Share

Mengalah Bukan Berarti Kalah

Silent treatment adalah jurus andalan yang dilakukan Bela setiap kali ia dan Ron bertengkar. Ia betah berhari-hari bahkan seminggu lebih mendiamkan Ron dan menganggap suaminya itu tak ada. Seperti yang Bela lakukan sekarang, ia tak sekalipun menggubris Ron dan memilih untuk tidur di kamar tamu karena kesal permintaannya tak dikabulkan.

Pulang ke rumah di saat sedang ada masalah merupakan pilihan terakhir yang Ron lakukan. Ia menyibukkan diri dengan pekerjaan dan baru pulang saat malam sudah larut. Selama sembilan tahun berumahtangga, ia selalu dihukum dan didiamkan tanpa pernah mendapat penjelasan dan menyelesaian dari Bela, setiap kali mereka berdua ada masalah. Pada akhirnya, selalu Ron yang meminta maaf meskipun kesalahan tak sepenuhnya berada di pihaknya.

Anak adalah sumber masalah yang selalu menjadi topik pertengkaran. Bela yang dulu memutuskan untuk child free, perlahan-lahan mulai luluh dan berkenan untuk memiliki anak bersama Ron. Namun, syaratnya adalah bukan dia yang hamil. Tentu saja Ron semakin pusing dengan persyaratan mustahil itu. Bagaimana mungkin mereka bisa punya anak jika Bela tak mau hamil? Andai Ron bisa hamil, mungkin lebih baik dirinya yang mengandung!

Dan, ketika Bela tiba-tiba memiliki ide untuk menjadikan Harsha sebagai Surrogate Mother, kesabaran Ron akhirnya habis. Harsha adalah putri salah satu pelayan kepercayaan keluarga Birnandi. Bahkan, keluarga Harsha sudah bekerja secara turun temurun. Bagaimana mungkin Ron tega menjadikan gadis polos dan baik hati itu sebagai ibu pengganti?

Masa depan Harsha masih panjang, Ron adalah satu-satunya orang yang bersikukuh ingin Harsha menjadi wanita yang sukses. Bahkan rela membiayai sekolahnya sampai kuliah. Bukankah gila jika pada akhirnya justru keinginan Ron yang menghambat impian-impiannya?

"Tuan, Nyonya Bela tidak mau sarapan. Bahkan sejak semalam beliau tidak mau makan."

Lamunan Ron buyar ketika suara pelayan memanggilnya. Ia menoleh cepat ke arah kamar tamu di mana istrinya tidur sejak seminggu ini. Mau tak mau, akhirnya Ron bangkit dan melangkah menuju tempat persembunyian istrinya selama mereka perang dingin.

"Bela, buka pintunya," pinta Ron ketika ia tak bisa memutar handle pintu yang terkunci dari dalam.

Hening. Tak ada tanda-tanda pintu akan dibuka. Ron mencoba mengetuknya sekali lagi dengan kencang.

"Bela, buka atau aku akan dobrak pintu ini sekarang."

"Pergilah! Jangan hiraukan aku!"

Teriakan kecil dari dalam kamar membuat Ron menghela dan menghembuskan napasnya lega. Setidaknya istrinya masih hidup dan baik-baik saja.

"Buka sebentar. Aku mau bicara," rayu Ron dengan suara melunak.

Tak berapa lama, terdengar suara langkah dan kunci diputar, sebelum akhirnya daun pintu bergerak ke dalam. Wajah yang Ron rindukan sedang menatapnya dengan tajam dan dingin.

"Mau bicara apa?!" tanya Bela ketus dengan kedua tangan terlipat di dada.

Untuk beberapa detik, Ron menghela napasnya berat sebelum kemudian mulai berucap, "mari kita lakukan inseminasi itu. Tapi jika gagal, kamu harus menyerah dan kita lupakan tentang memiliki anak. Oke?"

Sorot mata yang tadinya murung itu mendadak berbinar ceria, bibir yang sedari tadi manyun itu mulai menyunggingkan senyuman lebar. Bela berlari dan memeluk Ron dengan erat.

"Terimakasih, Ron! I love you!" jeritnya girang sembari melayangkan ciuman di bibir tipis suaminya. "Aku janji, ini usaha kita yang terakhir!"

Sambil terus bergelayut manja di pelukan suaminya, Bella terus menghujani Ron dengan ciuman. Andai Ron mengalah sejak awal, mungkin Bela tak harus menahan lapar semalaman!

"Aku akan secepatnya membuat janji dengan Dokter Hendri. Tapi sebelum itu, aku mau kita bertemu Harsha untuk membicarakan kesepakatan penting ini." Bela masuk ke dalam kamar dan meraih ponselnya di meja nakas, jari lentiknya bergerak mencari nomor Harsha dan mengirimkan pesan pada gadis itu. "Done! Aku sudah mengirim pesan pada Harsha untuk datang ke rumah sore ini. Kamu jangan pulang terlambat ya, Honey!"

Ron mengangguk pasrah, ia tidak punya pilihan lain. Entah bagaimana ia akan berbicara pada Harsha tentang ide gila ini. Bahkan bermimpi pun, Ron tak pernah ingin menghancurkan masa depan gadis polos itu.

Dan benar saja, sore ketika Ron baru pulang dari perusahaannya, Harsha sudah berada di taman bersama Bela. Dari ekspresi wajah Harsha yang tegang, Ron bisa menebak apa yang sedang mereka bicarakan.

"I'm sorry, Harsha," gumam Ron penuh penyesalan, sebelum kemudian ia menyusul dua wanita itu di taman.

Bela menyambut kedatangan Ron dengan senyuman lebar, ia lantas mempersilahkan suaminya untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan Harsha.

"Dia sudah setuju untuk membantu kita, Honey! Bukankah itu berita yang bagus?" ujar Bela bersorak.

Dari kursinya, Ron bisa melihat sorot kebahagiaan itu tak nampak di mata Harsha. Ada gurat terpaksa dan ketakutan yang terpancar di sana. Saat kemudian tatapan Harsha bertemu dengan netranya, Ron sontak berpaling dengan cepat.

"Ya. Bagus. Terimakasih banyak, Harsha."

Dengan lemah, Harsha menganggukkan kepala tanpa sekalipun mengalihkan tatapan dari Ron. Seakan ia hendak meminta bantuan untuk membatalkan ide gila istrinya. Namun, melihat Ron juga setuju untuk menjadikan Harsha sebagai ibu pengganti, kekecewaan tergambar jelas di wajahnya yang jelita.

"Besok sore kita bisa bertemu dokter Hendri. Kita berangkat bersama saja. Aku dan suamiku akan menjemputmu, Sha!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status