Sejak menikah dengan Harsha, keharmonisan Ron dan Bela kembali seperti semula. Mereka bercinta setiap malam, bahkan lebih panas dari sebelum-sebelumnya. Tak ada yang berubah pada sikap Ron terhadap Bela meskipun ia telah menikahi Harsha. Keinginan mereka berdua untuk memiliki anak akan segera terwujud, bahkan kandungan Harsha bertahan lebih lama daripada proses inseminasi dulu. "Honey, hari ini aku menginap di rumah papa." "Ke kota lagi?" Ron menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengancing kemeja putih. "Bukannya minggu lalu kamu sudah menginap di rumah papa?" "Papa semakin tua, Honey. Aku harus sering-sering mengunjunginya atau dia akan melupakan aku sebagai anaknya!" Bela bangkit dari ranjang, membenarkan tali lingerie-nya yang melorot lantas membantu Ron mengancing kemeja putih itu. "Lalu malam ini aku tidur sendirian lagi?" keluh Ron sedih, menunduk dan mencium pipi sang istri. "Teganya kamu, Honey!" "Hanya semalam Ron, jangan berlebihan!" Bela mendorong tubuh suaminya
Tentu saja Harsha menjerit kaget ketika tiba-tiba Ron menggendongnya seperti menggotong karung beras! Bahkan, Ron seakan tuli ketika Harsha menjerit meminta diturunkan. "Turunkan aku, Tuan!" teriak Harsha kesal sembari memukuli punggung Ron dengan beringas. Namun, pria itu bergeming dan terus membawa Harsha masuk ke dalam kamar. Ada kilat amarah yang tadi sempat Harsha lihat dari bola mata tajam itu, hingga seketika tubuh Harsha merinding dan memejamkan mata, mungkinkah Ron akan memperkosanya lagi? Tiba di depan ranjang, Ron menurunkan tubuh mungil istri mudanya itu dengan sangat hari-hati dan perlahan. Padahal, beberapa detik sebelumnya Harsha sudah bersiap untuk kemungkinan ia akan dilempar di atas kasur itu. Ketika Harsha akhirnya membuka mata, tatapan Ron yang sesaat lalu nampak bengis, entah mengapa malah berubah sendu. "Kalo hanya ingin belanja, kenapa tidak minta antar pak Udin?" What? Harsha terbelalak heran oleh pertanyaan itu. Pun, suara Ron tumben sekali terdengar lemb
"Tidak ada yang serius, hanya demam biasa karena masuk angin. Jika sampai besok Nyonya Harsha masih demam meskipun sudah minum obat, baiknya dibawa ke rumah sakit untuk di cek lagi." Ron mengawasi tubuh yang berbaring di ranjang lebar itu dengan penuh sesal. Dari sofa tempatnya duduk, Ron berulang kali mengutuk perbuatannya yang telah di luar batas. Ini kali pertama Ron menghukum Harsha, dan ia berjanji tidak akan mengulang lagi kesalahan ini. Menyakiti Harsha, ternyata juga menyakiti dirinya. Terlampau lelah fisik dan mental, Ron akhirnya terlelap di sofa hingga pagi. Sinar mentari yang membias di matanya, sontak membuat Ron terjaga dan bangkit. Ia mendekat ke ranjang dan menyentuh kening istrinya yang masih terlelap dalamdamai. "Syukurlah," gumam Ron lega setelah suhu tubuh Harsha kembali normal. Entah jam berapa sekarang, Ron baru ingat jika Bela akan pulang hari ini. Buru-buru ia mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan menghubungi sang istri pertama. Lima kali nada sambun
"Dua ratus juta, Dokter?" Harsha mendelik tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar. "Benar. Kami baru akan melakukan operasi jika anda sudah menyiapkan uang itu." Harsha mendapati seluruh tubuhnya semakin meremang. Dari mana ia akan mendapatkan uang sebanyak itu untuk biaya operasi ibunya? Pun jika tak segera dioperasi, nyawa ibunya pasti tak akan bisa bertahan lebih lama lagi. "Baik, Dokter. Saya akan segera mencari uang untuk biaya ibu saya secepatnya." Harsha berjanji meskipun ia merasa ragu, dari mana ia akan mendapat uang sebanyak itu. Harsha Luvena, gadis berusia 22 tahun yang saat ini sedang berjuang untuk kesembuhan ibunya itu, juga sedang bekerja keras menyelesaikan tesisnya agar bisa lulus tepat waktu. Selain kuliah, Harsha juga bekerja di Mansion keluarga Birnandi, menggantikan ibunya yang harus berhenti bekerja karena sakit keras dan harus segera dioperasi. Karena masih ada waktu sekitar 2 jam sebelum nanti sore mulai bekerja, akhirnya Harsha berpamitan pada ibun
"I-ibu pengganti?" Kaki kecil Harsha mundur selangkah dengan bola mata membeliak. Jantungnya seakan berhenti berdetak, ketika dengan lugasnya Bela melontarkan tawaran yang terdengar sangat serius."Benar. Aku akan membiayai operasi ibumu dan biaya lain-lain selama beliau dirawat di rumah sakit. Tapi kau tahu kan kalau di dunia ini tidak ada yang gratis, Sha," tukas Bela memotong, ia membalas tatapan Harsha yang tertuju padanya dengan penuh kelicikan."T-tapi saya masih perawan, Nyonya." Harsha mulai panik dan gelisah. "Mana mungkin saya bisa hamil kalo saya bahkan belum menikah.""Jangan khawatir, Sha. Sekarang tekhnologi semakin canggih. Kamu bisa tetap perawan meskipun sudah melahirkan anakku. Bukankah definisi perawan artinya belum pernah berhubungan badan dengan pria?" "T-tapi--""Kamu ingin ibumu sembuh, kan?" tukas Bela cepat sembari menunjuk tas berisi uang ratusan juta di dalam tas koper kecil miliknya. "Pilihan ada di tanganmu. Silahkan kamu tandatangani surat perjanjian ji
"Ibu pengganti?" "Iya, benar, Honey. Bukankah kamu ingin kita segera punya anak?" Bela membantu suaminya, Ron Kyle, melepas jas kerja yang menempel di tubuhnya yang atletis. "Aku maunya kamu yang hamil. Bukan ibu pengganti, Honey." Ron berbalik dan menangkap tubuh molek istrinya dengan gesit. "Keturunan Bernandi hanya akan dilahirkan oleh wanita sepertimu." "Oh, c'mon Ron! Kita sudah membahas hal ini ratusan kali.""But, why? Kenapa memangnya dengan perubahan hormon dan membesarnya bentuk tubuhmu? Aku mencintaimu apa adanya, Bela."Bela mendengus dan menepis pelukan suaminya dengan jengkel. "Kalo begitu suruh keluargamu berhenti membahas tentang anak dan keturunan! Aku bosan mendengarnya setiap kali mereka datang ke mansion ini!" "Oke, Honey. Jangan pikirkan hal itu. Aku minta maaf atas nama keluargaku." Ron mendekat dan kembali memeluk Bela dengan erat. Aroma rose dan peony yang menguar dari ceruk leher istrinya, membuat hasrat Ron mulai terpancing. Ia membubuhkan ciuman di area
Silent treatment adalah jurus andalan yang dilakukan Bela setiap kali ia dan Ron bertengkar. Ia betah berhari-hari bahkan seminggu lebih mendiamkan Ron dan menganggap suaminya itu tak ada. Seperti yang Bela lakukan sekarang, ia tak sekalipun menggubris Ron dan memilih untuk tidur di kamar tamu karena kesal permintaannya tak dikabulkan. Pulang ke rumah di saat sedang ada masalah merupakan pilihan terakhir yang Ron lakukan. Ia menyibukkan diri dengan pekerjaan dan baru pulang saat malam sudah larut. Selama sembilan tahun berumahtangga, ia selalu dihukum dan didiamkan tanpa pernah mendapat penjelasan dan menyelesaian dari Bela, setiap kali mereka berdua ada masalah. Pada akhirnya, selalu Ron yang meminta maaf meskipun kesalahan tak sepenuhnya berada di pihaknya. Anak adalah sumber masalah yang selalu menjadi topik pertengkaran. Bela yang dulu memutuskan untuk child free, perlahan-lahan mulai luluh dan berkenan untuk memiliki anak bersama Ron. Namun, syaratnya adalah bukan dia yang hami
Setelah berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Endokrinologi Reproduksi dan Infertilitas, yakni dokter Hendri, akhirnya diputuskan bila Ron dan Bela harus lebih dahulu dicek kesuburan sebelum nantinya diambil sperma dan sel telur. Sementara Harsha, harus mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung hormon untuk mempersiapkan kondisi rahimnya. Setelah melalui hari-hari yang panjang dan proses yang melelahkan bagi Harsha, akhirnya tiba saatnya ia dibawa ke ruangan khusus di mana dokter akan menyuntikkan embrio Ron dan Bela. Karena harus bolak-balik ke kota, sementara keadaan ibunya belum stabil, Harsha terpaksa meminta bantuan pada perawat di rumah sakit untuk mengawasi ibunya selama ia tak ada. "Sudah siap?" Dokter Hendri memperhatikan pasiennya yang nampak sangat pasrah di ranjang pasien. "Siap, Dokter." Harsha menjawab dengan dada berdebar was-was. "Dokter, apakah setelah proses ini saya bukan lagi gadis perawan?"Dokter Hendri meletakkan jarum suntik di tangannya dan mendekat di kep