Indra memegang pipinya yang terasa sakit saat pukulan Yudi mengenai wajahnya, tapi ia menyunggingkan bibirnya menatap Yudi dengan sinis. “Apa kamu lihat - lihat aku seperti itu! Kamu memang pantas mendapatkan pukulan ini bahkan lebih parah pun kamu pantas,” ucap Yudi menatap Indra tajam. “Kalian hanya orang - orang bodoh. Kalau ga dari saya kalian ga akan pernah tahu Felicia mati karena siapa dan kenapa, hahaha.” Indra tertawa mengejek Yudi. Reynar yang berada di ruangan berbeda mengamuk marah. Ia mencoba keluar dari ruangan yang mengurungnya, tapi gagal. Keinginannya untuk menghajar Indra sudah tak terbendung lagi. Yudi langsung mematikan video call dengan Reynar. Ia tahu Reynar pasti akan semakin marah jika mendengar perkataan Indra yang merasa tidak bersalah atas kematian Felicia dan Reina. “Jadi, apa yang akan kalian lakukan? Mau menjebloskan saya ke penjara atau malah mau membunuh saya?” tanya Indra. “Kalau langsung membunuhmu, aku rasa itu terlalu mudah. Lebih baik menyiks
Indra kembali ke rumahnya. Ia sangat sedih Reva sudah tidak ada lagi di sisinya dan menangis sendirian di dalam kamarnya. Semua kenangan - kenangannya bersama Reva masih terekam jelas di dalam benaknya. Meskipun, Reva terlihat kasar, tutur bahasanya kurang baik, ketus, keras kepala, egois, suka semaunya sendiri, tapi sebenarnya hanya Reva lah yang selalu bersamanya. Ia mengingat semua kenangan indahnya bersama Reva. Masih dalam ingatannya waktu dulu masih remaja Reva memberikannya makan dan minum saat ia dikurung di gudang bawah tanah oleh Wandi. Reva secara diam - diam menyisihkan roti untuknya dan membawakannya minum. Ia didik sangat keras oleh Wandi dan jika melakukan sedikit saja kesalahan Wandi tidak segan - segan untuk memberikannya hukuman yang tak biasa. “Reva…” Air mata Indra kembali menetes di pipinya. Netranya mengabur karena air mata menggenang di pelupuk matanya. Ia seakan melihat ada Reva di depannya sedang tersenyum menatapnya. “Kenapa kamu pergi begitu saja dengan
Indra tanpa rasa takut menyeret mayat Wandi masuk ke dalam kantor polisi. Kedatangan Indra ke kantor polisi membuat suasana menjadi sangat heboh dan Indra segera di interogasi pihak kepolisian tentang kronologi meninggalnya Felicia. Dengan detail dan serta dilengkapi bukti - bukti yang di bawa Indra membuat polisi jadi mempercayai ucapannya. Usadani, polisi yang dulu mengurus kasus Alana tidak terlalu terkejut kalau kematian Felicia ada pihak - pihak lain yang ikut terlibat. Yudi kembali ke rumahnya. Saat ia pulang Julia datang menghampirinya dengan wajah sumringah. Melihat senyum Julia membuat rasa lelah Yudi seakan sirna, gadis manis berkulit putih tersebut malah seperti istri yang menyambut suaminya pulang. “Om… ke mana aja sih Om kok ga pulang - pulang,” ucap Julia penasaran. “Ke mana yaa… hmm, kamu mau nya aku ke mana?” Yudi balik bertanya ke Julia. “Aduh, kebiasaan deh si Om. Bukannya dapat jawaban malah balik bertanya. Ga asyik kali Om.” Julia memajukan bibirnya. Dengan ge
Kebahagiaan bukan suatu hal yang mustahil jika Tuhan sudah berkehendak. Seperti hubungan Reynar dan Alana. Hubungan mereka berawal dari kesalahpahaman membuat mereka bertemu dan saling jatuh cinta. Reynar memutuskan untuk menjemput Alana dengan private jet-nya dan membawanya langsung ke kantor polisi. Yudi sudah menghubungi kenalannya salah satu pejabat yang berpengaruh di sana untuk membantu kasus Alana. Sedangkan, Alana sedang bersiap - siap untuk segera kembali ke Jakarta dibantu oleh Nina. Ada perasaan khawatir ia harus kembali ke kantor polisi. Nina mengetahui kalau Alana takut untuk ke kantor polisi. “Lan, kamu baik - baik aja?” tanya Nina. Alana menghela napasnya. “Aku…” “Ga apa - apa kalau kamu merasa khawatir. Aku ngerti, terkadang tidak semua hal bisa kamu kuasai sendiri, tapi percayalah akan ada bahagia di akhir nanti.” Nina mencoba untuk menyemangati Alana. “Iya Nin. Aku gelisah dan khawatir kalau harus ke kantor polisi sendirian.” “Aku yakin kok Lan kalau Tuan Rey
Keesokan harinya Reynar terbangun saat Alana mengusap punggungnya agar segera bangun. Matanya terasa begitu berat dan membuatnya merasa begitu kesal tak ingin membukanya, namun begitu melihat istrinya yang membangunkannya membuat lengkungan senyuman di wajahnya. “Kenapa Sayang? Aku masih mengantuk,” ucap Reynar. “Bukannya hari ini kita mau ke kantor polisi Sayang,” ujar Alana. Reynar langsung menepuk dahinya. Ia lupa kalau hari ini harus pergi mendampingi Alana dengan pengacaranya ke kantor polisi. “Aku hampir lupa Sayang.” “Nah, kalau begitu sekarang siap - siap yaa. Aku buatkan sarapan dulu.” “Ok istriku yang cantik.” Alana tersenyum mendengar Reynar yang selalu saja memujinya membuatnya selalu tersipu malu sambil berlalu pergi dari kamar dan Reynar memutuskan untuk mandi. Kegiatannya tadi malam sudah membuatnya cukup puas meskipun tidak melakukan hubungan intim dengan istrinya, tapi setidaknya telah keluar yang seharusnya dikeluarkan. Setelah selesai mandi Reynar menuju da
“Jadi sudah berapa bulan usia kandungan Alana?” tanya Rendi. “Kurang lebih sudah satu setengah bulan Pa atau 6 minggu,” ucap Reynar. “Apa kamu yakin bersama Alana?” “Aku sangat yakin Pa. Aku sangat mencintainya dan aku memang serius saat kami menikah di Bali.” “Ada sesuatu yang ingin Papa katakan, tapi besok saja.” “Kenapa ga sekarang Pa?” “Lebih baik besok saja dan jangan lupa kamu ke rumah.” “Iya Pa.” “Tapi sebaiknya besok kamu sendiri saja ke rumah biar Mamamu ga kaget dan Alana juga ga shock kalau nanti tahu sesuatu.” “Memangnya ada apa sih Pa?” “Bukan sesuatu yang penting banget. Papa khawatir aja kalau nanti Mamamu belum bisa menerima Alana lalu Alana jadi sedih.” Rendi berkata bohong pada Reynar. Ia khawatir kalau Alana tahu tentang Aira dan Chester malah akan membahayakan kandungannya. “Ooh iya. Aku mengerti Pa.” “Kalau begitu kamu baik - baik yaa sama istrimu. Papa mau pulang dulu.” “Iya Pa. Terima kasih yaa Pa atas pengertiannya.” “Iya Nak. Bagi Papa kamu harus
Yudi sampai di rumahnya langsung mencari Julia. Ia hampir lupa karena sibuk mengurusi pasangan suami istri yang lagi berbahagia dengan calon anak mereka. Sebenarnya, ia ingin juga seperti Reynar dan Alana menikah, memiliki anak, tapi apakah ia mampu melakukan itu semua. Pinkan, wanita yang dulu sempat menjadi pelabuhan terakhirnya pergi meninggalkannya begitu saja. Tak pernah sedikitpun Pinkan mau mendengarkan penjelasannya. Meskipun, ia sudah memohon maaf pada Pinkan, tapi wanita cantik asal Manado tersebut sama sekali tidak menerima maafnya. Seandainya, ia tidak bersama Aira waktu itu mungkin saja masih bersama Pinkan, tapi nasi sudah jadi bubur. Sekarang ia tidak perlu lagi meratapi semua yang telah berlalu. Yudi masuk ke dalam rumahnya dan mendapati Julia sedang makan cemilan sambil menonton TV. Ada rasa kesal di dalam hatinya sudah cepat - cepat pulang ke rumah malah gadis tersebut asyik sendiri. “Eheem.” Yudi sengaja berdehem untuk membuat Julia sadar kalau ia ada di sana. J
Yudi sangat menikmati film yang ditontonnya, namun berbanding terbalik dengan Julia. Gadis kecil cantik yang begitu polos tersebut malah tertidur dengan nyaman di pundaknya. Ia tersenyum melihat betapa polosnya wajah Julia saat sedang tidur dan ada satu yang menarik perhatiannya bibir Julia membuatnya ingin melakukan sesuatu. Sesuatu yang tidak seharusnya ia lakukan malah hampir saja dilakukannya. Ia mendekati bibir Julia dan di saat bersamaan lampu bioskop hidup membuatnya mengurungkan niat untuk mencium bibir merah merona tersebut. “Hoaam… enak banget deh,” ucap Julia sambil merenggangkan tubuhnya. “Betul sekali. Enak banget yaa Jul,” ujar Yudi sengaja menyindir gadis kurus itu. “Iya Om. Aku nyaman tidur di bioskop. Mana adem, uenak tenan.” “Kamu enak, aku pegal.” “Wah si Om kata - katanya kayak jargon aja. Anda puas, saya lemas.” Yudi terperangah mendengar perkataan Julia. Bisa - bisanya Julia mengatakan hal tersebut dengan santainya padahal maksudnya ingin menyindir gadis i