Arga mengguncang-guncang tubuh sahabatnya itu dengan pelan. Gadis itu sudah terlihat tak bertenaga lagi untuk sekedar menganggat kepalanya dari atas meja. Sepertinya Arga memang telah membuat kesalahan fatal sejauh ini. Ailisha tampak sudah terlelap. Pikiran gadis ini tengah berkelana di alam bawah sadarnya. Tak ada seorangpun yang bisa mengganggunya saat itu.
“Ly, bangun!” perintah pria itu.
Sudah berbagai macam cara ia lakukan untuk membuat sahabatnya yang satu itu kembali terjaga dari tidurnya. Namun, kelihatannya sejauh ini semua hal itu terasa sangat sia-sia. Arga bahkan hampir kehabisan akal untuk mengatasi masalah yang satu ini. Bagaimana bisa Ailisha tertidur pulas di café yang sebentar lagi akan segera tutup ini.
‘Kling…. kling….’
Lonceng yang terletak di depan pintu itu terdengar bergema di ruangan ini untuk beberapa kali. Itu artinya ada seseorang yang datang kemari, tapi siapa. Siapa orang yang berkunjung ke café selarut ini. Arga lantas mengalihkan pandangannya ke arah sumber bunyi tersebut. Harus diakui jika pria ini tak memiliki pengelihatan yang cukup baik di malam hari. Ia terlihat sedikit memicingkan matanya, sambil terus berusaha menerka siapa sosok yang berjalan ke arahnya itu.
“Kenapa masih ada pelanggan di café malam-malam seperti ini?” tanya orang tersebut kepada pegawainya yang tengah bersiap untuk menutup tempat itu.
“Pak Shevandra?” tanya Arga dengan hati-hati.
“Ah, jadi kau rupanya?” balas pria tersebut.
Kelihatannya mereka baru saling menyadari jika sebelumnya mereka berdua pernah bertemu dengan sengaja di dalam sebuah rapat.
“Apa yang kau lakukan di sini malam-malam seperti ini?” tanya Shevandra dengan serius.
“Bukankah kau tahu jika tempat ini akan segera tutup? Lalu kenapa masih berada di sini?” lanjutnya.
Arga berusaha menelan salivanya dengan susah payah. Pria yang berdiri di hadapannya ini terlihat begitu serius dan membuat suasana tak lagi terasa menyenangkan. Sontak hal itu membuat Arga ketakutan sekaligus kebingungan harus berbuat apa.
“Maaf pak, tapi teman saya tertidur dan tak bisa dibangunkan sama sekali. Ini salah saya, karena telah membuatnya menunggu terlalu lama di tempat ini,” jelas pria itu dengan panjang lebar sambil harap-harap cemas.
“Bawa dia ke dalam mobilku, dan akan kupindahkan dia ke tempat yang lebih baik!” perintah Shevandra.
“T…tapi kemana pak?” tanya Arga khawatir jika akan terjadi suatu hal yang buruk dengan sahabatnya itu.
“Kau bisa mempercayakannya kepadaku. Akan aku jamin dia baik-baik saja, jadi kau tak perlu khawatir,” jelas pria yang kira-kira dua tahun lebih tua darinya itu.
Arga hanya bisa mengangguk pasrah. Hal itu lebih baik daripada ia harus bermasalah dengan pria ini. Ia yakin jika selama Ailisha bersamanya, gadis itu pasti akan baik-baik saja. Jika dilihat dari tampangnya, Shevandra tak kelihatan seperti seorang pria yang kurang ajar. Sejauh ini Arga masih bisa mempercayainya, tapi entah bagaimana dengan besok atau seterusnya.
Tanpa pikir panjang lagi, Arga langsung memapah sahabatnya itu untuk masuk ke dalam mobil pria ini. Ailisha tersandar lemah pada jok mobil sport milik pengusaha muda yang sudah lumayan sukses itu sekarang. Sampai sekarang ia masih belum sadar jika Shevandra tengah berada tepat di sampingnya saat itu.
“Kau tak perlu khawatir soal dirinya, besok dia akan masuk kuliah seperti biasanya,” ujar Novandi dari balik kaca mobil miliknya.
“Aku bisa mempercayaimu, tapi jangan pernah merusak kepercayaanku pak!” balas Arga dengan penuh rasa hormat.
“Tidak perlu terlalu kaku seperti itu, usia kita hanya selisih beberapa tahun saja,” ucap pria itu sambil tersenyum tipis.
“Tapi tetap saja kau lebih tua dariku pak,” ungkap Arga dengan malu-malu.
“Tidak perlu merasa sungkan, lain kali panggil saja aku kakak atau semacamnya,” jelas pria itu dengan santai.
“Baiklah, aku pergi dulu ya!” lanjutnya.
“Baik pak, hati-hati di jalan!” balas Arga.
“Maksudku kak…” lanjutnya sembari membenarkan perkataannya barusan.
Tapi sayangnya mobil sport mewah berwarna merah itu sudah terlanjur tancap gas, bahkan sebelum Arga selesai mengucapkan kalimat tersebut. Entah memang itu kecepatan standar mobil mewah seperti itu, atau justru ia sedang terburu-buru. Arga tak penah tahu pasti soal hal itu. Lagi pula pria ini bukan mahasiswa jurusan teknik mesin atau semacamnya, ia hanyalah mahasiswa jurusan musik yang selalu disibukkan dengan kegiatan organisasi. Lagi pula sangat sulit untuk membandingkan kecepatan mobil mewah itu dengan sepeda motor miliknya.
“Orang itu tajir sekali, pasti mobil yang tadi itu harganya mahal,” gumamnya pelan.
“Tunggu, lebih tepatnya sangat mahal,” lanjutnya.
Arga tak ambil pusing soal hal itu, ia segera menyalakan sepeda motor kesayangannya itu untuk bergegas pulang ke kamar kost-Nya. Ia yakin selain Ailisha aman bersama pria itu, ia juga akan senang bukan main jika sampai tahu kejadian yang sebenarnya terjadi. Pasti ini adalah momen yang sangat langka dan tak semua orang bisa mengalaminya. Huh, betapa beruntungnya gadis itu bisa mendapatkan penawaran semacam itu dari CEO muda yang berkecimpung di industri hiburan musik Korea itu.
Di sisi lain, mobil tersebut terus melaju kencang melewati jalanan kota yang mulai terlihat sepi. Kendaraan yang satu itu terlihat sedang berlomba dengan waktu yang terus memburu. Hari semakin larut di luar sini, suasana juga semakin terlihat gelap. Shevandri semakin memacu mobilnya hingga mencapai kecepatan maksimal. Tentu saja agar mereka segera sampai ke tempat tujuannya.
“Ternyata dia masih seperti dulu,” ujar Shevandra pelan, sambil tersenyum miring.
“Kenapa dari dulu aku selalu bertemu dengannya? Apakah dunia ini sesempit itu?” lanjutnya.
Tak lama kemudian, pria ini menepikan kendaraannya tepat di depan sebuah hotel bintang lima dan berkelas internasional. Pelayanan yang mereka sediakan tak main-main, sehingga harganya pun ikut tak main-main juga. Tempat ini cukup terkenal dikalangan orang berada dan tak sembarang orang bisa memasuki area ini.
Shevandra keluar dari mobilnya sambil menghela napas kasar. Ia memboyong gadis yang masih terlelap ini ke dalam sana, menuju meja resepsionis. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat itu.
“Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?” sambut si resepsionis yang berjaga di sana kala itu.
“Berikan aku dua buah kamar yang bersebelahan,” ujar pria itu tanpa basa-basi lagi.
“Maaf tuan, yang tidak ada kamar kosong yang bersebelahan, jika kau anda bisa menyewa satu kamar saja,” jelas si resepsionis.
Shevandra terlihat berpikir sejenak sambil mempertimbangkan segala sesuatunya. Ia tak mau dibuat repot jika harus turun naik lift demi memastikan gadis ini aman. Ailisha harus selalu berada di bawah kendalinya. Mereka harus saling berdekatan atau bahkan bersebelahan ruangan, agar ia dapat terus memantaunya.
“Baiklah berikan aku satu kamar dengan fasilitas lengkap,” ujar pria itu.
“Baik pak, ini kuncinya! Kamar anda berada di lantai lima,” balasnya.
“Terima kasih!” balas Shevandra singkat.
“Mari saya antarkan!” tawar resepsionis tersebut.
Shevandra mengikuti langkah resepsionis tersebut dari belakang, sambil tetap memperhatikan gadis ini. Tangan kirinya terkait di pinggang Ailisha, agar gadis ini tak kehilangan keseimbangan. Saat ini ia benar-benar tak sadar.
“Apakah dia istrimu pak?” tanya resepsionis tersebut.
“Oh, kau benar. Kami barusaja menikah.”
“Jadi kalian pasangan baru ya? Pasti ke sini untuk berbulan madu.”
“Kau benar.”
Shevandra terlihat begitu canggung ketika resepsionis ini menanyakan tentang hal itu. Lagipula kenapa ia sok ikut campur dengan kehidupan pribadinya. Lagipula ada masalah apa dengannya jika Shevandra membawa Ailisha bersamanya ke sini. Orang ini benar-benar telah membuatnya jengkel.
Pria itu meletakkan tubuh Ailisha dengan lembut di atas kasur. Ia tak ingin membuat gadis ini sampai terbangun dari tidurnya. Meskipun ia memang tak akan bangun dengan mudah, walau ada kebakaran sekalipun. Ailisha adalah tipikal orang yang sulit untuk bangun ketika sudah tertidur pulas.“Jadi, dia temannya anak itu?” gumam Shevandra pelan.“Apakah mereka berdua berpacaran?” lanjutnya.“Tapi, jika mereka berdua berpacaran, tidak mungkin anak itu membiarkan ku begitu saja untuk membawa gadis ini kemari,” ucapnya pada dirinya sendiri. Pria itu melepaskan jas miliknya, kemudian menyampirkannya pada sandaran kursi. Ada sebuah meja kerja di sana. Kebetulan Shevandra memang belum sempat menuntaskan semua pekerjaannya. Tadi ia pergi untuk mengecek café miliknya terlebih dahulu dan berencana untuk langsung pulang. Tapi, malah bertemu dengan Ailisha. Shevandra membuka laptopnya dan mulai melakuka
Kini mereka berdua sudah sampai di kampus Ailisha. Gadis itu langsung pergi ke kelasnya, karena hampir terlambat. Sementara itu, Shevandra juga bergegas pergi ke ruang rapat, karena sebentar lagi rapat tersebut akan dimulai. Ia tak bisa membuat semua orang menunggu.“Ily!” sapa teman sekelasnya.“Hai!” sapa Ailisha dengan canggung. Ailisha merasa jika ada sesuatu yang salah di sini. Mereka bertemu hampir setiap hari dan tidak biasanya mereka begini kepada gadis itu. Memang tak ada salahnya. Hanya saja ia merasa jika ada sesuatu yang tidak beres kali ini. Mereka adalah Lia dan teman-temannya. Ailisha tak terlalu kenal baik dengan para gadis itu.“Lo kok tumben telat datangnya?” tanya Miera. Miera adalah sahabatnya selain Arga. Kebetulan mereka berdua satu jurusan, jadi sering bertemu.“Enggak tau,” kata Ailisha.“Loh?!” balas gadis itu.&
ISUITP 6Ailisha dan Miera memilih untuk langsung pergi dari tempat itu setelah mencapai batas waktu yang telah ditentukan. Mereka sudah menunggu terlalu lama di sana. Jadi kedua gadis itu tidak akan menunggu lebih lama lagi. Mereka masih punya urusan lain yang jauh lebih penting daripada bertemu orang tidak jelas itu. Setelah ini masih ada kelas. Hanya tersisa lima belas menit lagi sebelum jadwal kelas dimulai.Gadis itu tidak peduli jika Arga akan marah kepadanya. Lagipula, seharusnya Ailisha yang marah kepada pria itu. Karena ia telah mengingkari janjinya. Tadi katanya, rapat itu hanya sebentar. Tapi kenyataannya sungguh berbanding terbalik. Mereka telah menunggu di sana selama berjam-jam. Sampai punggungnya terasa pegal. Sekarang, kedua gadis itu sama sekali tidak memiliki waktu untuk sekedar meluruskan pinggang mereka. Karena sebentar lagi akan ada kelas. Kelas terakhir yang mereka miliki untuk hari ini.“Liat aja lo nanti!” ger
ISUITP 7Mobil mewah itu mendadak menepi di halaman sebuah gedung. Tempat ini kelihatan begitu familiar bagi Ailisha. Ini adalah hotel yang ia tinggali kemarin malam. Sungguh memalukan saat mengingat kejadian kemarin. Bagaimana bisa dirinya ketiduran di café saat menunggu Arka menyelesaikan pekerjaannya. Ailisha masih tidak bisa percaya jika yang kemarin itu benar dirinya. Ia berharap agar bisa menghilang dari hadapan pria ini sekarang juga. Sungguh memalukan saat mengingat kejadian kemarin. Sesekali ia merutuki kebodohannya sendiri.“Turun!” perintah Shevandra.Tanpa menunggu jawaban dari gadis itu, ia telah turun lebih dulu.“Apakah aku harus mengikutinya ke dalam? Tapi untuk apa?” batinnya.“Tunggu apa lagi?” tanya pria itu.Ailisha mengangguk cepat, kemudian segera berlari-lari kecil menyusul langkah panjang pria itu. Mereka langsung pergi ke lift untuk naik ke lantai dua puluh
Shevanda menepati ucapannya tadi. Mereka tidak akan berlama-lama di sana. Hanya untuk mengambil gaun itu saja, setelahnya bakal langsung pergi ke tempat lain. Pria ini terkesan sibuk dan ia memang benar-benar sibuk. Ia bahkan tak sempat untuk memilihkan sebuah gaun yang akan dipakai oleh gadis itu nanti pada saat acara. Dia tak akan sempat untuk mengurusi hal seperti itu. Ada banyak hal yang jauh lebih penting dari pada sebuah gaun. Jadi Shevandra sama sekali tidak ingin merasa dirugikan dengan mengorbankan waktu berharganya. Pria itu menyuruh beberapa asisten pribadinya untuk melakukan hal tersebut. Lagi pula kelihatannya baik-baik saja dan tidak ada masalah sama sekali. Ailisha tampak tak keberatan jika harus menggunakan gaun tersebut.Saat ini keduanya sedang dalam perjalanan menuju ke sebuah salon. Seperti yang pernah dikatakan oleh Sevandra sebelumnya, jika gadis ini harus berdandan sedikit. Ia tidak bisa pergi ke suatu acara formal dengan penampilan sepert
Setelah perbincangan mereka tadi, kini suasana kembali menjadi hening. Bahkan terasa lebih canggung dari yang sebelumnya. Ailisha terus menundukkan kepalanya dan memainkan jari tangannya. Ia terlihat begitu gugup saat ini. Entah kenapa pria itu harus membahas masa lalunya yang begitu memalukan. Ia tidak tahu harus menaruh wajahnya dimana lagi.Kini ia bisa merasakan pipinya yang tengah memanas karena malu. Pasti saat ini pipinya sudah berubah menjadi merah seperti tomat matang. Ah, benar-benar memalukan. Rasanya ia ingin menghilang dari hadapan Shevandra saat ini juga. Pria itu tahu betul bagaimana cara mempermalukan Ailisha. Ia pernah membuat gadis ini harus menanggung rasa malu di depan satu angkatan hanya karena Shevandra tahu jika Ailisha menyukainya pada saat itu. Tapi ada bagian yang paling buruk di sini. Ailisha pernah dibenci oleh kakak kelas sebanyak dua angkatan.Hal tersebut berhasil membuat mental Ailisha acak-acakan. Ia tidak lagi fokus denga
ISUITP 10Semua orang sepertinya mengenal Shevandra dengan sangat baik. Apa pria itu memang cukup terkenal? Tapi jika memang benar begitu, kenapa hanya Ailisha sendiri yang tidak mengetahui soal fakta tersebut. Apa ia memang ketinggalan sesuatu di sini? Mungkin Ailisha adalah satu-satunya orang yang tidak mengetahui jika pria itu memang cukup terkenal. Bukan hanya itu. Bahkan sampai-sampai keberadaannya sendiri saat ini memiliki tempat yang tersendiri di mata orang-orang. Lihat saja bagaimana mereka begitu menghormati pria ini. Shevandra bahkan bisa memerintah mereka jika ia mau. Sebenarnya kekuatan macam apa yang ia miliki hingga bisa mengendalikan orang lain seperti ini.Ailisha tenggelam di dalam pikirannya sendiri. Ia bahkan tetap melamun selama proses dirinya dirias. Tidak ada hal lain yang ia pikirkan kecuali beberapa pertanyaan yang sempat muncul di dalam kepalanya tadi. Gadis itu tahu betul jika ia tidak akan menemukan jawabannya begitu saja tanpa bertanya. Y
Menurutnya ia tidak seburuk itu. Lantas kenapa ia tampak begitu burk di mata Shevandra. Memangnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sejauh ini. Sepertinya pria itu memang tidak pernah berubah. Sekali ia membenci seseorang, maka ia akan tetap membencinya. Bukankah manusia lebih mudah untuk mengingat satu salah dari pada seribu kebaikan.Ailisha memilih untuk diam dan tak berkomentar sedikit pun. Ia tidak bisa mengubah cara pandang pria itu terhadap dirinya. Mustahil. Ailishaakan tetap menjadi orang yang paling tidak ia sukai di dunia ini selamanya. Shevandra mendadak bersikap baik hanya karena ada keperluan saja. Ada maksud terselubung di balik setiap tindakannya. Ailisha tak tahu apa. Yang jelas pasti pria itu sedang memanfaatkan dirinya untuk keuntungan pribadi. Ailisha menyimpulkan semuanya sendiri.Ternyata pria itu sama sekali belum berubah. Ia masih bisa melihar Shevandra dari empat tahun yang lalu di dalam dirinya. Mereka benar-benar masih sama. Bahkan waktu ti