Usai memastikan jika bunga yang dibeli akan dikirim ke mansion mewah milik Ray, mereka berdua kembali melanjutkan perjalan untuk jalan-jalan.
Dalam perjalan di dalam mobil, suasana tetaplah sama seperti yang sudah-sudah. Tak ada pembicaraan karena ya memang pada dasarnya Kiara maupun Ray sama-sama memilih untuk mengunci rapat-rapat mulut mereka berdua.
Kiara apa lagi. Wanita ayu ini memang takut pada sosok seorang Ray.
"Jika di suruh memilih antara terjebak berdua dengan Tuan Ray atau berdua di kandang singa, maka aku tak akan memilih keduanya. Sama-sama menakutkan. Harusnya memilih Tuan Ray itu lebih manusiawi, tapi jika orang ini diam, berasa sedang diintiminasi oleh tyranosaurus... Astaga, kenapa aku membuat pengandaian seperti ini sih? Sangat tidak sopan menyamakan manusia dengan hewan...Tuan Ray, saya minta maaf! ... Namun, andai kata laki-laki tampan ini mau buka suara seperti yang dia lakukan saat di toko, maka itu akan jauh lebih baik... Tuan Ray,
Hari semakin sore, Ray mengajak Kiara untuk kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang, masihlah sama, hanya suasana diam yang tercipta. Ray fokus menyetir dan sesekali melihat Kiara yang duduk di sampingnya. Kiara duduk sambil menyandarkan kepalanya di kursi. Ia duduk miring sedikit ke arah jendela. Ketika bersimpangan dengan mobil lain atau melewati cahaya lampu jalan, Ray dapat melihat genangan air mata di mata indah Kiara. Ray juga tahu jika Kiara beberapa kali menyeka air matanya. Sesakit itu kah kehilangan anak? Sesedih itu kah kehilangan anak? Apakah anak yang dihadirkan tanpa ikatan yang resmi bisa sampai membuat seperti ini? Apakah anak yang dihadirkan atas dosa-dosa orang tuanya bisa berimbas sampai seperti ini? Ray menatap jauh jalanan di depannya. Ia melihat cahaya samar-samar lampu sorot kendaraan lain dari arah lawannya. Maklum saja, saat ini masih agak jauh dari kota. Kendaraan yang lalu lalang pun tidak banyak. Apa lagi
Kiara dan Ray keluar dari mobil, mereka berpasan dengan Ken dan Teha. "Loh, kalian baru pulang juga? Darimana? Aku kira kalian di rumah saja." Tanya Teha. "Dari jalan-jalan." Jawab Ray singkat. Ia lalu berlalu. Kiara mengikuti Ray setelah menundukan kepalanya sebagai sapaan pada Ken dan Teha. Ken dan Teha hanya saling pandang satu sama lain. "Dia kesal, kan?" Kata Teha. "Hn, Ray sedang kesal." Kata Ken. "Kenapa? Memang kita salah menyapanya ya?" Ken mengedikan bahunya. "Entahlah, seperti tidak kenal Ray saja." Teha meringis. "Bocah itu suka kesal tanpa sebab mirip cewek lagi PMS." "Kau ini suka sekali meledeknya. Jika dia mendengarmu, kau bisa mati dibunuhnya!" "Lah, Ray kan super menyayangiku, dia tidak akan tega melakukan hal itu padaku, Ken." "Kau terlalu percaya diri!" "Haha, itu aku!" ... Kiara dan Ray berjalan masuk ke dalam mansion. Mereka di sambut oleh pel
Ray mendekati Kiara dan membopong tubuh Kiara, lalu meletakkannya di ranjang. Kiara kaget bukan main akan perlakuan dari Ray.Ray mendindihnya. "Meski kau menolak pun, aku akan tetap memaksamu bercinta denganku!"...KIARA'S POVAku saat ini sudah berada di bawah Tuan Ray. Dia menahan tubuhnya jadi tak membebani tubuh rampingku.Jujur saja, aku masih sulit untuk membalas tatapan intens darinya. Tatapan itu melemahkan semua otot dan saraf tubuhku. Aku menjadi tak kuasa di hadapannya.Ahh...Dia mencium bibirku...Apa aku harus membalas ciumannya? Hari ini, aku dan dia sangat banyak melakukan adegan ciuman bibir.Aww...Tuan Ray menggigit bibirku. Dia menuntutku untuk membalas ciumannnya. Aku sudah paham akan trik yang ia gunakan ini. Dia mengiginkan ciuman yang membuatnya puas.Sial, ketika aku membalas ciumannya, jantungku berdegup kencang dan semakin kencang ketika Tuan Ray mulai bergerilya di
"Lama sekali kau itu, Kiara kita bisa telat!" Kata Yuna.Yuna memandang Kiara. Dari atas sampai ke bawah. Selain wajah yang pucat, bercak-bercak merah menghiasai leher putih Kiara.Sebagai orang yang sudah cukup dewasa, ia memahami apa yang terjadi."Sumpah demi apa! Berapa kalian melakukan hubungan sex semalam, hah? Bisa sampai seperti ini!" Tanya Yuna."Semalam hanya sekali, tapi tadi pagi yang beberapa kali." Jawab Kiara polos. Ia berjalan sedikit tertatih karena nyeri di sekujur tubuhnya terutama daerah selangkangnya.Yuna mangap. Ia merah padam juga. Bingung juga mau menanggapinya seperti apa. "Kau harusnya bisa menolaknya karena pagi ini kau harus kuliah!" Seru Yuna."Tadi pagi aku sedang mandi, Tuan Ray masuk ke kamar mandi yang tidak aku kunci untuk bunga air kecil. Aku kira usai buang air kecil, dia akan keluar, tak tahunya masuk ke tempatku mandi dan... ah itu.. dan itu pokoknya." Kini Kiara yang jadi merah padam ketika mengingat k
"Kiara..." Panggil Yuna ketika mereka berdua sedang makan bersama di kantin kampus."Ya?" Kiara sampai harus berhenti memakan mie ayam miliknya untuk mendengarkan panggilan dari Yuna. "Ada apa?" Tanyanya balik."Kita sudah berteman berapa lama?" Tanya Yuna. "Belum ada setengah tahun, kan?" Kiara nampak mengangguk akan perkataan dari Yuna. "Kau merasa ada yang... Hmm..." Yuna berkutat dengan pikirannya sendiri."Yang apa? Merasa bagaimana? ... Aku merasa beruntung bisa berteman denganmu ""Aku sangat senang mendengarnya. Namun, itu artinya juga, karena kau masuk ke keluarga ini, kau pun mengalami banyak hal yang menyakitkan. Terutama karena ulah kak Ray." Yuna berbicara hati-hati soal ini karena tidak ingin membuat Kiara sedih.Kiara segera menelan mie ayam yang baru saja ia punya, ia lalu mengambil gelas berisi es teh kemudian meminumnya perlahan. Ia merasakan dingin bercampur manis dari rasa es teh itu. Masuk ke dalam kerongkongannya dan mem
"Kenapa?" Tanya Yuna."Kenapa apanya?" Tanya Kiara balik karena tak mengerti arah pembicaraan Yuna itu kemana."Kau nampak lega. Kau bahkan sampai menghela nafas.""Ah.. Tidak apa-apa kok.""Coba aku tebak, kau lega karena kak Ray tidak menjemputmu ke kampus hari ini?"Bingo! Itu benar adanya."Begitulah. Memang kelihatan sekali ya wajah legaku ini?""Tentu! Kau senang, wajahmu akan nampak senang. Kau lega, maka wajahmu akan nampak lega juga. Itulah yang tergambar dari wajahmu. Kau hanya pribadi yang terlampau jujur akan perasaanmu sendiri." Jelas Yuna."Hm, begitukah? Aku rasa aku hanya tak bisa menyembunyikan perasaanku sendiri. Harusnya, jika aku ketakutan, aku bisa menyembunyikannya. Harusnya jika aku bersedih, aku bisa menutupinya dengan tawa... Apa itu juga nampak dengan jelas?""Ya. Kau nampak dengan jelas dengan semua itu. Tak perlu kau sembunyikan, jadilah dirimu sendiri! Jadilah Kiara dan hanya ada satu Kiara d
Masih di taman belakang mansion milik Ray..."Ah, Ano, apa Anda ingin minum sesuatu? Saya akan mengambilkannya untuk Anda." Tawar Kiara."Nanti saja, aku ingin menanam bunga." Kata Ray.Eh?Eeh?Menanam bunga?Apa lagi ini?Seorang Alvaro Rayvansha ingin menanam bunga?Kiara mengakui jika manusia siapa pun yang ada di bumi ini, berhak menanam bunga. Termasuk juga Tuan Mudanya ini, Ray. Ray itu masihlah manusia meski jiwanya isinya iblis. Seperti itulah yang ia pikirkan soal 'keanehan sikap' yang Ray tunjukkan kepada dirinya saat ini.Namun lagi, masak iya seorang Ray mau menanam bunga? Bukankah itu kotor? Bukankah itu juga akan melelahkan?Apa Ray sungguh ingin melakukannya?Melihat keseriusan Ray, Kiara pun tak mau ambil pusing. Toh ini juga merupakan bagian keinginan Ray. Tugasnya hanya mematuhi segala perintah dari Tuan Mudanya itu, kan?Kiara melepas sarung tangannya. "Tunggu sebentar, Anda harus
Masih di taman belakang mansion mewah milik Alvaro Rayvansha. Kiara dan juga Ray sedang sibuk menanam bunga. Dua insan manusia yang terikat hubungan terlarang ini, Kiara dan Ray, sedang sibuk menyelesaikan apa yang sedang mereka tanam. Bunga-bunga yang kemarin mereka beli, kini sudah banyak tertanam di tempat semestinya. Kiara bahkan semakin bertambah senang ketika ia meminta pot bunga dan Ray menyanggupinya. Kenapa Tuan Mudanya itu kali ini sedang baik sekali sih? Walau kesan dingin dan canggungnya masih ada, tapi Ray membuatnya nyaman dengan caranya sendiri. Hanya hatinya yang mampu menjelaskannya. Lidahnya kesulitan untuk merangkai kata. Jatuh cinta pada Ray, sosok yang sudah mengambil mahkota kesuciannya memang bukan hal yang lumrah dalam kisah kehidupan yang digariskan Tuhan kepada dirinya. Dari sekian banyak kemungkinan yang ada setelah malam pemerkosaan yang ia alami, kenapa ia malah memilih untuk mencintai Ray yang jelas-jelas merupakan pelaku pemerko