Saat jam makan siang, Lea menatap kursi kosong atasan yang berpamitan keluar untuk pertemuan pribadi dengan seseorang."Enak aja nyuruh-nyuruh orang nginep. Lha gue harus bilang apa ke mama?" gerutunya.Lea garuk-garuk kepala cari alasan. Males banget kalau di paksa bohong, tentu akan menambah beban pikiran wanita satu-satunya yang ingin dia jaga.Baru saja Lea berniat ke pantry, menaruh kembali gelas dan piring kecil bekas untuk Vin, tapi pintu ruangan dibuka Winda dengan ekspresi tegang."Lea. Lo tahu nggak gosip terbaru?!" ujar Winda dengan napas terengah-engah."Emang gue bakal berani buka-buka chat group? Kan lo tahu, sejak naik jabatan itu, kayaknya gue bener-bener di jadiin obyek gosipan empuk terus," sahut Lea mengasihani dirinya sendiri.Winda berdiri menempel pinggir meja menghadap Lea, sebuah cerita baru siap dia sulut menjadi kobaran api."Tapi lo tetep harus beranikan diri, seperti sekarang ini!""Maksud, lo?" "Gosipan sudah mulai melandai, karena Dani tiba-tiba jadi pa
Ting!!Pintu lift terbuka, tapi Lea justru menahan Winda."Kita lewat tangga saja, yuk. Itung-itung olahraga," ajak Lea memaksa. Genggamannya baru dilepas, saat Natalie dan Sofie memasuki lift dan pintunya tertutup."Aduh, kenapa harus lewat tangga, kan capek Lea!" protes Winda, menuruti kemauan Kea dengan terpaksa. "Lagian, gue penasaran sama ekspresi mereka berdua waktu lo prang tadi.""Prank? Siapa yang mau ngejebak lo? Gue emang serius, kok!" tak terimanya Lea.Winda tertawa kencang, sampai hampir terpereset karena tak perhatikan langkah di anak tangga."Tuh kan, gue bener. Lo nggak usah takut. Sudah pinter bikin orang kaget. Gue salut sama lo, sekalinya keluar tapi sudah jadi berani., sampai-sampai buat mereka melongo, lho!"Bibir Lea berkerut, tersinggung berat karena Winda masih meremehkannya."Siapa bilang gue sengaja bikin kaget orang!" gereget Lea. "Gue emang dapet voucher diskon, sekaligus kartu member khusus dari Giovanni Versace kok!'Lea berhenti, membuka tas untuk menga
"Kamu harus jadi sekutu kami.""Sekutu?" kebiasaan Lea mengulang kalimat lawan bicaranya."Iya." Natalie mengitari meja, sehingga kini berada dihadapan Lea. "Bisa dibilang, semacam kerjasama saling menguntungkan, gitu.""Aku tidak mau!"Seketika itu juga Natalie berikan picingan penuh kebencian. Dari awalnya sudah tak suka, maka sekali saja Lea buat bantahan, maka semakin besar lagi ketidaksukaan Natalie pada Lea."Kamu bahkan belum tahu apa maksudnya tanteku, sudah bilang nggak mau, ih rugi banget deh!" pekik Natalie menutupi rasa malu, karena sudah di tolak mentah-mentah oleh lea."Karena pasti banyak merugikanku.""Ok." Natalie letakkan kedua tangannya di atas meja, menopang tubuhnya yang lebih dimajukan, sehingga bagian belahan dadanya terlihat dari dalaman tank top yang dia kenakan. "Tapi kamu harus siap-siap ya, kalau misalkan terus-terusan melawan kami, rahasia ini bisa kami jadikan boomerang buat membunuhmu balik!" ancam Natalie tak main-main."Aku tidak takut!" balas Lea set
"VIN!"Lea mendelik, namun sudah berusaha melepaskan diri dari pelukan Vin, masih tetap terhalang oleh rangkuman tangannya.Vin sendiri, tak terlalu menggubris kedatangan seorang wanita yang kini sudah mendekat."Vin. How dare you!" teriakan histeris dari wanita tersebut.Lea bergegas pindah ke samping, dari Vin yang terlihat mencoba mengusap bibir, menghilangkan jejak lipstick dari bibir Lea."Who is she?!" Lea terperangah. Mungkin saja, wanita di hadapannya ini adalah modelan sama dari wanita-wanita pemuja atasannya selama ini, tapi yang berbeda dsri lainnya adalah, wajahnya juga setengah bule seperti Vin, dan juga seorang artis!"Dia...dia, kan...Wilona...artis sinetron itu," tunjuk Lea takjub."Yes, aku Wilona, dan kamu siapa?!" tanggapan tak ramah dari gadis berpostur tinggi semampai, tapi lebih cenderung kurus ini."Dia Lea," serobot Vin mendahului Lea. "Asistenku," imbuh Vin enteng memulai perkenalan."Why are you kissed her?!" "Well..." Lea jadi ketarik ikutan ngomong engli
"Foto apa maksudnya?" Lea masih berupaya bersikap biasa, meski didalam, deg-degkannya luar biasa."Foto Presdir Vin mengenakan pakaian kemeja serba putih, dan kamu memakai gaun seperti gadis pedesaan Eropa.""La la lalu?" Lea mulai tergagap, refleks dari ketakutannya sendiri."Di foto itu terlihat Presdir Vin sedang membungkuk, menandatangani suatu dokumen diatas meja, dan di hadapan seseorang.""Aku?""Kamu hanya terlihat berdiri sendiri.""Mana fotonya? Apa kamu masih menyimpannya?" harap-harap cemas Lea, karena Winda juga hanya bercerita, bukan dengan menunjukkan keberadaan SS foto tersebut."Aku dibilangin Sofie, dia dikirimin seseorang tapi itu foto berwaktu, jadi setelah dibuka akan terhapus sendiri.""Terus, apa hubungannya sama maksudmu melindungiku dari manager Sofie?" Hal yang paling buat Lea penasaran."Sofie punya spekulasi kalau kamu dijadikan wanita...ehm, tahu lha, seperti yang pernah kamu cerita soal temanmu yang jadi resepsionis di apartemen khusus ekspatriat itu.""
Hal lain yang membuat puluhan pasang mata ini beralih pada pasangan yang baru keluar dari ruang meeting ini adalah tampilan Lea tanpa kacamatanya. Waktu menjelang jam pulang kantor, mungkin make up yang menghiasi wajah Lea memudar, tapi garis-garis kecantikan alaminya jadi lebih terlihat jelas ."Aku...mau pulang," tanggap Lea sekenanya, lalu berjalan cepat menyisir kumpulan orang di hadapannya dengan menunduk. "Permisi, Pak" ucap Lea saat melewati Vin yang tak lepaskan lirikan pada tiap gerak Lea."Ujang!" panggil Vin lantang. "Antarkan tamuku sampai ke mobilnya," perintahnya sebelum berikan senyuman pada Wilona, lalu berbalik setelah kepala OB itu berlari terkesiap di belakang Wilona dengan ekspresi riang."Siap, Boss!" Sedangkan di dalam ruangan asisten presdir, Lea masih gugup gemetaran, karena telah jadi pusat perhatian."Aduhh, kenapa Dani lebay gitu, sih?! Kan gue jadi malu!" sesalnya, kenapa ngeladenin Dani. Lea kembali panik, saat tak mendapati kacamatanya dimanapun, bahk
"Aku sih, yes."Winda menepuk pundak Lea lumayan keras, berharap teman dekatnya itu memberi jawaban yang sama."Lupakan kesalahan Dani, Lea. Mulai lagi dari awal, iya nggak, Dan?""Yes. Aku akui kesalahanku, dan juga alasanku melakukannya, jadi ku harap banget Lea bersedia menerimaku lagi."Winda dorong-dorong lembut lengan Lea, agar segera beri jawaban."Ayo bilang iya, apa susahnya, sih?!' kesalnya Winda akan ekspresi jutek Lea."Nggak sekarang, gue lebih mikirin mamaku. Minggu depan ada rencana operasi, jadi akhir minggu ini gue harus tungguin mama mulai opname di rumah sakit," curhat Lea, mengungkapkan salah satu alasan penyebab kemurungannya."Aku temani kamu jaga mamamu nanti, kita bisa gantian," usul Dani, tentu saja ada udang di balik batu, demi bisa selalu dekat dengan Lea, sekaligus mencari perhatian ibunya."Asyiikk. Senengnya kalau lihat sepasang kekasih, akhirnya akur lagi. Hilangin aja deh, drama-drama sama orang-orang nggak penting di hidup kalian. Gue siap jadi penduku
"Aku nguping."Jawaban serampangan Lea, dalam hati merutuki diri, karena akhir-akhir ini membuat kebohongan jadi suatu kebiasaan."Nggak sengaja denger Pak Vin ngomong, tapi nggak tahu siapa gadis satu-satunya diq tiduric tambahnya nyengir."Masa, sih? Aku kok nggak percaya. Pria sekelas dan seplayboy dia, masa nggak suka celap-celup sana-sini.""Aku kenyang." Lea menaruh sendok makan disisi piring. Kehadiran dan pembicaraan soal Vin, membuatnya jadi tak selera makan."Kan baru makan separuh?" Dani hanya bisa pasrah saat Lea menggeser piring ke samping piringnya. "Tuh kan, aku jadi tempat sampah, kan," gerutunya.Lea tertawa, diambil gelas minumannya seraya berkata, "Kan memang seperti ini biasanya, katamu biar membentuk otot-ototmu habis ngegym," alasan Lea sembari memperhatikan lengan Dani yang memang rajin merawat tubuh. Dani adalah tipe wanita metroseksual tulen."Kan demi kamu, cantik."Lea segera meneguk minumannya. Pujian Dani tak serta-merta membuatnya senang. Sudah terlanjur