Bella memungut pakaiannya, lalu mengenakannya perlahan. Ia bisa melihat Fien Clark sama sekali tak terhibur.
"Bella, kau bisa minum sebanyak kau mau. Jangan khawatir dengan bayarannya. Aku akan membayar cukup pantas," ujarnya.
"Terimakasih, Tuan. Tapi sepertinya aku tak bisa membuatmu terhibur. Anda sangat berbeda dengan tamu yang biasa datang ke tempat ini," kata Bella lalu menuang segelas bir untuknya.
"Tidak, kau menghiburku. Hanya saja aku merasa kedatanganku ke kota Inis sepertinya sia sia. Dia bahkan tak mengingatku sama sekali meskipun aku adalah kekasihnya."
Bella mendengarkan dengan baik ucapan Fien Clark yang sedang kecewa dan patah hati.
"Apakah anda yakin bahwa dia melupakan Anda, Tuan? Bahkan aku saja yang hanya sekali bertemu dengan Tuan akan sulit melupakan orang seperti Anda."
Fien Clark terkekeh dengan penuturan Bella. Gadis itu ternyata cukup menghibur.
"Apa warna rambut aslimu?"
"Aku?"
Fien menga
Bella berdebar hebat, napasnya memburu dalam pagutan Fien Clark. Sampai pada suatu titik Fien Clark mengehentikan aksinya dan membuat gadis itu terlihat kecewa."Aku melakukan pelanggaran bukan? Mereka bilang, aku tak bisa menyentuh penari di sini," ujar Fien."Tidak, ini kesalahanku. Jangan khawatir, mereka hanya akan memberikan denda jika aku yang komplain."Fien Clark bangkit untuk turun dari bathtub. Sebenarnya ia memang tak mau melakukan hal semacam itu sementara kepalanya masih dipenuhi Alice."Maaf, kita terbawa suasana tadi. Bisakah kita menyudahi ini."Setelah mengatakan hal itu, Fien membilas tubuhnya dengan mengguyur dirinya di bawah shower dan Bella juga melakukan hal yang sama.Bella melihat raut wajah Fien yang begitu murung sehingga ia tak mampu berkata-kata."Di tempat ini, banyak tempat yang indah jika kau mau. Jangan khawatir, kalau kau mau aku akan memberikan layanan itu secara gratis untukmu. Besok aku libur
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Bella saat Fien Clark mengatakan menemui dokter yang menangani pengobatannya."Aku akan membawamu ke rumah sakit pusat di kota. Dokter menyarankan pengobatan yang lebih serius agar tidak terlambat.""Tidak mungkin, biaya pengobatan di sana sangat mahal. Aku tak akan kuat menjalaninya."Bella mendengkus. Efek kemoterapi belum hilang sepenuhnya. Pada siklus kedua ini ia merasa cukup berat melakukannya. Ucapan Fien membuatnya semakin mual."Aku ingin kau mendapatkan pelayanan terbaik. Aku akan membayar semua pengobatan sampai kau sembuh total. Untuk persahabatan kita, kumohon terima saja tawaranku, oke?"Bella tak menjawab. Ia sedang memikirkan pekerjaannya, mana mungkin ia bolak balik ke kota, itu terlau jauh."Tuan, aku tak bisa menerimanya. Aku harus bekerja, sangat sulit mendapatkan pekerjaan yang bisa membayarku dengan harga tinggi.""Kau masih penariku, Bella. Aku yang akan membayar gajimu dengan
Fien Clark menggaruk kepalanya yang tak gatal, bukan karena permintaan Peter yang selalu berlebihan. Akan tetapi karena keterkejutan yang amat sangat tentang berita tersebut. Ia terkejut karena tiba tiba ada orang lain yang memberikan tuntutan hukum atas perilku Grace."Hanya ada satu kemungkinan, Alice pasti telah mengingat kembali kejadian itu," lirihnya.Sementara Bella yang juga mendengar percakapan tersebut diantara Peter dan Fien Clark, kembali dirundung kesedihan. Harapannya kembali pupus saat Fien Clark disibukkan dengan harapan baru untuk bertemu Alice. Ia sungguh berharap Alice tak akan muncul kembali di dalam kehidupan pria di hadapannya ini."Ini sangat menyebalkan, haruskah dia mendengar hal konyol itu?" gerutunya, bibirnya mengerucut dan matanya menyiratkan kekecewaan."Kau seperti marah, Bella. Itu masalah yang lebih penting dari Alice sendiri. Kasus pembunuhan yang bertumpuk-tumpuk in
Pemandangan mengerikan itu menyita banyak perhatian orang orang di sekitar mereka. Fien kebingungan dengan apa yang ia lihat. Bahkan seandainya ini dikatakan sebagai suatu kebetulan, tidakkah terlalu sial baginya?Mobil yang menabrak Alice dan juga Alex adalah mobil miliknya yang dikendarai Bella. Gadis itu keluar mobil juga dipenuhi rasa sesal."Sial! Sial!" Fien Clark menghantam tanah saat ambulan membawa Alice dan juga bocah dua tahunan itu.Antonio datang mendekati Fien setelah Alice dan Alex dibawa ke rumah sakit terdekat."Setiap bertemu denganmu, Alice selalu mengalami kesialan, seharusnya kau menyadarinya sejak dulu. Sekarang, kau puas?! Kau akan menyesal Fien!!" Antonio mencengkeram kerah baju Fien Clark dengan amarah yang membara."Alice tak akan pernah mengingatmu, itu adalah yang terbaik. Kau tak pantas muncul dalam hidupnya, mengerti?!"Tubuh Fie
Antonio melangkahkan kakinya memasuki ruangan kantor polisi. Matanya mencari keberadaan Fien Clark dan juga Bella. Ia yakin melihat mobil yang Bella kendarai berada di kantor polisi tersebut.Benar saja, ada Fien Clark dan juga Bella sedang melakukan interview. Pihak polisi menginterogasi Bella sebagai pengendara, gadis itu bahkan belum memiliki kartu izin pengemudi kendaraan.Antonio mendatangi mereka dan berbicara sebentar kepada polisi yang berada di hadapan Fien Clark dan Bella.Fien Clark sudah pasrah, Antonio datang pasti untuk memperberat kasus tersebut."Nona Bella, anda beruntung hari ini, karena keluarga Nyonya Alice ternyata membebaskan dan memaafkan Anda. Kasus ini ditutup sekarang juga.""Apa? Benarkah?" Bella sangat senang dan secara spontan memeluk Fien Clark erat erat dan menangis haru. Begitu juga Fien yang menatap Antonio heran."Ikutlah denganku, Alice membutuhkan mu," kata Antonio dan menjauh meninggalkan ruanga
Fien Clark terkesiap, ditatapnya wanita yang berwajah pucat itu penuh tanda tanya. Bagaimana mungkin dia tak mengenalnya, dan haruskah Alice melupakan kisah mereka? Disaat yang sama, dilema menghantui pikirannya, siapa sebenarnya Antonio bagi Alice saat ini?Lalu langkahnya mendekati Alice perlahan."Ya, kita saling mengenal, Alice. Aku sudah mengatakan kepadamu berkali kali bahwa kita saling mengenal," lirihnya namun tentu saja semua mendengar ucapannya.Alice memijat pelipisnya. Kepalanya seketika pusing luar biasa. Ia meringis kesakitan dan memegangi tangan ayahnya.Barenzki Rudolf melihat ke arah Fien Clark dan membuat antara dirinya dengan Fien Clark beradu pandangan."Barenzki Rudolf? Anda ...," Fien Clark tercengang menyaksikan ada seorang Barenzki Rudolf di sisi Alice sedang tadi Alice menyebutnya Ayah, benarkah Barenzki Rudolf sang pengusaha perusahaan raksasa itu adalah ayah Alice, dan Antonio Rudolf? Bagaimana ia tak mengira ba
Alice tersengal, bukan karena ciuman Fien Clark di bibirnya. Hanya saja ia mulai kehabisan oksigen karena mengingat dengan keras kejadian kejadian yang melintas di kepalanya. Fien Clark kebingungan karena Alice mulai sesak napas seperti orang tercekik. Gadis itu terlihat menggemaskan dengan meraih menggapai gapai udara kosong.Dengan segera Fien Clark menekan tombol darurat untuk meminta pertolongan. Semua hadir berdatangan satu persatu, Barenzki Rudolf ayahnya terlihat panik dan juga Antonio yang terkejut dengan kejadian tak terduga tersebut.Fien Clark terduduk lesu dengan apa yang dilihatnya. Ia menangis seperti anak kecil di sudut ruangan rumah sakit tersebut."Alice ku, kenapa kau begitu menderita," lirihnya.Membayangkan keadaan Alice hatinya sangat terluka."Apa yang harus kulakukan, Alice. Katakan padaku," gumamnya dengan suara yang bergetar.Dokter mengatakan bahwa
Antonio terpaku dalam pertanyaan Alice, ia belum siap mengatakan yang sebenarnya. Sementara Fien Clark menatap Antonio heran. Seharusnya ia bisa mengatakan perkataan yang menenangkan, bukan malah tegang begitu."Alice, putramu pasti baik baik saja. Sama sepertimu, dia juga butuh istirahat.""Seharusnya aku bisa menemani Alex, bukan? Dia pasti menangis karena mencariku. Aku ibunya, dia pasti sangat ingin bertemu denganku. Ayolah antar aku ke ruangannya, aku harus bertemu dengannya," katanya dan bergegas turun dari tempat tidur."Tidak Alice, kau tak boleh turun dari tempat tidur ini. Aku takut kau sesak napas lagi seperti tadi, ayolah, Alex sedang dalam perawatan dokter ...," ucap Antonio."Perawatan dokter? Apakah terjadi sesuatu yang parah pada putraku?"Situasi semakin kacau saat Alice justru menangis hanya mendengar perawatan dokter."Alice, tenangka