"Huek! Uhuk-uhuk! Huek!"Belum jua menyantap apapun, Harsha sudah lebih dulu menumpahkan seluruh isi di dalam perutnya. Sudah tahu punya asam lambung, Harsha malah memperburuk keadaan dengan sering telat makan. Seharian ini hanya teh hangat yang sempat ia teguk ketika di cafe tadi, alhasil hanya lendir pahit yang akhirnya sanggup ia keluarkan di detik-detik terakhir. Sambil menyandarkan kepalanya di dinding dengan lemas, Harsha masih menunggu apakah gejolak selanjutnya akan datang atau tidak. Ketika akhirnya sesuatu di dalam perutnya kembali menghentak, kepala Harsha kembali menjulur ke bibir closet. "Huek!" Di luar, Alexander Birnandi baru datang dan hendak memeluk putranya ketika pelayan tiba-tiba mendekat dengan wajah panik. "Tuan Ron, nona tadi pingsan di--""Harsha!" Bak roket melesat ke udara, Ron seketika bangkit dan berlari, mengacuhkan sang ayah yang sudah merentangkan kedua tangannya, hingga pria tua itu akhirnya menoleh pada sang istri. "Nona who? Dia membawa gadis s
"Ber- berhubungan?" Harsha tertegun oleh pertanyaan dokter Eva yang seolah menginterogasinya. Berhubungan dengan kekasih katanya? Harsha bahkan belum pernah pacaran sebelumnya! "Iya. Berhubungan badan alias berhubungan seksual. Penyatuan kelamin antara pria dan wanita. Si pria mengeluarkan spermanya di dalam...."Penjelasan dokter Eva terhenti ketika bola mata Harsha semakin melebar bahkan hampir meloncat dari tempatnya. Dokter cantik itu kemudian tersadar jika pembahasan ini mungkin membuat Harsha malu dan canggung. "Apakah ini pertama kalinya bagimu melakukan hubungan badan?" tebak dokter Eva to the point, dan dengan gesit Harsha mengangguk sambil menundukkan kepala. "Dengarkan aku, Sayang, ada kemungkinan jika kamu saat ini tengah mengandung. Tapi, aku tidak bisa serta merta mendiagnosa demikian selama belum tahu hasil dari tes urinmu. Maukah kamu mencoba mengetesnya sekarang?" Harsha bergeming. Seluruh sendi di tubuhnya nyaris mati. Ia tak sanggup untuk merespon apapun. Mungki
Semalam suntuk, Ron tak bisa memejamkan mata barang sejenak. Rencana kepergian Harsha sepertinya sudah bulat, gadis itu bahkan balik bertanya pada Ron, ketika ia mencercanya dengan pernyataan jika Ron tak akan mengizinkan Harsha pergi. "Memangnya apa hak Tuan buat melarangku pergi?"Damn! Sepertinya Ron mulai gila usai berbagi peluh dengan gadis labil itu! Dia merasa memiliki Harsha, padahal Ron masih terikat pernikahan bersama Bela. Getaran gawai yang terus menerus berdengung di meja nakas, pada akhirnya mengalihkan perhatian Ron di subuh itu. Ia meraih ponsel canggihnya dan memicingkan mata dengan heran ketika sebaris nama muncul di layar. "Halo, Mi?" sapa Ron cepat. "Ada apa?""Ronney, apa kamu tadi malam sempat mengobrol dengan dokter Eva?" selidik Brigitta di ujung sana. Sejenak Ron mencoba mengingat-ingat pada momen beberapa jam yang lalu di rumah orang tuanya. "Tidak. Aku hanya mengobrol sebentar soal Harsha. Kenapa memangnya?" "Kamu tahu apa yang ditemukan oleh pelayan p
"Syarat lainnya akan aku pikirkan nanti. Sekarang Tuan bisa pergi dan tinggalkan aku," usir Harsha tegas. Semburat lega bercampur cemas dan bahagia tergambar jelas di wajah Ron pagi ini. "Tapi kamu janji tidak akan menggugurkan anakku, kan? Kalo kamu butuh sesuatu segera kabari aku, oke?""Pergilah." Sekali lagi Harsha mengusir Ron dengan membukakan pintu rumahnya lebih lebar. Setelah akhirnya Ron keluar dari rumah kontrakan kecil itu, Harsha segera menutup pintu dan menguncinya sambil menangis. Apa Harsha sudah gila? Dia belum menikah, tapi sudah mengandung seperti ini, lantas apa kata para tetangganya nanti?Belum jua pertanyaan-pertanyaan itu terjawab, pintu rumah Harsha kembali diketuk oleh seseorang. Ron kembali lagi dan urung pergi. "Apa lagi?" tanya Harsha ketus setelah lebih dulu menghapus air matanya. "Aku akan menikah denganmu." "Apa?" "Aku akan menikahimu, Harsha. Kamu juga harus pindah dari rumah kecil ini. Setidaknya, kamu hamil dengan status sebagai istriku agar
Karena Devan setuju untuk makan siang bersama usai mereka berdua menyelesaikan tujuan masing-masing, akhirnya Harsha memaksa pak Udin untuk pulang tanpa menunggunya. Meskipun tadinya Udin memaksa untuk mengantarkan majikan perempuannya itu, tetapi Harsha menolak dengan tegas. Ia butuh privasi setelah sebulanan ini selalu diawasi oleh Ron. "Mau makan di mana kita?" tanya Devan sembari membuka kaca helmnya. "Terserah!" Harsha menyahut dengan santai, tetapi kemudian dia ingat jika Ron sangat membenci kata terserah, buru-buru Harsha meralat, "tapi aku pengen makan di mall," sambungnya cepat. Segala sesuatu yang tidak Ron sukai, juga peraturan tak tertulis yang Ron berikan, entah mengapa membuat Harsha wajib mematuhinya meskipun sedang tidak berhadapan dengan suaminya itu. Alam bawah sadarnya seakan memaksa Harsha untuk menjauhi larangan Ron dan melaksanakan perintahnya. Namun, khusus hari ini dia ingin menjadi istri yang bandel. "Oke. Berarti kita ke kota?" tanya Devan memastikan. H
Sejak menikah dengan Harsha, keharmonisan Ron dan Bela kembali seperti semula. Mereka bercinta setiap malam, bahkan lebih panas dari sebelum-sebelumnya. Tak ada yang berubah pada sikap Ron terhadap Bela meskipun ia telah menikahi Harsha. Keinginan mereka berdua untuk memiliki anak akan segera terwujud, bahkan kandungan Harsha bertahan lebih lama daripada proses inseminasi dulu. "Honey, hari ini aku menginap di rumah papa." "Ke kota lagi?" Ron menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengancing kemeja putih. "Bukannya minggu lalu kamu sudah menginap di rumah papa?" "Papa semakin tua, Honey. Aku harus sering-sering mengunjunginya atau dia akan melupakan aku sebagai anaknya!" Bela bangkit dari ranjang, membenarkan tali lingerie-nya yang melorot lantas membantu Ron mengancing kemeja putih itu. "Lalu malam ini aku tidur sendirian lagi?" keluh Ron sedih, menunduk dan mencium pipi sang istri. "Teganya kamu, Honey!" "Hanya semalam Ron, jangan berlebihan!" Bela mendorong tubuh suaminya
"Dua ratus juta, Dokter?" Harsha mendelik tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar. "Benar. Kami baru akan melakukan operasi jika anda sudah menyiapkan uang itu." Harsha mendapati seluruh tubuhnya semakin meremang. Dari mana ia akan mendapatkan uang sebanyak itu untuk biaya operasi ibunya? Pun jika tak segera dioperasi, nyawa ibunya pasti tak akan bisa bertahan lebih lama lagi. "Baik, Dokter. Saya akan segera mencari uang untuk biaya ibu saya secepatnya." Harsha berjanji meskipun ia merasa ragu, dari mana ia akan mendapat uang sebanyak itu. Harsha Luvena, gadis berusia 22 tahun yang saat ini sedang berjuang untuk kesembuhan ibunya itu, juga sedang bekerja keras menyelesaikan tesisnya agar bisa lulus tepat waktu. Selain kuliah, Harsha juga bekerja di Mansion keluarga Birnandi, menggantikan ibunya yang harus berhenti bekerja karena sakit keras dan harus segera dioperasi. Karena masih ada waktu sekitar 2 jam sebelum nanti sore mulai bekerja, akhirnya Harsha berpamitan pada ibun
"I-ibu pengganti?" Kaki kecil Harsha mundur selangkah dengan bola mata membeliak. Jantungnya seakan berhenti berdetak, ketika dengan lugasnya Bela melontarkan tawaran yang terdengar sangat serius."Benar. Aku akan membiayai operasi ibumu dan biaya lain-lain selama beliau dirawat di rumah sakit. Tapi kau tahu kan kalau di dunia ini tidak ada yang gratis, Sha," tukas Bela memotong, ia membalas tatapan Harsha yang tertuju padanya dengan penuh kelicikan."T-tapi saya masih perawan, Nyonya." Harsha mulai panik dan gelisah. "Mana mungkin saya bisa hamil kalo saya bahkan belum menikah.""Jangan khawatir, Sha. Sekarang tekhnologi semakin canggih. Kamu bisa tetap perawan meskipun sudah melahirkan anakku. Bukankah definisi perawan artinya belum pernah berhubungan badan dengan pria?" "T-tapi--""Kamu ingin ibumu sembuh, kan?" tukas Bela cepat sembari menunjuk tas berisi uang ratusan juta di dalam tas koper kecil miliknya. "Pilihan ada di tanganmu. Silahkan kamu tandatangani surat perjanjian ji