Bang.”Krisna lagi-lagi tergelak. “Nggak usah dipikirin. Lama-lama nanti Disha juga bakalan lupa, kok.”Yura masih saja cemberut saat mobil yang dikendarai mereka berbelok menuju pelataran lobi kantornya. “Jangan cemberut gitu dong, Sayang.” Krisna terkekeh. “Padahal Abang suka banget kalau lihat kamu keenakan kayak tadi, lho.”“ABANG!” Dan Krisna kembali tergelak. “Nyebelin! Udah ah, aku turun dulu kalau gitu.”Baru saja Yura hendak membuka pintu d
“Terima kasih banyak, Pak Reno. Saya sangat menghargai tawarannya, tapi saya sudah dijemput sama suami saya nanti.”“Wah, sayang sekali ya, Ra. Padahal saya—”“Sayang?”Suara vokal seseorang membuat Yura dan Reno lantas menoleh begitu mendengar panggilan itu. Yura seketika membelalak, Krisna melangkah menghampirinya.“Abang? Sudah sampai? Sejak kapan? Kok nggak bilang kalau—”“Gimana Abang mau kabarin kamu, kalau kamu sibuk bincang-bincang akrab sama…” Pandangan Krisna tertoleh ke arah Reno.“Saya Reno.” Reno menjulurkan tangannya ke arah Krisna, yang dibalas dengan tatapan malas pria itu. Tangannya refleks melingkar di pinggang Yura dengan posesif.“Krisna. Suaminya Yura, dan saya sudah menjemputnya, jadi Bapak nggak usah repot-repot untuk mengantarnya.”“Ah, maaf, Pak. Saya nggak tau kalau Pak Krisna ada di Jakarta. Istri Bapak bilang kalau suaminya seorang pilot jadi saya pikir Bapak nggak bisa menjemputnya. Jadi saya… menawarkan diri.”“Nggak. Kalaupun saya sedang bertugas dan tid
“Lo jadi honeymoon ke mana emangnya, Ra?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Leon, matanya menoleh ke arah form pengajuan cuti yang baru saja diterimanya kembali setelah mendapatkan persetujuan.“Tebak, dong!”“Halah palingan cuma ke Bali? Atau Lombok, maybe? Nggak mungkin ke Maldives, dong?”“Mainstream amat ke Bali. Ke Phi Phi Island, dong!”“Serius lo ke Phi Phi Island? Gue ikut dong, Ra! Di sana tuh surganya para batang-batang gede, Ra. Gue nggak bakalan ganggu lo, deh. Gue—”“Heh! Sadar, El! Menurut ngana aja! Lo kan nggak bisa main cuti gitu aja? Inget ya, jabatan lo sekarang tuh news anchor! Lagian apaan sih, ganggu aja lo!” sungut Yura kesal.Leon mencebikkan bibir, agak kecewa dengan hal itu. Pria itu sadar kalau jadwalnya tidak bisa semudah itu diubah-ubah selayaknya jabatan sebelumnya.“Sialan memang! Udah ah, gue lapar, nih! Katanya mau makan di luar?”Yura bangkit dari duduknya, lalu mulai membereskan meja kerjanya. Setelah memastikan mejanya rapi, mereka lantas men
“Hai, Bang. Udah landing?”“Hai, Sayang. Udah, kok. Maaf Abang baru bisa telepon sekarang. Kamu lagi ngapain?”Yura lantas memasang earphone wearless ke telinga, lalu membiarkan suara Krisna terdengar di seberang sana. “Aku lagi duduk-duduk di dekat kolam, Bang. Ada kerjaan dari kantor yang harus aku kerjain. Abang lagi di mana sekarang? Udah sampai hotel atau masih di bandara?”“Abang barusan sampai hotel. Baru banget, mau mandi masih mager, Ra.” Krisna menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. “Tadi jadi ke dokter, Sayang?”“Jadi, Bang.”“Apa kata dokter? Beneran pergi sendirian?”“Iya. Kata Dokter Padma baik-baik aja, sih. Normal dan nggak ada sesuatu yang aneh dalam rahimku.”“Syukurlah kalau gitu. Harusnya tadi tuh biar ditemenin sama Mama aja, Ra. Mama juga udah bilang mau nemenin, kan? Kan nggak enak kalau pergi sendirian. Paling nggak kalau ada teman, kan ada yang bisa diajak ngobrol gitu.”Yura terkekeh. “Nggak apa-apa kok, Bang. Aku nggak mau ngerepotin aja, sih. Lagian a
YURA ingin mengumpat sejadi-jadinya begitu tiba di bandara. Bagaimana bisa di hari pertamanya mereka akan pergi berbulan madu, Krisna justru harus bertugas sebagai pilot?"Nggak usah senyam-senyum! Nyebelin banget tahu, nggak! Mana ada, Bang, honeymoon di mana-mana tuh, berangkat barengan. Lha, ini aku malah disuruh duduk sendirian, sementara Abang jadi pilotnya!”“Maaf, Ra. Namanya juga urgent, kan? Memang biasanya suka begini, kok.”Yura mencebikkan bibir. “Ya tapi kan, nggak pas kita mau pergi honeymoon, Abanggggggg! Lihat aja, nanti kalau sampai sebelah aku cowok ganteng, jomblo, aku mendingan gandeng dia aja! Sana Abang sana!”“Ya jangan, dong! Kalau kamu gandeng cowok di samping kamu, Abang sama siapa?”“Sana sama Bima sana!” sungut Yura dengan hati dongkol.“Janji, Ra, cuma pas berangkat aja. Cuma lima jam, kok.”“Lima jam? Astaga, Bang. Kalau kamu memang nggak bisa cuti, bilang dong, sejak awal. Kita nggak usah pakai ada rencana honeymoon-honeymoon segala, deh!”Krisna meraih
Penerbangan pesawat komersial dari Jakarta menuju Phuket siang itu akhirnya mendarat dengan sempurna. Teriknya matahari menyambut kedatangan Krisna dan Yura begitu mereka menginjakkan kakinya di pulau yang konon dijuluki sebagai James Bond Island.Butuh waktu kurang lebih lima jam lamanya untuk tiba di Phuket dari Jakarta. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan selama dua jam dengan menyusuri lautan dari Phuket untuk tiba di tujuan. Krisna memang sengaja memilih Phi Phi Island sebagai tempatnya berbulan madu. Krisna bahkan rela merogoh kocek lebih dalam untuk menyewa private boat yang akan mengantarkan mereka menuju resort demi kenyamanan.“Capek, ya? Mau duduk di depan?”“Boleh!”Pemandangan batu karst yang menjulang tinggi dan berwarna hijau subur berpadu dengan hijau kebiruan lautan yang tenang. Pemandangan itu terlihat begitu sempurna.“It's beautiful,” gumam Yura lirih.“Suka?”“Hm-mm.” Yura menganggukkan kepalanya. “Aku jadi pengen hoping island, Bang. Kayaknya banyak pulau-pul
“Aku nggak tahu kalau Abang jago renang!” Celetukan Yura sontak membuat Krisna yang saat ini tengah duduk di tepi pantai bersama Yura, lantas menoleh.Keduanya baru saja menikmati biota bawah laut sore itu. Jernihnya air laut membuat keduanya terlihat begitu menikmati pemandangan di bawah sana. Terlebih saat keduanya menemukan berbagai macam jenis ikan dalam jarak sedekat itu.“Salah satu syarat untuk menjadi pilot itu harus bisa berenang, Sayang. Gimana kalau pesawatnya jatuh ke laut, terus Abang nggak bisa berenang?”“Ya jangan sampai jatuh, dong! Abang kalau ngomong suka nakut-nakutin gitu, deh!” sungut perempuan itu kesal.“Nggak nakut-nakutin juga, Sayang. Cuma nobody knows, right? Abang nggak mau bersikap denial pada hal-hal yang ada kemungkinannya akan terjadi sama Abang di masa depan. Termasuk salah satunya itu.”Yura menghela napas. Dia sedikit menyesali apa yang baru saja dilontarkannya kepada Krisna. Namun, “Abang pernah merasa takut saat mengendalikan pesawat, nggak? Misa