"Aku sih, yes."Winda menepuk pundak Lea lumayan keras, berharap teman dekatnya itu memberi jawaban yang sama."Lupakan kesalahan Dani, Lea. Mulai lagi dari awal, iya nggak, Dan?""Yes. Aku akui kesalahanku, dan juga alasanku melakukannya, jadi ku harap banget Lea bersedia menerimaku lagi."Winda dorong-dorong lembut lengan Lea, agar segera beri jawaban."Ayo bilang iya, apa susahnya, sih?!' kesalnya Winda akan ekspresi jutek Lea."Nggak sekarang, gue lebih mikirin mamaku. Minggu depan ada rencana operasi, jadi akhir minggu ini gue harus tungguin mama mulai opname di rumah sakit," curhat Lea, mengungkapkan salah satu alasan penyebab kemurungannya."Aku temani kamu jaga mamamu nanti, kita bisa gantian," usul Dani, tentu saja ada udang di balik batu, demi bisa selalu dekat dengan Lea, sekaligus mencari perhatian ibunya."Asyiikk. Senengnya kalau lihat sepasang kekasih, akhirnya akur lagi. Hilangin aja deh, drama-drama sama orang-orang nggak penting di hidup kalian. Gue siap jadi penduku
"Aku nguping."Jawaban serampangan Lea, dalam hati merutuki diri, karena akhir-akhir ini membuat kebohongan jadi suatu kebiasaan."Nggak sengaja denger Pak Vin ngomong, tapi nggak tahu siapa gadis satu-satunya diq tiduric tambahnya nyengir."Masa, sih? Aku kok nggak percaya. Pria sekelas dan seplayboy dia, masa nggak suka celap-celup sana-sini.""Aku kenyang." Lea menaruh sendok makan disisi piring. Kehadiran dan pembicaraan soal Vin, membuatnya jadi tak selera makan."Kan baru makan separuh?" Dani hanya bisa pasrah saat Lea menggeser piring ke samping piringnya. "Tuh kan, aku jadi tempat sampah, kan," gerutunya.Lea tertawa, diambil gelas minumannya seraya berkata, "Kan memang seperti ini biasanya, katamu biar membentuk otot-ototmu habis ngegym," alasan Lea sembari memperhatikan lengan Dani yang memang rajin merawat tubuh. Dani adalah tipe wanita metroseksual tulen."Kan demi kamu, cantik."Lea segera meneguk minumannya. Pujian Dani tak serta-merta membuatnya senang. Sudah terlanjur
Lea hanya bisa menatap baju yang sudah buatnya jatuh cinta pertama kali itu dengan pasrah, sampai suara bernada dingin dari pria paling dikenalnya itu terdengar."Nyonya. Anda tidak bisa melakukannya!" protes Vin lantang, tapi masih berusaha sopan. "Baju itu sudah dipilih orang lain!" imbuhnya.Wanita cantik nan berpenampilan kaya itu terpaku sesaat saat Vin yang bicara.Siapa yang tak akan terkesima, dengan wajah tampan Vin, beserta mata berwarna hazel nan teduhnya ini, terutama para kaum hawa."Hai, anak muda. Kamu gentleman sekali, membela orang lain, tapi sayang, tidak tepat sasaran. Tidak bisakah kamu lihat dia?" Wanita itu masih saja berusaha menjatuhkan Lea, seolah tak terima kalau harus bersaing dengan gadis berpenampilan biasa seperti Lea ini. "Dia hanya--""Bagaimanapun, dia yang pertama memilih baju itu," sela Vin. "Berikan padanya," perintah Vin kemudian. Tak ada balasan senyuman, meski sang wanita jelas-jelas terlihat mengagumi Vin beserta penampilannya."Eh, mbak. Kamu
Beberapa menit didalam mobil MPV mewah milik Vin, Lea beranikan diri bertanya, karena rasanya canggung banget ketika suasana sepi dengan atasan sendiri."Ehm, maaf Pak. Mau tanya?" ujar Lea setengah mati takutnya, sampai diremas-remas tali tas yang ada diatas pangkuannya."Hmm?"Lea teguk saliva kasar, tanggapan secuil Vin buatnya makin deg-degkan. Sudah ada bayangan akan jawaban Vin, tapi Lea merasa perlu untuk tahu, sebab berkenaan dengan pekerjaannya juga."Kliennya mana, Pak?" tanya Lea lirih."Sudah pulang!"Lea beranikan menoleh. Mobil mewah, gerak laju tanpa suara, justru buat suasana didalam hanya berduaan begini, jadi berkali lipat bikin deg-degkan."Kalau boleh tahu, pulang kemana ya, Pak? Ke negaranya?" tanya Lea kikuk."Kepo amat, sih!""Oh, maaf kalau begitu. Saya hanya mengira, ada yang perlu saya kerjakan untuk klien anda atau tidak.""Bukan untuk klien, tapi untukku!""Untuk...anda?""Iya!""Baik." Lea jadi illfil, karena tiap jawaban Vin ngegas terus, sehingga dia re
Dalam kuncian tubuh Vin, Lea bisa rasakan deru napas yang sama seperti malam pertama kali mereka bercinta.Bau wangi parfum dan mint dari tiap ucapan Vin, membuat Lea seakan semakin terbuai, terlebih saat Vin lebih mendekatkan wajah tampannya disertai tatapan berkobar sekaligus teduh, Leapun tak bisa lagi mengontrol diri.Sedekap tangan yang sedianya dia gunakan agar berjarak dengan Vin, akhirnya dilepaskan. Lea berniat meraih kaos model polo yang Vin kenakan, tapi ternyata perkiraannya salah."Ganti bajumu dengan ini." Vin sodorkan sebuah kaos oblong warna putih, bertuliskan 'Italy dan celana gym pendek untuk Lea.Lea kerjapkan kedua matanya, berusaha menyadarkan diri dari awang yang terlalu tingginya."Hah?" jawabnya spontan."Hah huh hah aja bisanya!" geram Vin. "Kamarmu ada disebelahku, ganti bajunya disana," perintahnya kemudian, setelah berikan kaos yang sejatinya dia sembunyikan di belakang tangan.Vin berbalik setelah berikan kaos di toko souvenir di bandara saat akan pulang
Vin naikkan dagu Lea, karena merasa telah mendapatkan ijin dari Lea, Vinpun ingin membuat posisi yang lebih nyaman untuk mereka berdua. Vin mendorong tubuh Lea perlahan agar bisa berposisi terbaring di bawah kungkungan tubuhnya, sehingga kini, Lea tertindih tubuh atletis Vin.."Aku...nggak sanggup....menahan."Ungkapan lirih Vin ini semakin membuat Lea terbuai. Hilang sudah teori-teori pertahanan ala wanita teguh iman yang baru terucap beberapa menit berselang.Persetan. Lea tak bisa pungkiri, memang sulit menolak sentuhan Vin. Mereka berdua juga telah menikah, pikir Lea.Tatapan sayu Vin bersambut anggukan Lea, sebagai balasan persetujuan akan apa yang Vin katakan, juga yang akan dia lakukan padanya.Vin cium kening Lea untuk pertama kali, lalu turun ke kedua matanya, sehingga keduanya kini sengaja Le pejamkan. Ciuman Vin berlanjut pada bibir mungil nan penuh Lea. Tidak lagi satu kecupan lembut di awal seperti sebelum-sebelumnya, namun Vin berikan sentuhan lebih membara. Posisi be
"Ta tapi, gimana kalau ada hal penting?!"Lea tanggapi pertanyaan Vin ini dengan sewot. Diambil laptop, dan semua barang-barangnya, dirangkul menjadi satu, lantas berdiri."Saya kerjain dikamar saja. Besok selepas shubuh, saya harus pulang dulu. Nggak bawa ganti. Selamat malam. Pak," pamit Lea, dengan kedua pipi sedikit menggelembung tanda khas wanita ketika sedang kesal."Lho, hei!" panggil Vin lantang, tanpa menyebut nama. "Tugasmu belum selesai!" protesannya.Lea tak menanggapi, tujuannya hanya satu, kembali ke kamar, dan luapkan semua disana."Nggak jelas!" umpatnya. "Aduh, Lea. Lo mau aja sih di gituin? Dimainin sama laki-laki nggak punya hati, nggak punya pikiran, maunya sendiri!" Lea lempar semua barang bawaannya ke atas kasur. "Ih, bodoh bodoh! Nggak mau belajar dari yang sudah sudah!" Lea salahkan dirinya sendiri untuk kesekian kali.Saking keselnya, Lea turunkan semua barang-barangnya ini, berganti dirinya yang menguasai kasur, setelah terdengar suara Vin dibalik pintu kam
"Penuhi kesepakatan di surat kontrak. Hanya itu."Lea menerawang, mencoba menelaah secara singkat poin-poin yang sempat dia baca di surat kontrak pernikahan mereka.Pada kenyataannya, Lea tak berani menyimpan salinan miliknya dirumah, tapi sengaja dititipkan pada Vin, sehingga sampai detik inipun, dia tak pernah lagi menyentuh dokumen tersebut."Yang mana, Pak?" tanyanya bingung."Yang kamu permasalahkan waktu itu.""Yang bilang, saya harus jadi istri kontrak sebenarnya itu?" tanya Lea balik sambil merengut. Usia Lea yang baru lepas masa remaja, tentu tak bisa terima, bila tuntutan sepihak dari Vin itu harus dia alami.Vin adalah pria kaku dan dingin, sangat jauh, jauh sekali dari sebagian besar kriteria suami idamannya. "Hmm." Vin duduk di kursi tinggi model barstool, meneggak air sampai beberapa kali tegukan, terlihat sekali dia sedang alami susah menelan."Tenggorokan anda lagi radang, ya?" tanya Lea kemudian, tak disangka buat Vin menatapnya sayu."Kamu ini lulusan sarjana ekonom