Pria itu meletakkan tubuh Ailisha dengan lembut di atas kasur. Ia tak ingin membuat gadis ini sampai terbangun dari tidurnya. Meskipun ia memang tak akan bangun dengan mudah, walau ada kebakaran sekalipun. Ailisha adalah tipikal orang yang sulit untuk bangun ketika sudah tertidur pulas.
“Jadi, dia temannya anak itu?” gumam Shevandra pelan.
“Apakah mereka berdua berpacaran?” lanjutnya.
“Tapi, jika mereka berdua berpacaran, tidak mungkin anak itu membiarkan ku begitu saja untuk membawa gadis ini kemari,” ucapnya pada dirinya sendiri.
Pria itu melepaskan jas miliknya, kemudian menyampirkannya pada sandaran kursi. Ada sebuah meja kerja di sana. Kebetulan Shevandra memang belum sempat menuntaskan semua pekerjaannya. Tadi ia pergi untuk mengecek café miliknya terlebih dahulu dan berencana untuk langsung pulang. Tapi, malah bertemu dengan Ailisha.
Shevandra membuka laptopnya dan mulai melakukan pekerjaannya, sementara Ailisha tengah tertidur pulas di sana. Sekarang sudah hampir jam dua belas malam. Namun, pria ini masih sibuk berkutat dengan laptop miliknya. Ia kelihatan begitu serius, sampai tak bisa diganggu sama sekali. Tak bisa dipungkiri jika ia sudah mulai mengantuk. Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan baginya. Sampai tanpa disadari, ia tertidur begitu saja di sana. Shevandra meletakkan kepalanya di atas meja kerja dengan laptop yang masih menyala.
***
“Hoamm!!!”
Kali ini Ailisha bangun lebih dulul dari pada pria itu. Lagi pula kemarin Shevandra memang tidur hampir larut malam. Jadi wajar jika jam segini ia belum bangun sama sekali. Gadis itu menggeliat seperti cacing kepanasan di atas tempat tidurnya. Ia mengusap-usap matanya pelan. Pandangannya masih kabur, namun ia tahu dengan jelas jika saat ini ia sedang tak berada di kamarnya. Ailisha bisa mengenali dengan jelas kamarnya sendiri. Ia sudah berada di sana selama bertahun-tahun.
Menyadari jika ada sesuatu yang tak beres di sini, gadis itu segera bangun. Dengan kondisi yang masih setengah sadar, ia berusaha memfokuskan pandangannya. Ailisha tak bisa melihat setiap objek yang berada di sekitarnya dengan jelas.
“Dimana aku?” gumamnya pelan.
Perlahan namun pasti, kini semua bayangan itu semakin solid. Ailisha mulai mengamati sekitarnya dan bertanya-tanya dimana ia berada sekarang.
“Siapa itu?” gumamnya.
Tanpa pikir panjang lagi, gadis itu segera berjalan mendekati Shevandra yang sedang tertidur saat itu. Mungkin pria itu bisa memberikan penjelasan kepadanya. Belum sempat Ailisha meraih tubuh pria itu, Shevandra telah bangun lebih dulu. Seolah ada yang memperingatkan jika Ailisha akan datang ke sini dan membangunkannya. Jadi sebelum hal itu terjadi, ia memilih untuk bangun lebih dulu.
Ailisha refleks mundur beberapa langkah karena merasa kaget.
“Kamu siapa?” tanya gadis itu dengan hati-hati.
“Hm?” balas Shevandra yang masih setengah sadar.
Shevandra kemudian membalikkan badannya ke arah gadis itu. Ailisha terkejut bukan main. Ia tak bisa percaya dengan apa yang berada di hadapannya saat ini.
“Kak Shevandra?” batinnya dalam hati.
Pria itu kemudian berdiri dan membereskan mejanya. Ia baru ingat jika hari ini dia memiliki jadwal. Sebentar lagi Ailisha juga harus masuk kuliah. Mereka tak bisa berlama-lama di sini.
“Kenapa saya bisa di sini? Bersama anda?” ujar Ailisha.
Tanpa menjawab pertanyaan gadis itu sama sekali, Shevandra langsung menarik tangan gadis itu untuk ikut bersamanya. Mereka pergi meninggalkan kamar tersebut tanpa basa-basi. Shevandra dan Ailisha harus menunggu beberapa saat di lobi, sampai proses check out selesai. Sementara itu, pria ini memutuskan untuk meminum beberapa kafein agar membuatnya kembali sadar sepenuhnya. Ia tak bisa berkendara dalam keadaan mengantuk seperti ini.
“Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi?” batinnya dalam hati.
“Jadi, kapan kakak bakalan jelasin semuanya?” tanya Ailisha.
Kini ia tak bisa menunggu lebih lama lagi. Ailisha memutuskan untuk buka suara lebih dulu. Bagaimanapun juga, pria ini harus menjelaskan apa yang terjadi kemarin hingga mereka bisa bersama seperti ini. Yang terakhir kali diingat oleh gadis ini adalah, jika ia sedang bersama Arga di café. Setelah itu ia benar-benar kehilangan segalanya. Ailisha tak mampu mengingat apa yang terjadi setelah itu. Benar-benar aneh.
“Nanti lo tanya sama sama temen lo yang kemarin di café itu,” jelasnya.
“Maksud kakak Arga?” tanya Ailisha.
“Ya, mungkin!” katanya.
Kini Shevandra bukan lagi menjadi satu-satunya orang yang dicurigai oleh gadis ini. Namun, Arga seudah mulai ikut terjebak dalam permainan ini tanpa dirinya sadari.
“Liat aja lo nanti ga!” batinnya dalam hati.
Sampai saat ini belum ada satupun pertanyaan yang terjawab. Hal itu membuat Ailisha semakin penasaran dengan apa yang terjadi kemarin malam. Ia tak bisa lagi mengandalkan ingatannya yang sangat payah ini sekarang. Satu-satunya orang yang bisa memberikan jawaban yang ia perlukan saat ini adalah Arga. Perasaan gadis ini sedang campur aduk menjadi satu. Sangat sulit untuk dideskripsikan dengan kata-kata.
“Ayo!” ajak Shevandra.Gadis itu mengangguk dengan cepat. Shevandra berencana utnuk mengantarkan gadis ini kembali ke kamar kost nya dan bersiap-siap. Kemudian, ia akan mengantarkannya kembali sampai ke kampus. Sesuai dengan janjinya kepada Arga kemarin malam. Lagi pula, pria ini masih memiliki beberapa urusan yang belum selesai untuk acara pentas seni nanti. Mengingat jika Shevandra memiliki peran penting di sana.
Ailisha sempat menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras jika dirinya bisa pulang sendiri. Ia akan pergi menggunakan angkutan umum. Namun, usahanya sia-sia. Shevandra bahkan tidak memberikan kesempatan sedikitpun bagi gadis ini untuk menolak tawarannya. Pilihannya hanya ada dua. Yaitu pulang bersamanya atau tidak sama sekali. Mau tak mau, Ailisha harus mengalah lagi kali ini.
“Gue enggak suka yang namanya penolakan!” tegas pria itu.
“Jadi, sekarang masuk ke mobil gue!” perintahnya.
Ailisha berdecak sebal. Sesekali ia juga mengumpati pria itu. Ia pikir, Shevandra masih sama seperti dulu. Saat terakhir kali ia melihatnya. Namun ternyata, waktu merubah segalanya. Pria ini bukan lagi Shevandra yang ia kenal dulu. Shevandra berubah menjadi pria yang menyebalkan bagi Ailisha.“Rumah lo dimana?” tanya Shevandra sembari menyalakan mesin mobilnya.
“Di Jalan Perjuangan,” jawab gadis itu singkat.
Sepertinya kali ini Ailisha tak akan menyukai Shevandra lagi. Mereka mungkin baru bertemu lagi setelah sekian lama. Jika Shevandra saja bisa berubah, maka begitu pula rasa yang pernah ada untuknya. Ailisha telah mengubur perasaan itu jauh di dalam relung hatinya sejak betahun-tahun yang lalu. Tanpa pernah diketahui oleh pria ini sama sekali.
Pria itu mulai melajukan mobilnya di jalanan yang hampir ramai akan kendaraan. Sementara Shevandra fokus menyetir, Ailisha melemparkan pandangannya ke luar jendela. Ia melihat suasana kota dari balik jendela mobil Shevandra. Ailisha tenggelam dalam pikirannya sendiri. Entah apa yang ia pikirkan saat ini.
Kini mereka berdua sudah sampai di kampus Ailisha. Gadis itu langsung pergi ke kelasnya, karena hampir terlambat. Sementara itu, Shevandra juga bergegas pergi ke ruang rapat, karena sebentar lagi rapat tersebut akan dimulai. Ia tak bisa membuat semua orang menunggu.“Ily!” sapa teman sekelasnya.“Hai!” sapa Ailisha dengan canggung. Ailisha merasa jika ada sesuatu yang salah di sini. Mereka bertemu hampir setiap hari dan tidak biasanya mereka begini kepada gadis itu. Memang tak ada salahnya. Hanya saja ia merasa jika ada sesuatu yang tidak beres kali ini. Mereka adalah Lia dan teman-temannya. Ailisha tak terlalu kenal baik dengan para gadis itu.“Lo kok tumben telat datangnya?” tanya Miera. Miera adalah sahabatnya selain Arga. Kebetulan mereka berdua satu jurusan, jadi sering bertemu.“Enggak tau,” kata Ailisha.“Loh?!” balas gadis itu.&
ISUITP 6Ailisha dan Miera memilih untuk langsung pergi dari tempat itu setelah mencapai batas waktu yang telah ditentukan. Mereka sudah menunggu terlalu lama di sana. Jadi kedua gadis itu tidak akan menunggu lebih lama lagi. Mereka masih punya urusan lain yang jauh lebih penting daripada bertemu orang tidak jelas itu. Setelah ini masih ada kelas. Hanya tersisa lima belas menit lagi sebelum jadwal kelas dimulai.Gadis itu tidak peduli jika Arga akan marah kepadanya. Lagipula, seharusnya Ailisha yang marah kepada pria itu. Karena ia telah mengingkari janjinya. Tadi katanya, rapat itu hanya sebentar. Tapi kenyataannya sungguh berbanding terbalik. Mereka telah menunggu di sana selama berjam-jam. Sampai punggungnya terasa pegal. Sekarang, kedua gadis itu sama sekali tidak memiliki waktu untuk sekedar meluruskan pinggang mereka. Karena sebentar lagi akan ada kelas. Kelas terakhir yang mereka miliki untuk hari ini.“Liat aja lo nanti!” ger
ISUITP 7Mobil mewah itu mendadak menepi di halaman sebuah gedung. Tempat ini kelihatan begitu familiar bagi Ailisha. Ini adalah hotel yang ia tinggali kemarin malam. Sungguh memalukan saat mengingat kejadian kemarin. Bagaimana bisa dirinya ketiduran di café saat menunggu Arka menyelesaikan pekerjaannya. Ailisha masih tidak bisa percaya jika yang kemarin itu benar dirinya. Ia berharap agar bisa menghilang dari hadapan pria ini sekarang juga. Sungguh memalukan saat mengingat kejadian kemarin. Sesekali ia merutuki kebodohannya sendiri.“Turun!” perintah Shevandra.Tanpa menunggu jawaban dari gadis itu, ia telah turun lebih dulu.“Apakah aku harus mengikutinya ke dalam? Tapi untuk apa?” batinnya.“Tunggu apa lagi?” tanya pria itu.Ailisha mengangguk cepat, kemudian segera berlari-lari kecil menyusul langkah panjang pria itu. Mereka langsung pergi ke lift untuk naik ke lantai dua puluh
Shevanda menepati ucapannya tadi. Mereka tidak akan berlama-lama di sana. Hanya untuk mengambil gaun itu saja, setelahnya bakal langsung pergi ke tempat lain. Pria ini terkesan sibuk dan ia memang benar-benar sibuk. Ia bahkan tak sempat untuk memilihkan sebuah gaun yang akan dipakai oleh gadis itu nanti pada saat acara. Dia tak akan sempat untuk mengurusi hal seperti itu. Ada banyak hal yang jauh lebih penting dari pada sebuah gaun. Jadi Shevandra sama sekali tidak ingin merasa dirugikan dengan mengorbankan waktu berharganya. Pria itu menyuruh beberapa asisten pribadinya untuk melakukan hal tersebut. Lagi pula kelihatannya baik-baik saja dan tidak ada masalah sama sekali. Ailisha tampak tak keberatan jika harus menggunakan gaun tersebut.Saat ini keduanya sedang dalam perjalanan menuju ke sebuah salon. Seperti yang pernah dikatakan oleh Sevandra sebelumnya, jika gadis ini harus berdandan sedikit. Ia tidak bisa pergi ke suatu acara formal dengan penampilan sepert
Setelah perbincangan mereka tadi, kini suasana kembali menjadi hening. Bahkan terasa lebih canggung dari yang sebelumnya. Ailisha terus menundukkan kepalanya dan memainkan jari tangannya. Ia terlihat begitu gugup saat ini. Entah kenapa pria itu harus membahas masa lalunya yang begitu memalukan. Ia tidak tahu harus menaruh wajahnya dimana lagi.Kini ia bisa merasakan pipinya yang tengah memanas karena malu. Pasti saat ini pipinya sudah berubah menjadi merah seperti tomat matang. Ah, benar-benar memalukan. Rasanya ia ingin menghilang dari hadapan Shevandra saat ini juga. Pria itu tahu betul bagaimana cara mempermalukan Ailisha. Ia pernah membuat gadis ini harus menanggung rasa malu di depan satu angkatan hanya karena Shevandra tahu jika Ailisha menyukainya pada saat itu. Tapi ada bagian yang paling buruk di sini. Ailisha pernah dibenci oleh kakak kelas sebanyak dua angkatan.Hal tersebut berhasil membuat mental Ailisha acak-acakan. Ia tidak lagi fokus denga
ISUITP 10Semua orang sepertinya mengenal Shevandra dengan sangat baik. Apa pria itu memang cukup terkenal? Tapi jika memang benar begitu, kenapa hanya Ailisha sendiri yang tidak mengetahui soal fakta tersebut. Apa ia memang ketinggalan sesuatu di sini? Mungkin Ailisha adalah satu-satunya orang yang tidak mengetahui jika pria itu memang cukup terkenal. Bukan hanya itu. Bahkan sampai-sampai keberadaannya sendiri saat ini memiliki tempat yang tersendiri di mata orang-orang. Lihat saja bagaimana mereka begitu menghormati pria ini. Shevandra bahkan bisa memerintah mereka jika ia mau. Sebenarnya kekuatan macam apa yang ia miliki hingga bisa mengendalikan orang lain seperti ini.Ailisha tenggelam di dalam pikirannya sendiri. Ia bahkan tetap melamun selama proses dirinya dirias. Tidak ada hal lain yang ia pikirkan kecuali beberapa pertanyaan yang sempat muncul di dalam kepalanya tadi. Gadis itu tahu betul jika ia tidak akan menemukan jawabannya begitu saja tanpa bertanya. Y
Menurutnya ia tidak seburuk itu. Lantas kenapa ia tampak begitu burk di mata Shevandra. Memangnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sejauh ini. Sepertinya pria itu memang tidak pernah berubah. Sekali ia membenci seseorang, maka ia akan tetap membencinya. Bukankah manusia lebih mudah untuk mengingat satu salah dari pada seribu kebaikan.Ailisha memilih untuk diam dan tak berkomentar sedikit pun. Ia tidak bisa mengubah cara pandang pria itu terhadap dirinya. Mustahil. Ailishaakan tetap menjadi orang yang paling tidak ia sukai di dunia ini selamanya. Shevandra mendadak bersikap baik hanya karena ada keperluan saja. Ada maksud terselubung di balik setiap tindakannya. Ailisha tak tahu apa. Yang jelas pasti pria itu sedang memanfaatkan dirinya untuk keuntungan pribadi. Ailisha menyimpulkan semuanya sendiri.Ternyata pria itu sama sekali belum berubah. Ia masih bisa melihar Shevandra dari empat tahun yang lalu di dalam dirinya. Mereka benar-benar masih sama. Bahkan waktu ti
ISUITP 11Akhirnya kolega bisnis Shevandra datang juga setelah cukup mereka menunggu cukup lama. Hal itu membuat Ailisha bertanya-tanya apakah jalanan di kota sedang macet saat ini. Shevandra dan Ailisha langsung berdiri untuk menyambut mereka yang baru saja datang. Tidak terlalu banyak sesuai dengan ekspektasi gadis itu selama ini. Hanya ada seorang pria yang tak jauh berbeda umurnya dengan Shevandra. Ia juga membawa seorang gadis bersamanya. Mungkinkah jika itu kekasihnya."Selamat datang!" ucap Shevandra sebagai kata sambutan.Mereka saling melempar senyum satu sama lain, kemudian berjabat tangan. Tidak ada yang istimewa di sini. Mereka masih melakukan setiap halnya dengan normal."Apakah ini gadis yang pernah kau ceritakan waktu itu?" tanya pria tersebut secara tiba-tiba.Shevandra hanya mengangguk untuk mengiyakan perkataan temannya. Ia tak mau terlalu banyak bicara. Itu bisa merusak citranya nanti."Memangnya apa yang ia ceritakan