Lea hanya bisa menatap baju yang sudah buatnya jatuh cinta pertama kali itu dengan pasrah, sampai suara bernada dingin dari pria paling dikenalnya itu terdengar."Nyonya. Anda tidak bisa melakukannya!" protes Vin lantang, tapi masih berusaha sopan. "Baju itu sudah dipilih orang lain!" imbuhnya.Wanita cantik nan berpenampilan kaya itu terpaku sesaat saat Vin yang bicara.Siapa yang tak akan terkesima, dengan wajah tampan Vin, beserta mata berwarna hazel nan teduhnya ini, terutama para kaum hawa."Hai, anak muda. Kamu gentleman sekali, membela orang lain, tapi sayang, tidak tepat sasaran. Tidak bisakah kamu lihat dia?" Wanita itu masih saja berusaha menjatuhkan Lea, seolah tak terima kalau harus bersaing dengan gadis berpenampilan biasa seperti Lea ini. "Dia hanya--""Bagaimanapun, dia yang pertama memilih baju itu," sela Vin. "Berikan padanya," perintah Vin kemudian. Tak ada balasan senyuman, meski sang wanita jelas-jelas terlihat mengagumi Vin beserta penampilannya."Eh, mbak. Kamu
Beberapa menit didalam mobil MPV mewah milik Vin, Lea beranikan diri bertanya, karena rasanya canggung banget ketika suasana sepi dengan atasan sendiri."Ehm, maaf Pak. Mau tanya?" ujar Lea setengah mati takutnya, sampai diremas-remas tali tas yang ada diatas pangkuannya."Hmm?"Lea teguk saliva kasar, tanggapan secuil Vin buatnya makin deg-degkan. Sudah ada bayangan akan jawaban Vin, tapi Lea merasa perlu untuk tahu, sebab berkenaan dengan pekerjaannya juga."Kliennya mana, Pak?" tanya Lea lirih."Sudah pulang!"Lea beranikan menoleh. Mobil mewah, gerak laju tanpa suara, justru buat suasana didalam hanya berduaan begini, jadi berkali lipat bikin deg-degkan."Kalau boleh tahu, pulang kemana ya, Pak? Ke negaranya?" tanya Lea kikuk."Kepo amat, sih!""Oh, maaf kalau begitu. Saya hanya mengira, ada yang perlu saya kerjakan untuk klien anda atau tidak.""Bukan untuk klien, tapi untukku!""Untuk...anda?""Iya!""Baik." Lea jadi illfil, karena tiap jawaban Vin ngegas terus, sehingga dia re
Dalam kuncian tubuh Vin, Lea bisa rasakan deru napas yang sama seperti malam pertama kali mereka bercinta.Bau wangi parfum dan mint dari tiap ucapan Vin, membuat Lea seakan semakin terbuai, terlebih saat Vin lebih mendekatkan wajah tampannya disertai tatapan berkobar sekaligus teduh, Leapun tak bisa lagi mengontrol diri.Sedekap tangan yang sedianya dia gunakan agar berjarak dengan Vin, akhirnya dilepaskan. Lea berniat meraih kaos model polo yang Vin kenakan, tapi ternyata perkiraannya salah."Ganti bajumu dengan ini." Vin sodorkan sebuah kaos oblong warna putih, bertuliskan 'Italy dan celana gym pendek untuk Lea.Lea kerjapkan kedua matanya, berusaha menyadarkan diri dari awang yang terlalu tingginya."Hah?" jawabnya spontan."Hah huh hah aja bisanya!" geram Vin. "Kamarmu ada disebelahku, ganti bajunya disana," perintahnya kemudian, setelah berikan kaos yang sejatinya dia sembunyikan di belakang tangan.Vin berbalik setelah berikan kaos di toko souvenir di bandara saat akan pulang
Vin naikkan dagu Lea, karena merasa telah mendapatkan ijin dari Lea, Vinpun ingin membuat posisi yang lebih nyaman untuk mereka berdua. Vin mendorong tubuh Lea perlahan agar bisa berposisi terbaring di bawah kungkungan tubuhnya, sehingga kini, Lea tertindih tubuh atletis Vin.."Aku...nggak sanggup....menahan."Ungkapan lirih Vin ini semakin membuat Lea terbuai. Hilang sudah teori-teori pertahanan ala wanita teguh iman yang baru terucap beberapa menit berselang.Persetan. Lea tak bisa pungkiri, memang sulit menolak sentuhan Vin. Mereka berdua juga telah menikah, pikir Lea.Tatapan sayu Vin bersambut anggukan Lea, sebagai balasan persetujuan akan apa yang Vin katakan, juga yang akan dia lakukan padanya.Vin cium kening Lea untuk pertama kali, lalu turun ke kedua matanya, sehingga keduanya kini sengaja Le pejamkan. Ciuman Vin berlanjut pada bibir mungil nan penuh Lea. Tidak lagi satu kecupan lembut di awal seperti sebelum-sebelumnya, namun Vin berikan sentuhan lebih membara. Posisi be
"Ta tapi, gimana kalau ada hal penting?!"Lea tanggapi pertanyaan Vin ini dengan sewot. Diambil laptop, dan semua barang-barangnya, dirangkul menjadi satu, lantas berdiri."Saya kerjain dikamar saja. Besok selepas shubuh, saya harus pulang dulu. Nggak bawa ganti. Selamat malam. Pak," pamit Lea, dengan kedua pipi sedikit menggelembung tanda khas wanita ketika sedang kesal."Lho, hei!" panggil Vin lantang, tanpa menyebut nama. "Tugasmu belum selesai!" protesannya.Lea tak menanggapi, tujuannya hanya satu, kembali ke kamar, dan luapkan semua disana."Nggak jelas!" umpatnya. "Aduh, Lea. Lo mau aja sih di gituin? Dimainin sama laki-laki nggak punya hati, nggak punya pikiran, maunya sendiri!" Lea lempar semua barang bawaannya ke atas kasur. "Ih, bodoh bodoh! Nggak mau belajar dari yang sudah sudah!" Lea salahkan dirinya sendiri untuk kesekian kali.Saking keselnya, Lea turunkan semua barang-barangnya ini, berganti dirinya yang menguasai kasur, setelah terdengar suara Vin dibalik pintu kam
"Penuhi kesepakatan di surat kontrak. Hanya itu."Lea menerawang, mencoba menelaah secara singkat poin-poin yang sempat dia baca di surat kontrak pernikahan mereka.Pada kenyataannya, Lea tak berani menyimpan salinan miliknya dirumah, tapi sengaja dititipkan pada Vin, sehingga sampai detik inipun, dia tak pernah lagi menyentuh dokumen tersebut."Yang mana, Pak?" tanyanya bingung."Yang kamu permasalahkan waktu itu.""Yang bilang, saya harus jadi istri kontrak sebenarnya itu?" tanya Lea balik sambil merengut. Usia Lea yang baru lepas masa remaja, tentu tak bisa terima, bila tuntutan sepihak dari Vin itu harus dia alami.Vin adalah pria kaku dan dingin, sangat jauh, jauh sekali dari sebagian besar kriteria suami idamannya. "Hmm." Vin duduk di kursi tinggi model barstool, meneggak air sampai beberapa kali tegukan, terlihat sekali dia sedang alami susah menelan."Tenggorokan anda lagi radang, ya?" tanya Lea kemudian, tak disangka buat Vin menatapnya sayu."Kamu ini lulusan sarjana ekonom
"Wanita, selalu serba ingin tahu!" Sebelum Lea beri tanggapan, panggilan masuk dari ponsel Vin, sehingga tinggalah Lea sendirian didapur, setelah Vin memilih menerima panggilan diruang sebelah."Oh iya, kacamataku!" pekik Lea, baru menyadari. "Dari semalam, kayaknya masih dimeja," sadarnya.Lea mengikuti Vin, tapi memperlambat langkah, tatkala mendengar atasannya itu berbicara dengan tajam.Lea tempelkan telinga dibalik tembok, guna menguping, mendengarkan pembicaraan yang dibayangkan antara Vin dan salah satu wanita pemujanya."Dikira kawin terus punya anak keturunan itu bisa secepat itu?!" amarah Vin, dengan alis menikung tajam ala Angry Bird. "Kapan agenda kedatangannya?...What? Hari ini?...Dannzione. Molto tortuoso!" umpat Vin dalam bahasa Italia. "Iya iya...aku tahu. Taruh dimejaku saja...hmm, pagi."Lea julurkan kepala saja untuk melihat ekspresi Vin, tapi segera balik ke dapur dengan langkah berjingkat ala balerina."Kayaknya bukan Wilona atau cewek lain deh," gumam Lea sedik
"Apa-apaan ini?! Disini bukan hotel, tapi perusahan saya!"Gertakan Vin ini, disambut tundukan kepala dari semua yang berada diarea lobby, termasuk itu Morgan, sempat melirik Lea dengan ekspresi bersimpati, atau lebih tepatnya merasa kasihan, karena akan mendapat semburan dari Vin."Maaf, Pak. Kami masuk," sahut Lea mendahului Dani, lalu menariknya agar menaiki tangga saja, setelah berpamitan sopan pada Vin."Ihh, Dani. Jangan diulang lagi deh. Iya kamu, bisa langsung belok ke ruanganmu. Lha aku? Gimana harus hadapi bos kita satu itu, hah?!" protes Lea ingin Dani membuka mata. "Sudah tahu bagaimana karakter Presdir Vin kayak gimana, pake drama begitu. Lain kali, kalau mau ngobrol, cari tempat sepi!" omel Lea, kesal setengah mati. Lea cepatkan langkah, lalu tinggalkan Dani yang bengong begitu saja. Dani masih tak percaya, Lea yang sekarang berbeda dengan Lea saat mereka bersama."Hmm. Entah apa yang merubahmu, Lea, tapi nggak tahu kenapa, gue jadi semakin terobsesi sama lo!" Senyum D