Share

Bab 3 : Bertemu lagi

"Dokter Arsen, kenapa pakaianmu basah?" tanya Dokter Laura yang terlihat khawatir, Auris hanya mendengar perkataan itu sebelum pintu lift tertutup.

Laura terus memberi perhatian pada Arsen namun pria itu hanya menanggapinya dengan datar.

Arsen memang terkenal dengan julukan dokter kulkas, saking dinginnya jika diajak berbicara apalagi dengan lawan jenis seolah Arsen membatasi dirinya. Padahal Arsen sudah lama single dan belum ada yang bisa mengisi hatinya. Arsen terlalu fokus dengan pekerjaannya dan posisinya sebagai Dokter sampai hidupnya sudah lama gelap.

"Aku tercebur ke kolam" jawab Arsen, Laura ingin membuka jasnya untuk Arsen namun Arsen menolak.

"Kenapa kau juga ada disini?" tanya Arsen yang sedang berjalan bersama dengan Laura.

"Baru saja aku mau pulang, pekerjaanku sudah selesai. Oh ya besok ada kunjungan Ketua"

"Pagi?"

"Iya, kau tau sendiri Ketua Smith terlalu rajin, bahkan ayam belum berkokok dia sudah ada disini" Laura tertawa, Arsen tersenyum mendengarnya.

Melihat pria itu tersenyum, Laura ikut bahagia jarang sekali melihatnya tersenyum apalagi rambutnya yang basah membuat Arsen semakin tampan dan seksi. Laura sudah lama mendambakan pria ini namun belum ada kesempatan untuk ke hubungan yang lebih dekat.

Di kediaman keluarga George, ketiganya tengah makan malam bersama.

Terlihat Chintya makan dengan sangat anggun begitupun Nyonya Aleda menikmati makanannya. Sudah lama tidak makan bersama apalagi kesibukan mereka menyita banyak waktu sampai putrinya yang berada di rumah sakit terlupakan.

Ayah Auris pun tak begitu memperdulikan putrinya, namun jika biaya serta fasilitas kebutuhan Auris sudah dijaman oleh Ayahnya tanpa kekurangan.

"Ayah, ibu. Tadi Bibi Etna menghubungiku bahwa Auris sendirian di sana" ucapnya di sela makan.

"Ibu juga tau, anak itu kabur dan ditemukan oleh dokter. Sungguh aku tidak tahu apa yang diinginkan Auris? Kenapa anak itu begitu nekat?" ucap Nyonya Aleda, Tuan George belum menanggapi namun dia juga sudah tahu apa yang diinginkan putrinya namun dia tidak bisa mewujudkan keinginan tersebut.

"Auris mungkin akan terus memberontak, dia tidak sadar tubuhnya sudah ringkih" timpal Chintya.

"Aku sudah selesai makan" potong Tuan George, ia tidak ingin mendengar istrinya dan putrinya membicarakan Auris.

"Ayah mau kemana?" Chintya ingin mencegah ayahnya.

"Ada pekerjaan yang belum selesai" ucap Tuan George melangkah pergi.

****

Di rumah sakit para dokter dan perawat tengah sibuk menangani pasien-pasien yang baru pindah dari IGD. Ruang operasi sekarang sedang padat bahkan dokter yang menanganinya begitu cekatan dan terampil.

Arsen sibuk dengan satu pasien dengan keluhan gagal ginjal dan dilakukan transplantasi ginjal. Untuk mencari ginjal yang cocok butuh waktu dan biaya yang besar. Untung saja ada yang bersedia mendonorkan dan mau menolong pasien dengan hanya satu ginjal.

Operasi ini dilakukan dengan hati-hati dan konsentrasi tinggi.

Sedangkan di ruangan lain, Auris menangkup wajahnya dengan kedua tangan dan melanjutkan lamunannya. Beberapa kali ia menghela nafas dan terdengar oleh Bibi Etna.

"Nona, apa suasana hatimu sedang tidak baik?" tanya Bibi Etna yang sedari tadi duduk di samping Auris.

"Entahlah, aku tengah berpikir sampai kapan harus berada disini?"

"Sampai Nona sembuh sepenuhnya"

"Lihat bi, apa aku terlihat sakit? Tidak bukan, akupun merasa sudah baik" ujar Auris sembari memegangi dadanya, detak jantung itu memang berdetak cepat, tiga kali lipat dari detak jantung manusia normal.

Bibinya mengangguk lalu memegangi tangan Auris "Nona, sebentar lagi sembuh. Bibi yakin melihat semangat nona yang begitu kuat"

"Apa orangtuaku menanyakan kabar?" tanya Auris yang sudah tau jawabannya pasti tidak.

"Bi, bilang ke mereka aku butuh uang banyak"

"Untuk apa nona? Bukankah di rekening nona juga banyak?"

Auris menurunkan kakinya dan menghadap Bibinya.

"Aku ingin membeli rumah" ucapnya dengan mantap, Bibi Etna tersenyum namun matanya berkaca-kaca.

"Rumah?"

Auris langsung mengangguk semangat "Aku ingin tinggal di tempatku sendiri tidak mau disini tidak mau di kediaman orang tuaku" penjelasan Auris

"Aku disini sudah satu bulan bahkan hampir dua bulan, betapa bosannya aku disini bahkan aku sampai hafal struktur rumah sakit. Menu disini, obat yang kuminum dan banyak lagi" Auris mencurahkan semua keluhnya.

"Tapi Nona belum diizinkan untuk pulang"

Auris tersenyum jail "Maka dari itu aku minta uang banyak ya untuk menyogok Dokter Clara, bi"

Bibi Etna menggelengkan kepalanya dan tertawa.

"Apa Dokter Clara mau?".

"Tenang saja, aku mau merengek bi" Keduanya tertawa lagi.

"Oh iya, kemarin aku bertemu dengan Dokter bodoh yang ada di rumah sakit ini hanya saja dia pemarah. Mungkin aku bisa memanfaatkannya"

"Dokter siapa, non?"

"Ah, aku hanya ingat namanya A..Ares?" Auris mencoba mengingatnya namun tidak ingat.

"Iya Ares, namanya" tambah Auris dengan yakin, bibinya hanya mengangguk.

"Baiklah nanti Bibi akan mencari dokter itu"

"Bagus, aku tak sabar untuk bisa keluar dari sini" angan Auris dengan senang.

Bibi Etna merasa kasihan pada Auris yang harus tersiksa dan terkurung do rumah sakit bahkan sejak kecil dia tidak punya kebebasan.

Hari berlalu dengan cepat bagi orang yang bahagia menjalankan hidupnya namun yang dirasakan Auris adalah hanya penantian yang menyiksa dirinya. Ia menunggu terus menunggu kata dari dokter mengijinkan untuk pulang.

Siang ini terlihat lebih sepi, Auris melirik bibinya yang tengah tidur di sofa, mungkin selama beberapa hari ini dia kecapean karena harus bulak balik ke rumah dan kemari, anaknya masih belum sembuh.

Melihat kesempatan, Auris turun dari tempat tidur kemudian ia melangkah pelan-pelan menggunakan sendal buludru. Ia tersenyum saat berhasil keluar dari ruangannya.

Auris memilih untuk berjalan-jalan ke belakang daripada ke depan dan tertangkap lagi. Ia bosan diceramahi untuk tidak keluar lagi, padahal Auris hanya ingin merefreshingkan tubuhnya yang terus berbaring.

Untung saja di koridor ini sepi, ia bebas untuk berjalan meski di setiap sudut ada CCTV, dirinya tak peduli malah menatap kamera itu dengan sengaja.

Auris menuruni tangga darurat, jika menggunakan lift pasti akan ada yang melihatnya jadi Auris mencari aman saja.

Satu persatu anak tangga Auris turuni, meski sedikit sesak namun ia terus melanjutkan langkahnya.

Hufff .... akhirnya Auris sampai di bawah, di halaman belakang rumah sakit terlihat sangat sejuk karena pepohonan di sini berjajar indah. Ada juga pohon maple yang sedang berguguran, Auris tersenyum menikmati udara segar ini dan hembusan angin menerpa rambutnya yang terurai.

"Akhirnya".

Auris memilih belarian kecil seperti anak kecil, ia sengaja menyeret kaki ya terkena dedaunan yang jatuh di tanah.

"Segar sekali, mengapa mereka tidak mengijinkanku untuk keluar, padahal aku selalu menikmati udara luar" ucapnya pada diri sendiri.

Di sana, Auris terus tersenyum dan membiarkan daun jatuh di tubuhnya, sifatnya yang terlihat keras namun lembut di dalam, Auris seringkali dicap anak yang tidak patuh dan memberontak. Memang Auris sering memberontak namun tujuannya adalah mencari kebebasan.

Di sekitar tembok yang menjadi pagar mengelilingi rumah sakit ini terdapat saluran air yang mengalir. Auris berjalan di dekat tembok menelusuri pepohonan yang berjajar di samping tembok itu.

Auris juga sembari melihat-lihat ke atas pohon, ada dua ekor burung pipit hinggap di dahan, gadis itu membayangkan jika dia seekor burung pasti bisa terbang bebas kemanapun. Jadi teringat dahulu dia sering ke kebun milik pamannya mencari burung.

Auris kini menginjakkan kaki di samping saluran air, airnya terlihat bersih. Ia terus berjalan sampai akhirnya berhenti di samping rumah sakit.

Ada suara yang menganggu langkahnya.

Suara kucing terdengar kesakitan, Auris langsung mencari sumber suara itu. Ia mencari di sekitar pohon namun tidak menemukan suara kucing itu terlihat menjauh. Auris mengikuti suara kucing terus mengeong kesakitan. Ia mencari ke arah saluran namun suaranya seperti bergerak, Auris berlari.

"Pussh... pussshh.. dimana?"

Auris memanggil kucing itu namun belum menemukan, ia melangkah ke selatan tepat di samping rumah sakit. Ia menyadari tidak lagi di halaman belakang namun halaman samping rumah sakit. Ia takut tertangkap namun Auris tidak peduli dia harus menemukan kucing itu.

Setelah berjalan cukup jauh ternyata kucing itupun seperti berhenti, Auris menengok ke arah saluran air yang tertutup beton di atasnya. Suara kucingnya terdengar di bawah sana.

"Pusshh, kemari" ucap Auris, ia berjongkok untuk menggapai kucing itu namun kucingnya malah berlari ke dalam saluran air.

Auris melihat keadaan kucing sudah basah dan kedinginan. Ia berusaha dengan cepat menyelamatkan kucing itu.

Tidak ada cara lain selain turun ke saluran air yang berbentuk gorong-gorong itu. Auris melihat ke sekitar yang sepi, tanpa ragu ia mencari celah untuk masuk ke saluran air itu.

Hap... Auris berhasil turun, saluran airnya semata kaki dan berlumpur.

Auris mencari ke depan kucing yang terus menghindarinya. Mungkin kucing itu ketakutan.

"Pusshh, kemari aku tidak menyakitimu" ujar Auris berharap kucing mengerti bahasanya.

Auris berjongkok sembari berjalan karena jika berdiri pasti tidak masuk, tidak jijik sama sekali Auris menelusuri saluran air itu mengejar kucing yang terjebak di saluran air.

Setelah cukup lama pengejaran, Auris akhirnya menemukan kucing itu diam di tempatnya,perlahan ia mendekati kucing itu.

"Aku tidak akan menyakitimu" ucap Auris, tangannya terjulur untuk meraih kucing yang sudah basah dan bulunya kotor seperti pakaian Auris yang kotor karena terkena cipratan air.

Kucing itu sudah ada di dekapan Auris, gadis itu lega karena sudah bisa menangkap kucing. Selanjutnya Auris mencari celah gorong-gorong yang gelap ini untuk keluar. Di depan sana terlihat cahaya dari luar, Auris buru-buru berjalan ke sana dengan berjongkok.

Nafasnya sedikit berat karena sesak di dalam gorong-gorong, Auris segera mengeluarkan tubuhnya dari saluran air. Dengan susah payah, ia naik dari saluran.

Auris akhirnya sudah di atas, ia meletakkan kucing di hadapannya. Kucing itu sudah mengenal Auris yang menyelamatkannya.

"Auristella?".

Gadis itu menengok ke belakang dan betapa kagetnya Auris melihat sekumpulan dokter berdiri disana.

Ada Dokter Laura, Dokter Clara dan Dokter Arsen, juga Dokter Louis.

Dokter Laura menatapnya jijik melihat penampilan Auris kotor dan basah.

"Siapa gadis ini?" tanya Dokter Louis.

"Apa dia dari Departemen Gangguan Jiwa?" tambah Dokter Louis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status