Bab 27"Weekand ini ada acara apa, Abra?" Tanya Bu Emil pada Putra semata wayangnya saat mereka sedang sarapan bersama."Ngajak Sam dan Ayleen jalan aja, Ma," sahut Abraham sembari melirik Ayleen. Seketika Ayleen yang tengah menikmati sarapannya tersedak."Hati-hati dong, Ay!" Ucap Abraham mengingatkan."Maaf, Pak, saya terlalu terkejut mendengar Bapak bilang mau ajak saya dan Sam jalan-jalan," sahut Ayleen apa adanya."Loh memangnya Abra belum ngasih tahu kalau mau ngajak jalan?" Tanya Bu Emil.Ayleen menggeleng pelan, "tidak, Bu," cicitnya."Abra nih kebiasaan deh, Mama kan bilang, kalau mau ngajak cewek jalan itu dikasih tau dulu. Cewek itu butuh persiapan banyak hal, jadi nggak bisa dadakan," tutur Bu Emil."Ini kan Abra bilang, Ma ...," sahut Abraham santai, sementara Bu Emil hanya memutar mata malas."Ya sudah, Ayleen ... kamu siap-siap gih, nanti Sam biar Ibu yang siapkan," ucap Bu Emil.Ayleen tersenyum, "tidak usah, Bu ... saya tinggal ganti baju saja kok, tadi sudah mandi,"
Bab 28Ayleen dan Abraham sampai di pusat belanja terbesar di kota Surabaya. Sebuah gedung dengan ukuran besar dan dilapisi kaca di setiap sisi dindingnya membuat Ayleen terkagum. Pandangannya tak lepas dari bangunan megah di hadapannya."Kenapa, Ay?" Tanya Abraham."MasyaAllah ... ini pertama kali saya datang ke Mall, Pak ... ternyata beda banget sama pasar ya? Bener-bener elite," sahut Ayleen.Abraham menahan senyum, "ya begitulah, di sini belanja terasa lebih nyaman menurut saya, lebih bersih dan tidak berdesak-desakan." "Iya sih, Pak ... tapi pastinya harganya mahal-mahal ya?" Celetuk Ayleen."Dibilang mahal sih tidak, karena kualitas yang kita dapat sesuai dengan jumlah uang yang kita bayar."Ayleen manggut-manggut, kemudian keduanya segera masuk ke dalam Mall. Ayleen dengan Sam di dalam gendongannya berjalan di sisi Abra. Sebelum berangkat, Abra menyarankan agar Ayleen menggunakan stroller untuk membawa Sam, namun wanita itu menolak dengan alasan lebih nyaman menggendong Sam de
Bab 29"Sudah kamu nggak usah banyak tanya, sekarang ikuti saya." Abraham mengalihkan pembicaraan. Kemudian berjalan meninggalkan Ayleen. Mau tidak mau, Ayleen pun mengekorinya, bisa bahaya jika ia terlepas dari Abraham di tengah keramaian seperti ini."Pak, kenapa buru-buru sekali? Ini Sam jadi nggak nyaman karena saya jalannya terlalu cepat." Ayleen memprotes Abra, lelaki itu seenaknya saja berjalan cepat tanpa memikirkan Ayleen yang tengah kesulitan dengan Sam di dalam gendongannya.Abra pun memelankan langkahnya, menyesuaikan ritme dengan langkah Ayleen.Hingga akhirnya sampailah mereka di sebuah klinik kecantikan yang dimaksud.Di sana Abra terlihat bercengkrama dengan pegawai dalam beberapa saat, dan meminta Ayleen menunggu.Tak lama berselang, Abraham kembali bersama seorang berseragam klinik."Ay, siniin Samnya, kamu ikut sama Mbak ini ya?" Ucap Abraham mengambil alih Sam."Saya ikut ke mana, Pak?" Tanya Ayleen bingung."Udah ikut aja, kamu akan di-treatment," jawab Abraham se
Bab 30"Mbak, ini Bapak-bapak yang tadi nunggu di sini sama bayinya ke mana ya?"tanya Ayleen pada salah satu pekerja di klinik kecantikan itu."Oh, belum lama beliau pergi, Bu, apa sebelumnya tidak berpamit dulu pada Ibu?" Ayleen menggeleng, "tapi beliau sudah membayar semuanya?" Tanya Ayleen memastikan, berharap Abra hanya pergi sebentar, kemudian kembali lagi untuk membayar tagihan."Oh, untuk pembayarannya semua sudah lunas kok, Bu," jawab pekerja itu sopan.Ayleen semakin kebingungan. Ia bingung harus mencari Abraham ke mana? Ponsel pemberian tuannya itu bahkan ia tinggal karena dianggap tak diperlukan. Untuk apa ponsel saat ia bersama Sam dan Abraham.Dengan ragu Ayleen mulai melangkahkan kaki keluar dari klinik. Berjalan pelan menyusuri setiap sudut dari ruangan di lantai dua, ia tampak keluar dan masuk toko, namun tak juga menemukan Abraham.Sementara di sisi lain Abraham berjalan cepat kembali dari lantai tiga menuju klinik di mana ia meninggalkan Ayleen.Tadi sebelum pergi i
Bab 31"Abraham ... dia?" ucap Hartawan masih tak bisa mempercayai apa yang dilihatnya."Dia bukan Airin, Pa, dia Ayleen, pengasuh Sam yang sekarang, wajah mereka memang mirip, mangkanya Sam nyaman," terang Abraham tanpa beban.ah"Ayleen?" Hartawan membeo, ia memandangi Ayleen dari atas sampai bawah, hal yang sama juga dilakukan oleh Ayleen."Bapak ini kenapa ngeliatin aku segitunya, ya?" Batin Ayleen bertanya-tanya. Namun anehnya, ia tidak merasa risih, tidak seperti saay ia mendapatkan perlakuan yang sama dari lelaki asing. Ia merasa biasa saja dengan pandangan intimidasi Hartawan, seolah mata itu tak asing baginya, walaupun ia tidak mengenalinya."Iya, Pa ... kenapa, apa Papa kenal?" Tanya Abraham bingung, melihat ekspresi Hartawan yang penuh makna."Oh ... ehm ... ti-tidak, Papa hanya takjub aja, Papa kira dia Airin, Papa kira kamu sedang memberi kejutan pada Papa bahwa Airin telah berubah dan kalian akan rujuk, ternyata mereka orang yang berbeda? Ah, salam kenal, Ayleen," ucap Ha
Bab 32"Sudahlah, lupakan saja. Anggap saja obrolan kita tadi tidak pernah ada. Oh, ya, besok sidang pertama kamu, Ayleen, ehm ... lebih tepatnya mediasi, saya lupa memberitahukan jadwalnya." Abraham tiba-tiba teringat akan surat dari pengadilan agama yang ia terima beberapa waktu lalu."Besok, Pak?" Ulang Ayleen."Iya, besok. Kamu siap-siap, ya?" Ucap Abraham.Ayleen terdiam, pandangannya kosong menatap ke depan."Ada apa, Ay ... apa ada masalah?" Tanya Abhraham."Saya takut, Pak ....""Apa yang kamu takutkan?""Saya takut Erwin berdrama, dan saya kalah dalam persidangan," tutur Ayleen."Hey, kamu tidak perlu takut, tinggal katakan saja apa yang sebenarnya pada mediator, biarkan dia menilai dengan sendirinya." Abraham memberikan saran untuk Ayleen."Tapi, Erwin itu sangat li-cik, Pak.""Saya sudah menyewa pengacara terbaik, juga membawa saksi yang kuat, yakni ayahmu sendiri. Jadi peluangmu untuk memenangkan persidangan nanti sangat besar. Selicik apapun Erwin, kalau kita mengantongi
Bab 33Ayleen segera berlari, berlindung di balik tubuh Abraham, saat akhirnya cengkraman tangan Erwin di pipinya terlepas."Pak, sebaiknya kita pulang saja," ajak Ayleen ketakutan. Ia sangat rakut Erwin akan melukai Abraham, mengingat lelaki itu begitu nekat jika merasa hidupnya terusik. Namun, Abraham tak menggubrisnya.Tiba-tiba saja ....Bugh!Suara bogeman yang mendarat sempurna di pipi Abraham seketika membuat Ayleen memekik."Ya Allah, Pak!" Ayleen segera menjauhkan Abra dari jangkauan Erwin, sementara lelaki be-ngis itu hanya tersenyum miring."Pergi kamu, Erwin!" Teriak Ayleen memaki lelaki yang kini masih berstatus sebagai suaminya."Itu balasan bagi seseorang yang ikut campur urusanku! Belum seberapa! Tunggu balasan yang lebih dari ini!" Ucap Erwin sembari menunjuk wajah Abraham yang terlihat lebam.Baru saja Erwin hendak menarik tangan Ayleen, tiba-tiba pintu ruangan mediasi terbuka, dan seorang wanita yang tadi menjadi mediator di antara Ayleen dan Erwin keluar dari sana.
Ayleen perlahan mengunduh video yang dikirimkan oleh sang pengacara. Tak lama berselang, matanya membola saat melihat isi dari rekaman video tersebut.Bahkan dengan kikuk Ayleen menyodorkan ponsel Abraham ke tangan lelaki itu. "P-pak,"Abraham menoleh sekilas pada Ayleen, keningnya sedikit berkerut. "Apa, Ay?"Wajah Ayleen bersemu merah saat mendengar panggilan yang terlontar dari bibir Abraham. Ayleen terlihat malu-malu.Kening Abraham semakin berkerut, merasa bingung dengan perubahan mendadak wajah Ayleen. "Kenapa kamu, Ayleen?" tanyanya, tidak bisa menahan rasa penasarannya.Ayleen tersentak kaget. Ia lantas meneguk ludah kasar. "Oh ... bu-bukan apa-apa, Pak," kekehnya kikuk. Ayleen bahkan mengeluarkan cengiran lebar, merasa sangat malu. Kepalanya menunduk dalam.Abraham hanya mendengkus. Tangan kirinya menengadah hingga membuat Ayleen mengangkat kepalanya dengan sorot bertanya."Ponsel saya, Ayleen," tegas Abraham, berharap Ayleen tidak salah faham.Ayleen seketika tersenyum kikuk