*Tiga hari berlalu*Aku menyalakan televisi namun tak kunikmati tayangannya. Pikiranku berkelana. Memikirkan Farida yang ternyata kukuh dengan keputusannya. Malam ini merupakan hari terakhir dari waktu yang kuberikan. Namun, Farida tak menampakkan batang hidungnya sama sekali. Ia justru menyuruh orang untuk mengambil barang yang katanya dibeli dari uangnya.Tinggal mesin cuci yang belum diangkut. Aku melarang orang suruhannya untuk mengangkut mesin cuci itu. Lumayan juga mencuci dengan mesin cuci. Tidak terlalu capek. Kalau sampai mesin cuci itu diangkut, bebanku malah bertambah.Rup!Tiba-tiba aliran listrik di rumahku mati. Apa ada pemadaman lampu? Tapi kenapa tumben sekali? Aku beranjak dari ruang televisi dan berjalan keluar dengan bantuan lampu senter dari ponsel.Kenapa rumah Mila terang-terang saja? Rumah di sebelahku juga tidak gelap. Aku menggaruk kepala yang tidak gatal. Jangan-jangan tokennya habis? Duh, ada-ada saja.Gegas aku mengunci pintu rumah dan mengendarai motor ya
ISTRIKU YANG MULAI MANDIRI (27)POV Malik🌷🌷🌷Pukul setengah 6 pagi, aku baru selesai mengantar tetangga sebelah kontrakanku, Mbok Yum. Beliau merupakan seorang janda yang ditinggal mati suaminya satu tahun lalu. Usia Mbok Yum sekitar 45 tahun. Ia memiliki dua anak. Paling besar perempuan dan adiknya laki-laki.Mbok Yum berkeinginan, anak laki-lakinya yang kini berusia 18 tahun, bisa melanjutkan kuliah. Sementara anak perempuannya, yang berusia 21 tahun sudah memilih untuk bekerja. Beberapa bulan terakhir ini, aku sukarela mengantar dan membantu Mbok Yum setiap pagi. Sewaktu suaminya masih hidup, Mbok Yum berjualan dengan suaminya itu sehari-harinya. Berjualan kue-kue basah. Pulang pergi bersama. Setelah suaminya meninggal, Mbok Yum meneruskan sendiri jualannya.Setelah selesai membantu membereskan jualan Mbok Yum, aku pamit padanya dan meninggalkan lapak Mbok Yum. Tidak sengaja aku menemukan Farida yang sedang menjinjing belanjaannya. Baru hari ini, aku bertemu Farida lagi di pasa
POV MALIKSore hari, aku baru keluar dari pabrik. Aku berencana mendatangi kedai milik Farida, tapi entah masih buka atau tidak. Sebab, jam tanganku sudah menunjukkan setengah 5 sore.Risfan sepertinya kebagian pulang lebih awal. Karena tadi di parkiran, tersisa tinggal beberapa motor. Aku dan Risfan tak lagi dekat. Sejak persoalan foto itu, ia menjauhiku. Padahal sudah kujelaskan, bahwa semua itu hanya salah paham. Entah bagaimana reaksinya, kalau aku jujur, bahwa Farida-lah cinta pertama yang aku tunggu kembali padaku.Kurang lebih 30 menitan, aku sampai di kedai milik Farida. Cukup banyak pembelinya. Padahal ini baru hari pertama berjualan, seperti yang Farida katakan saat di pasar tadi. Aku turun dari motor dan berjalan ke arah kedai. Pembeli yang datang sampai ke luar area kedai. Karena memang kedai yang Farida sewa ini berukuran paling kecil.Melihat kehadiranku, Farida lantas menghampiriku yang masih berdiri di luar. Ia meminta maaf karena aku belum kebagian tempat duduk.Bebera
POV Risfan~Satu Bulan Kemudian~Aku menyimpan ponselku dengan asal. Ternyata transferan gaji bulan ini sudah masuk, full beserta bonusnya. Sore ini, aku duduk di sofa ruang tamu. Sementara di mejanya tergelar surat dari Pengadilan Agama yang masih tersegel. Aku belum menyentuhnya sama sekali. Kutatap tak percaya surat tersebut. Farida tidak main-main ingin mengakhiri rumah tangga ini. Kukira setelah hari terakhir aku datang ke tempatnya, ia akan melunak dengan sendirinya. Ternyata dugaanku salah. Farida benar-benar melayangkan gugatannya padaku. Terhitung satu bulan dari kedatanganku ke tempatnya sampai surat ini tiba. Memang dasar keras kepala. Dia pikir enak hidup menjadi janda? Lantas aku memfoto amplop berisi surat itu dan mengirimkannya pada Mbak Eka. Centang biru. Mbak Eka sudah melihatnya. Sambil menunggu balasan dari Mbak Eka, aku melihat-lihat isi pesan di WhatsApp-ku. Selama satu bulan aku tidak menghubungi Farida begitupun sebaliknya. Dia keras kepala, aku pun bisa lebih
POV FaridaAku mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Sejujurnya aku tidak mau, Abah mendengar semuanya. Aku bermaksud menyelesaikan semuanya di pengadilan tanpa membawa-bawa Abah. Bukan tidak menghargai Abah, tapi aku masih menjaga harga diri Mas Risfan. Itupun kalau ia masih punya sih.Entah bagaimana Abah malah mendatangiku, padahal aku sudah bilang, semua biar aku selesaikan sendiri. Aku hanya minta restu serta doa Abah dan Emak."Abah mau tau, alasanku berjualan ini sebenarnya apa? Aku perlu uang, Bah. Kalau Mas Risfan bangga karena sudah memberikan nafkah, maka bagiku, Mas Risfan bukan memberi nafkah, tapi hanya me-ni-tip-kan uangnya." Aku mulai menjelaskan dan menekan di akhir ucapanku."Maksudnya, Rida?" Abah bertanya. Sementara yang lain masih menyimak."Mas Risfan hanya memberiku uang 1,5 juta setiap bulannya, Bah.""APA?!" tanya Bang Santo dan Malik bersamaan. Dari nada suaranya, sungguh kedua teman Mas Risfan itu terkejut."Kamu serius, Farida?" tanya
POV Farida🌹🌹🌹Aku pulang ke toko. Saat keluar dari rumah Mas Risfan tadi, Mila ternyata sudah ada di teras rumahnya. Lantas memboncengku dengan motor yang tadi kubawa sendiri. Sementara Abah dibonceng oleh Malik.Kini, aku berada di toko dengan Mila. Abah sepertinya masih bersama Malik, entah kemana. Aku duduk di tepi kasur bersama Mila. Ia merangkulku dan menyandarkan kepalaku dibahunya. Tiba-tiba, airmataku lolos begitu saja."Kalau kamu mau menangis. Menangislah! Tapi, jangan kamu menangisi si Risfan. Perpisahan memang menyakitkan. Tapi, lebih sakit jika kamu terus bertahan. Kamu masih muda. Masa depanmu masih panjang. Sekarang kamu hanya perlu menata hati dan hidup, Rida.Raih kebahagiaanmu. Karena bahagia itu kita yang ciptakan. Jika bersama Risfan, kamu memang tak mendapat kebahagiaan, maka lepas darinya sudah yang paling tepat!" ujar Mila.Tidak, aku tidak menangisi Mas Risfan. Aku hanya menyayangkan rumah tanggaku yang harus berakhir ini. Andai saja Mas Risfan mau sedikit
POV Risfan🍁🍁🍁Hanya 6 bulan saja, aku menyandang status sebagai duda. Pastinya, duren. Duda keren. Bahkan, sebelum surat cerai keluar. Aku sudah lebih dulu mendapatkan pengganti Farida. Hanya saja, baru satu bulan kemarin aku resmi menikah lagi.Safira. Perempuan cantik berkulit mulus. Rambutnya panjang bergelombang. Tingginya semampai sangat pas dengan bentuk tubuhnya yang aduhai. Ia tidak berjilbab seperti Farida. Aku mengenalnya lewat akun berlogo F milikku. Setelah aku menjatuhkan talak pada Farida, aku jadi lebih sering membuat story di akun media sosialku. Hingga aku menemukan akun Safira yang sering mengomentari postingan dan story-ku.Singkat cerita, aku dan Safira berpacaran. Ia tahu statusku dan ia hanya mau menikah jika surat cerai ku sudah keluar. Ia takut dibilang pelakor katanya.Setelah 6 bulan, surat itupun keluar. Akhirnya aku pun bisa menikahi Safira. Hanya menikah di KUA karena Safira tidak meminta diadakan pesta. Aku, ya senang saja. Menghemat biaya. Tentunya,
POV Farida🌼🌼🌼7 bulan sudah aku menyandang status baru dan bulan kemarin akta cerai baru keluar. Aku mengurus semuanya sendiri dibantu Mila dan juga Malik. Mas Risfan benar-benar tidak mau mengurusinya sedikitpun. Ia hanya terima beres.Aku menikmati kesendirian ini. Sendiri seperti sekarang, membuatku menjadi lebih dekat dengan Sang Pencipta. Aku dapat mengexplore hal-hal baru, seperti menciptakan kreasi menu-menu baru.Aku merasa lebih tenang dan santai dengan status baru ini. Tidak ada tekanan. Setiap hari Jumat, kedai sengaja tutup dan aku menyempatkan diri untuk ikut ke majelis pengajian.Setiap pagi, tidak ada lagi tuntutan pekerjaan. Mencuci, memasak, beberes rumah, menyiapkan sarapan, bekal, aku terlepas dari itu semua.Setiap pagi, aku hanya menyiapkan bahan-bahan untuk diolah. Malik membantuku dengan mengambil alih berbelanja. Malam hari, ia akan menelponku dan meminta catatan belanja. Aku terima beres. Tidak perlu pergi ke pasar. Hebatnya, ia bisa mendapatkan harga di b