"Kenapa? Kamu cemburu?" tembak Vin dengan senyuman tipis."Nggak! Tentu saja tidak, Pak. Saya tidak cemburu, kok." Lea geleng-gelengkan kepala sampai beberapa kali agar lebih meyakinkan."Masa? Terus apa namanya, kalau nanya-nanya soal wanita lain, kalau bukan semburu, hayo?" desak Vin, semakin membungkuk mendekati wajah Lea dan tersenyum penuh kepuasan.Lea mundurkan wajah dengan desakan kemenangan Vin ini."Iya...saya cuma nanya...ingin tahu.""Kenapa? Jawab tanpa terbata-bata. Kalau masih seperti itu, berarti ku anggap kamu memang bohong, dan tutupi rasa cemburu!"Punggung Lea hampir melengkung ke belakang, tapi coba dia tahan dengan kedua tangan hampir menyentuh dada Vin, buat berjaga-jaga bila seandainya terjatuh."Karena anda suami kontrak saya," jawab Lea asal.Kepala Vin menengleng dengan lirikan tajam."Terus, kalau aku suami kontrakmu, kamu harus tahu siapa-siapa yang ada di sekitarku, terutama itu wanita, begitu?""Pak Vin. Saya cuma basa-basi. Tidak ada pikiran apapun.""
"Apa, sih! Nggak jelas banget! Dasar atasan nggak waras!" Lea menggerutu lirih tak karuan menanggapi keputusan Vin.Tapi apa daya? Lea hanya mampu berucap menyanggupi, meski dalam hati geregetan ingin mengumpat di depan Vin secara langsung.Setelah meeting pagi, Lea langsung mengikuti Vin ke ruangannya. Atasannya itu menuntut semua pekerjaan Lea selesai sebelum makan siang.Lea sempatkan melirik dari ujung ekor, apa yang sedang Vin lakukan sekarang, lewat pembatas kaca ruangan.Pria tampan berwajah setengah Indonesia, dan setengah Italia itu tampak masih sibuk dengan semua dokumen di hadapannya.Entah kenapa, hanya sekedar melirik rasanya belum terpuaskan, Leapun perlahan menengleng dan curi-curi pandang ke arah Vin yang sedang serius."Seandainya malam itu gue nggak mabuk juga, gue tendang beneran tuh selangkangan. Biar nggak main perempuan aja kerjaannya!" kesal Lea, tiba-tiba menyesal telah terjadi one night stand dengan atasannya. Lea kembali berusaha memupuk rasa benci pada Vin
"Aku mau ke pantry." Lea berusaha menghindari berbicara dengan Dani."Apa kamu terpaksa melakukannya sebagai pelampiasan kekecewaanmu padaku?" tanya Dani tiba-tiba."Aku nggak tahu maksudmu!" jawab Lea ketus, melengos, menarik paksa pegangan Dani pada lengannya."Lea. Aku tahu kamu masih mencintaiku. Iya, kan?"Lea balikkan badan, tak terima akan pertanyaan Dani barusan."Aku sakit hati!" jawab Lea singkat, lalu cepat-cepat menjauhi Dani."Lalu kenapa kamu masih simpan foto kita berdua? Mang Ujang tadi pindahin meja lamamu, terus temuin foto itu di laci. Lea...aku bisa jelaskan, dan lupakan semua, untuk hubungan baru kita."Telinga Lea memanas. Tentu tak bisa terima dengan ucapan enteng Dani ini.Kembali bersama? Bagi Lea tak akan segampang itu."Dani. Foto itu memang aku tinggalkan disana, rencana mau kubuang setelah pulang dari Italia. Mana ku tahu kalau akhirnya sama Pak Vin dipindah ke ruangan yang sekarang, jadi jangan berprasangka yang tidak-tidak. Kita sudah tak ada hubungan.
Saat jam makan siang, Lea menatap kursi kosong atasan yang berpamitan keluar untuk pertemuan pribadi dengan seseorang."Enak aja nyuruh-nyuruh orang nginep. Lha gue harus bilang apa ke mama?" gerutunya.Lea garuk-garuk kepala cari alasan. Males banget kalau di paksa bohong, tentu akan menambah beban pikiran wanita satu-satunya yang ingin dia jaga.Baru saja Lea berniat ke pantry, menaruh kembali gelas dan piring kecil bekas untuk Vin, tapi pintu ruangan dibuka Winda dengan ekspresi tegang."Lea. Lo tahu nggak gosip terbaru?!" ujar Winda dengan napas terengah-engah."Emang gue bakal berani buka-buka chat group? Kan lo tahu, sejak naik jabatan itu, kayaknya gue bener-bener di jadiin obyek gosipan empuk terus," sahut Lea mengasihani dirinya sendiri.Winda berdiri menempel pinggir meja menghadap Lea, sebuah cerita baru siap dia sulut menjadi kobaran api."Tapi lo tetep harus beranikan diri, seperti sekarang ini!""Maksud, lo?" "Gosipan sudah mulai melandai, karena Dani tiba-tiba jadi pa
Ting!!Pintu lift terbuka, tapi Lea justru menahan Winda."Kita lewat tangga saja, yuk. Itung-itung olahraga," ajak Lea memaksa. Genggamannya baru dilepas, saat Natalie dan Sofie memasuki lift dan pintunya tertutup."Aduh, kenapa harus lewat tangga, kan capek Lea!" protes Winda, menuruti kemauan Kea dengan terpaksa. "Lagian, gue penasaran sama ekspresi mereka berdua waktu lo prang tadi.""Prank? Siapa yang mau ngejebak lo? Gue emang serius, kok!" tak terimanya Lea.Winda tertawa kencang, sampai hampir terpereset karena tak perhatikan langkah di anak tangga."Tuh kan, gue bener. Lo nggak usah takut. Sudah pinter bikin orang kaget. Gue salut sama lo, sekalinya keluar tapi sudah jadi berani., sampai-sampai buat mereka melongo, lho!"Bibir Lea berkerut, tersinggung berat karena Winda masih meremehkannya."Siapa bilang gue sengaja bikin kaget orang!" gereget Lea. "Gue emang dapet voucher diskon, sekaligus kartu member khusus dari Giovanni Versace kok!'Lea berhenti, membuka tas untuk menga
"Kamu harus jadi sekutu kami.""Sekutu?" kebiasaan Lea mengulang kalimat lawan bicaranya."Iya." Natalie mengitari meja, sehingga kini berada dihadapan Lea. "Bisa dibilang, semacam kerjasama saling menguntungkan, gitu.""Aku tidak mau!"Seketika itu juga Natalie berikan picingan penuh kebencian. Dari awalnya sudah tak suka, maka sekali saja Lea buat bantahan, maka semakin besar lagi ketidaksukaan Natalie pada Lea."Kamu bahkan belum tahu apa maksudnya tanteku, sudah bilang nggak mau, ih rugi banget deh!" pekik Natalie menutupi rasa malu, karena sudah di tolak mentah-mentah oleh lea."Karena pasti banyak merugikanku.""Ok." Natalie letakkan kedua tangannya di atas meja, menopang tubuhnya yang lebih dimajukan, sehingga bagian belahan dadanya terlihat dari dalaman tank top yang dia kenakan. "Tapi kamu harus siap-siap ya, kalau misalkan terus-terusan melawan kami, rahasia ini bisa kami jadikan boomerang buat membunuhmu balik!" ancam Natalie tak main-main."Aku tidak takut!" balas Lea set
"VIN!"Lea mendelik, namun sudah berusaha melepaskan diri dari pelukan Vin, masih tetap terhalang oleh rangkuman tangannya.Vin sendiri, tak terlalu menggubris kedatangan seorang wanita yang kini sudah mendekat."Vin. How dare you!" teriakan histeris dari wanita tersebut.Lea bergegas pindah ke samping, dari Vin yang terlihat mencoba mengusap bibir, menghilangkan jejak lipstick dari bibir Lea."Who is she?!" Lea terperangah. Mungkin saja, wanita di hadapannya ini adalah modelan sama dari wanita-wanita pemuja atasannya selama ini, tapi yang berbeda dsri lainnya adalah, wajahnya juga setengah bule seperti Vin, dan juga seorang artis!"Dia...dia, kan...Wilona...artis sinetron itu," tunjuk Lea takjub."Yes, aku Wilona, dan kamu siapa?!" tanggapan tak ramah dari gadis berpostur tinggi semampai, tapi lebih cenderung kurus ini."Dia Lea," serobot Vin mendahului Lea. "Asistenku," imbuh Vin enteng memulai perkenalan."Why are you kissed her?!" "Well..." Lea jadi ketarik ikutan ngomong engli
"Foto apa maksudnya?" Lea masih berupaya bersikap biasa, meski didalam, deg-degkannya luar biasa."Foto Presdir Vin mengenakan pakaian kemeja serba putih, dan kamu memakai gaun seperti gadis pedesaan Eropa.""La la lalu?" Lea mulai tergagap, refleks dari ketakutannya sendiri."Di foto itu terlihat Presdir Vin sedang membungkuk, menandatangani suatu dokumen diatas meja, dan di hadapan seseorang.""Aku?""Kamu hanya terlihat berdiri sendiri.""Mana fotonya? Apa kamu masih menyimpannya?" harap-harap cemas Lea, karena Winda juga hanya bercerita, bukan dengan menunjukkan keberadaan SS foto tersebut."Aku dibilangin Sofie, dia dikirimin seseorang tapi itu foto berwaktu, jadi setelah dibuka akan terhapus sendiri.""Terus, apa hubungannya sama maksudmu melindungiku dari manager Sofie?" Hal yang paling buat Lea penasaran."Sofie punya spekulasi kalau kamu dijadikan wanita...ehm, tahu lha, seperti yang pernah kamu cerita soal temanmu yang jadi resepsionis di apartemen khusus ekspatriat itu.""