Share

Part 3

3 bulan kemudian...

Cahaya matahari pagi bersinar terang memantulkan kilaunya ke jendela kamar seolah mengetuk untuk membangunkan sang penghuni yang masih terlelap. Alicia mulai mengerjapkan mata dan melompat kaget melihat jarum jam menunjukkan pukul 08.10 menit. "I'm late!" teriaknya ketika melompat turun dari ranjang single bednya.

Gosh, look at the time! Bagaimana bisa aku tidur seperti kerbau?

Alicia memberhentikan Taxi yang ditumpanginya di Coffee Shop yang terletak tidak jauh dari kantornya untuk menjemput sesuatu. Ya, menjemput sesuatu bukan seseorang.

"Hai Amber, pesananku!" ujar Alicia tergesa-gesa kepada salah satu waitress di sana.

"Hei, ada apa denganmu? Kau habis dikejar Blacky? Atau dikejar pria tampan?" tanya Amber seraya meraih satu cup lemon hangat dengan taburan daun mint di atasnya.

"Aku tidak akan lari jika dikejar keduanya, lari dari Blacky maka aku digigit, lari dari pria tampan maka aku rugi." Jawab Alicia asal sambil menyesap lemon hangat favoritnya.

Coffee Shop ini sudah menjadi langganan Alicia semenjak bekerja di Williams Steel dan Amber adalah waitress yang selalu melayani dan menyiapkan satu cup lemon hangat setiap pagi untuk Alicia, walaupun sebenarnya Coffee Shop ini hanya menyediakan lemon tea untuk kategori minuman dari lemon, ini adalah pengecualian bagi Alicia dan Amber menyanggupi permintaannya untuk selalu menyiapkan satu cup lemon hangat untuknya disetiap hari kerja.

"Sudahlah, aku terlambat. Ini uangnya, thanks Amber, bye!"

Alicia bergegas sambil sesekali berlari kecil menuju kantor. Ini adalah kali pertama ia ditunjuk Meghan untuk menemaninya menghadiri meeting, karena asisten Meghan sedang izin untuk kedokter kandungan.

Dan persiapan bahan-bahan meeting inilah yang membuatnya tidur hingga larut semalam, karena ia tidak ingin memberi kesan buruk dengan data-data yang salah dalam meeting penting ini.

Ya, penting! Karena Meghan berkata bahwa Mr. Williams akan hadir, jika Boss besar sudah hadir maka itu adalah sesuatu yang penting, karena selama ini kebanyakan meeting antar divisi hanya diwakili Mr. Steve sebagai tangan kanan Mr. Williams, itulah yang Alicia dengar.

Maklum saja, bahkan sampai detik ini Alicia belum pernah berhadapan langsung dengan Mr. Williams dan Mr. Steve, duo pria yang memiliki kuasa hampir sama atas perusahaan raksasa ini. Karena memang job desc. Alicia tidak memerlukan dirinya untuk berhadapan dengan Big Boss. Yang ia tahu, hasil kerjanya selalu berakhir di meja Meghan, that's it!

Ia memerlukan tenagaku dan aku memerlukan bayarannya!

Itulah yang tertancap dalam pemikiran Alicia. Mungkin terdengar sarkastik, namun untuk saat ini hanya sejauh itulah yang dapat ia pikirkan. Mommy terlebih penting atas semuanya!

"Alice, wait for me!" Terdengar suara teriakan seorang wanita.

"Hai Dazzlene! ArΓΉnsawat kΓ‘."

"Bahasa Thai-mu tidak buruk." Ucap Dazzlene sambil bercermin di tembok lift. Ia terlihat begitu senang mengetahui bahwa Alicia juga memiliki keturunan Thai-Korea seperti dirinya.

"Aku tidak fasih, hanya bisa beberapa kata saja, saat aku kecil, aku sering mendengar ucapan selamat pagi dari nenekku."

"Apa hanya kata itu pula yang nenekmu bisa?" ujar Dazzlene menatapnya usai bercermin.

"Kau bisa mencobanya, mau membuat janji temu dengan nenekku?" Alicia menyeringai ke arah Dazzlene.

"Tentuuu ... Aku mau ... Aku mau ..." Dazzlene bergelayut manja dengan menggoyang-goyangkan lengan Alicia.

"I always feel homey walaupun tinggal di negara asing bila bertemu sesama orang Thai. Jadi di mana aku bisa bertemu nenekmu?" tanya Dazzlene dengan antusias.

"Di kuburan!" sahut Alicia dengan tertawa. "And don't forget to feel homey!"

Ting

Pintu lift terbuka dan Alicia mengambil langkah seribu meninggalkan Dazzlene yang mulutnya masih melongo lebar dengan mata membulat hendak mendaratkan sebuah sentilan membalas Alicia.

"What the hell! Tunggu .... tunggu aku, Alice! Kau mengerjaiku, huh?"

Alicia tidak berhenti tertawa dan terus berjalan cepat sambil sesekali berlari menjauhi Dazzlene yang sedang mengejarnya. Ia membuka tas dan merogoh ponselnya yang berbunyi dan tiba-tiba...

Bruuukk

Ia jatuh terjerembab dengan isi tas yang berhamburan keluar dan...

"OH MY LEMON!!!" serunya dengan meringis menatap minuman favoritnya tumpah begitu saja.

Dazzlene terkesiap dan segera mengumpulkan isi tas Alicia yang berhamburan di lantai. "Kau sedang menyembah lemon? Kau kualat!" Bisik Dazzlene menahan tawanya.

"Are you okay?" terdengar suara bariton seorang pria. Ia mengulurkan tangan bermaksud menolong Alicia berdiri, namun uluran tangan itu tak dihiraukannya.

Masih dalam posisi yang mulai duduk dan berusaha bangun Alicia menatapnya datar. "Kau pikir aku menjatuhkan tubuhku dengan sukarela seperti seorang stuntman, huh?" Alicia berusaha bangkit berdiri dengan sedikit sempoyongan karena lututnya yang terasa nyeri dan heels yang agak sulit diseimbangkan, "Of Course I'm not okay!" gerutunya yang kini memandang tepat wajah pria itu.

Damn!

Alicia merasakan hangat di wajahnya, ia menatap sekilas sorot mata abu-abu nan teduh dan senyum menawan itu, lalu segera berpaling dan berlalu begitu saja menghampiri Dazzlene dengan sedikit tertatih dan yang sedari tadi tak bergerak memeluk erat tas Alicia dengan posisi kedua tangan membekap mulut menganganya.

Baiklah! Wajahnya terlalu tampan untuk kucaci maki! Dia harus berterima kasih kepada hati nuraniku!

"Alicia Carterrrr... Kau mendengarku?" teriak Dazzlene yang ternyata sedari tadi memanggil, ketika Alicia sedang asyik bermonolog sendiri. "You're in trouble!"

"Yeah! I know, lutut kananku sakit dan ponselku retak, lemon hangatku tumpah, Arrgghhh...! Pagi yang kacau!" Alicia membanting tubuhnya ke kursi dan menjambak rambutnya kesal.

"Bahkan lebih kacau dari itu, Nona! Kau tahu siapa yang telah kau tabrak dan gertak tadi?" Dazzlene melipat kedua tangannya di dada dan menatap iba Alicia.

"Hei, dia yang menabrakku, dia tiba-tiba muncul dari belokan sambil berteleponan dan berjalan seperti Terminator mengejar musuh, aku sudah sempat menjauhinya tapi dia berjalan kearahku dengan tergesa-gesa sambil melihat ke lantai dan tabrakan itu tiba-tiba saja terjadi, jadi dialah-"

"Alicia! Itu Mr. Jade Wayden Williams, your Boss, our Boss!" ujar Dazzlene datar, memotong pembicaraan Alicia. Ia tahu temannya saat ini dalam masalah serius atas kejadian barusan.

Alicia membelalakkan matanya dan menyambar kedua lengan Dazzlene dan mengguncang-guncangnya. "What did you say? Boss? Ma...ksudd..muu itu tadi Mr. Williams yang sering Meghan antarkan dokumen untuk ditanda-" Alicia tergagap tak percaya.

"Yes, exactly!" Dazzlene memotong pertanyaan Alicia lagi dan mengangguk pelan.

"Morning ladies. Alicia aku menghubungimu tadi. Ada apa hari ini? Kau biasanya selalu datang lebih awal." Kemunculan Meghan membuyarkan lamunan Alicia setelah mendengar penjelasan Dazzlene.

Ternyata selama ini ia salah mengira, orang tua yang dilihatnya pada hari pertama bekerja itu adalah bukanlah Mr. Williams, melainkan Mr. Steve, Paman dari Jade Wayden Williams. Siapa yang menyangka, perusahaan sebesar ini dikendalikan oleh seorang pria muda, biasanya jabatan tinggi apalagi Boss di perusahaan-perusahaan berisi para pria tua, right?

πŸ‹πŸ‹πŸ‹πŸ‹

Alicia duduk bersebelahan dengan Meghan. Ia menyalakan laptop membuka file-file yang telah ia update. Pantulan sinar yang menembus kaca jendela di ruang kotak ini rasanya tidak cukup untuk menghangatkan tangan Alicia yang sudah dingin seperti es. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan bila berhadapan kembali dengan Bossnya karena kejadian tadi.

"Ingat Alice, catat semua poin penting dalam meeting ini dan salin rapi kepadaku dalam hardcopy dan softcopy." ujar Meghan membuyarkan pikiran buruk yang berlalu-lalang dalam kepala Alicia.

"Kau gugup, Alice?"

"Sedikit."

"Santai saja. Kau akan terbiasa dengan hal seperti ini." Ujar Meghan menenangkan Alicia.

Suara derap langkah kaki nan gagah memecah keheningan ruang meeting. Membuat irama jantung Alicia semakin tak beraturan, keringat dingin, wajah pucat dan jemari dingin seperti es, ahh! Lengkap sudah rasanya. Alicia terus menunduk dan berusaha menyembunyikan wajahnya dibalik layar laptop, karena ia sudah bisa menebak siapa yang datang.

Belum berakhir rasa was-wasnya, pria itu mengambil tempat duduknya tepat di depan Alicia dan membuat Alicia terbelalak kaget. Ia segera menarik nafas dalam dan memejamkan matanya sesaat, berusaha menenangkan diri.

"Tamatlah riwayatku! Seseorang tolong jelaskan padaku bagaimana aku harus bersikap, please!

Andai laptop ini dapat menyedotku masuk seperti film Jumanji, kurasa akan lebih baik. Dan mata itu, oh please! Mata itu terus saja menatapku sedari tadi, mungkin ini hari terakhirku bekerja di sini!" Alicia terus bermonolog tak karuan di dalam hatinya.

Alicia berjalan gontai keluar dari toilet menuju meja kerjanya. Meeting itu telah berakhir beberapa saat yang lalu, 30 menit di dalam ruangan itu dengan tatapan horor Jade terasa seperti berpuluh-puluh jam. Dan Alicia harus terus memaksakan dirinya untuk fokus mencatat poin-poin pembahasan manusia-manusia di ruangan itu.

Ini sungguh melelahkan...

πŸ‹πŸ‹πŸ‹πŸ‹

Jade berkutat pada sebuah map yang dipegangnya, membaca dengan teliti dan seksama isi tulisan di dalamnya.

"Apa benar dia Alicia Carter yang kau maksud, Bryan?" tanya Jade sementara tangannya sesekali membalik kertas-kertas yang berisi informasi tentang Alicia Carter.

"Benar, Tuan. Dia orang yang telah menolong Nyonya Andrea waktu itu.

"Baiklah. Kau boleh pergi."

"Permisi Tuan."

"I think she is special," batin Jade.

Jade menyunggingkan senyumnya mengingat wajah gelisah Alicia di ruang meeting, sungguh sangat menarik perhatiannya. Baru saja ia melihat Alicia yang keras kepala, namun dalam sekejap ia nampak seperti orang yang sangat gugup.

Wanita dengan wajah polos dan berhati malaikat, menurut Jade. Ya, Alicia tidak menyadari bahwa nenek tua yang ditolongnya beberapa waktu lalu disebuah pusat perbelanjaan adalah Grandma, nenek dari Jade.

Jade Wayden Williams tidak pernah ingin berhutang dengan siapapun! Ia menitahkan anak buahnya untuk mencari tahu orang yang telah menolong Grandma.

Bukan sebuah kebetulan, orang yang menolong Grandma adalah orang yang sama, yang sedang melamar pekerjaan di perusahaannya waktu itu. Mengetahui hal itu, menjadi peluang bagi Jade untuk mempekerjakannya sebagai ucapan terima kasih.

Awalnya Jade tidak tahu menahu apalagi mengenal orang yang telah menyelamatkan Grandma kala itu hingga Bryan memberitahukan kepadanya bahwa wanita yang baru saja ditabraknya adalah orang yang telah menolong Grandma.

πŸ‹πŸ‹πŸ‹πŸ‹

Alicia duduk melipat tangannya di meja dan menidurkan kepalanya.

"Alice... Alice..." suara Dazzlene memburu telinga Alicia. Ia berlari tergesa-gesa dari arah mesin fotocopy yang terletak dua meter dari meja kerja mereka.

"Not now, Dazzlene, aku sedang lelah dan tidak ada tenaga untuk mengerjaimu." Jawab Alicia masih dalam posisi menunduk.

Namun ucapan Dazzlene berhasil membuat Alicia mendongakkan kepalanya secepat kilat.

"Sekarang?" tanya Alicia tidak percaya.

Dazzlene memutar bola matanya, kesal dengan tampang Alicia yang seperti orang linglung saat ini. "Tahun depan! Of course now young lady! Bergegaslah."

"Ahh! Aku tidak pernah berpikir akan dipecat secepat ini. Ini gila! Mommy... Bagaimana dengan biaya pengobatan Mommy? Aku baru saja bisa bernafas lega sedikit, tapi kenapa harus berakhir secepat ini, hanya karena kejadian tubruk-menubruk. So silly!" batin Alicia dengan perasaan sedih, khawatir dan kecewa menjadi satu.

Alicia terus bermonolog dengan pikiran kacaunya, hingga langkah kakinya terhenti di sebuah pintu kayu yang lebar. Ia menggenggam erat handle pintu dengan kedua tangannya. Ini kedua kalinya Alicia berada di depan ruangan Mr. Williams.

Dazzlene berkata bahwa telepon di meja kerja Alicia berbunyi pada saat ia sedang ke toilet dan Dazzlene terkejut saat mengetahui bahwa suara dibalik telepon itu adalah Jade yang menitahkan agar Alicia datang menemuinya di ruang kerjanya.

Seseorang tolong beritahu pada Alicia, alasan paling menyayat hati seperti apa yang dapat membuat ia berbaik hati agar tidak memecatnya?

πŸ‹πŸ‹πŸ‹πŸ‹

Tbc

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status