Baru saja beberapa hari berlalu setelah hari pernikahannya, tapi Alina sudah merasa sangat bosan. Ia bangun, makan dan tidur lagi. Sangat bertolak belakang dengan rutinitasnya sebelum ia menikah.
Sebagai seorang wanita yang sudah memiliki tekad untuk tidak menikah, ia tentunya harus sibuk bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup. Tapi ia tidak pernah mengira, kelak akan menikah dengan seorang bos besar perusahaan dan menjadi nyonya besar yang tidak perlu melakukan apa-apa. Cukup duduk santai dan menikmati hidup. Meskipun kehidupan seperti ini adalah dambaan setiap orang, tapi tidak untuknya.
Ia seorang wanita yang mencintai pekerjaan dan kesibukan. Kehidupan seperti ini hanya akan membuatnya mati karena kebosanan.
"Huft! Aku merindukan suasana kelas dan murid-murid ku" Katanya, sambil meletakkan gelas yang sudah ditenggaknya habis di atas meja.
"Berapa hari lagi aku harus hidup membosank
Keesokan harinya, Alina mulai mengajar seperti biasanya. Mencatat materi yang diberikan nya di papan lalu menerangkan pada anak-anak didiknya."Apakah ada yang ingin bertanya?"Semua siswi menggeleng. Materi yang diajarkan Alina hari ini tidak terlalu sulit. Jadi wajar saja jika mereka sudah memahaminya. Setelah jam mengajar nya habis. Alina beranjak keluar dari kelas. Ketika ia tengah berjalan di lorong sekolah, seorang guru datang menghentikan nya."Bu Alina" Panggilnya sambil tersenyum sopan."Iya Bu Rika, ada apa?""Anda dipanggil keruang kepala sekolah"Alina terdiam sejenak dan berpikir. Kenapa tiba-tiba kepala sekolah memanggil nya?"Baik Bu Rika, saya akan segera kesana"Alina pergi keruangan nya untuk meletakkan buku-buku yang ia bawa. Lalu ia pun bergegas ke ruang kepala sekolah.Tok..to
"Alina, suami mu sungguh datang untuk menjemput mu kembali ke kota Y!"Maya berseru sedikit keras."CEO sibuk sepertinya punya waktu untuk menjemput mu?" Matanya berbinar menatap takjub dan sekaligus iri kepada Alina."Ah, kau baru saja pergi dari kota Z, tapi suamimu sudah tak tahan untuk menjemput mu! hi..hi.." Maya terus saja berceloteh dan terkikik.Wanita itu sama sekali tidak sadar, kata-katanya tadi sudah mengundang perhatian ribuan pasang mata kearah mereka.Alina menyadari bahwa anak-anak itu mulai menatap kearahnya. Ia tidak tahu harus bersikap apa. Menatap kosong ke wajah ceria Maya yang polos, ia tidak tahu harus marah atau menangis karena temannya yang satu itu."Apa? Jadi mobil keren itu adalah milik dari suaminya bu Alina""Suami Bu Alina datang menjemput nya kemari? Ah, itu sangat manis""Kalian dengar
Perjalanan dari kota Z ke kota Y terasa jauh lebih cepat karena menggunakan jalur transportasi udara. Mereka tiba di kota Y tepat pada sore hari. Karena nenek Alina sedang dirawat di rumah sakit, mereka pun bergegas ke sana. Setiba di rumah sakit, Alina segera menuju bangsal neneknya di rawat. Sedangkan Zayyad dan Bakri berjalan di belakang mengikutinya. Hanya saja karena Alina berlari, mereka pun tertinggal di lorong. "Pak, apa tidak masalah kita melakukan ini?" Melihat Alina yang sudah pergi. Bakri akhirnya dengan leluasa mengungkapkan kekhawatirannya terhadap bosnya. "Bagaimana jika Bu Alina tau bahwa anda adalah dibalik pemecatan kerjanya itu?" Zayyad yang sama sekali tidak mengkhawatirkan apapun menjawab dengan tenang. "Dia tidak akan tau". Bakri yang merasa tidak puas kembali bertanya. "Pak, sebenarnya kenapa anda harus melakukan ini? Bukankah seharusnya anda dapat tenang dengan Bu Alina tinggal jauh dari anda" Zayyad menghentikan langkahnya. Lo
Malam harinya, tepat setelah transfusi darah neneknya selesai. Dokter mengizinkan neneknya pulang untuk rawat inap di rumah. Di luar rumah sakit, sudah ada seorang supir yang menunggu mereka. Zayyad mengutus nya kemari untuk membawa mereka pulang ke vila. Sepanjang perjalanan, Alina dengan manja menyandarkan kepalanya di bahu neneknya. Matanya yang menatap ke depan, menerawang jauh pada percakapan antara ia dan Zayyad tadi sore di rumah sakit. Mengingat hal itu, sebuah pertanyaan pun terlintas di benaknya.'Apakah aku ini misandris?'Erina yang melihat cucunya kembali merasa sangat senang. Sepertinya Zayyad berhasil membujuk Alina pulang. Tangan tuanya pun mengelus kepala cucunya itu dengan lembut."Nenek senang Alin kembali"Alina yang tengah melamun itu, sama sekali tidak mendengar ucapan neneknya tadi."Alin!" Erina yang melihat cucunya seperti sedang memikirkan sesuatu
"Biarkan dia fokus dengan sekolah dulu!"Mendengar hal itu, Zayyad hanya manggut-manggut saja mengerti. Lalu ia berkata dengan tegas. "Jika pendidikannya sudah selesai, aku akan terus mengundurkan diri" Jabatan bos besar sebuah perusahaan bukanlah keinginannya sama sekali. Dalam hidupnya, ia tidak pernah mendambakan hal itu."Baik! Tapi tentunya sesuai prosedur yang sudah aku buat""Prosedur?" Zayyad mengerutkan alisnya tak mengerti."Aku pulang dulu! Kita bahas hal ini di lain waktu"Begitulah percakapan mereka berakhir. Irsyad sudah pergi meninggalkan vila. Kini hanya Zayyad seorang yang duduk di ruang tamu. Diam dan memikirkan banyak hal. Detik jam dinding di ruangan, memecah keheningan. Dan ia masih bergeming di tempat. 'Prosedur apa yang kakek maksud?' Batinnya, bertanya-tanya."Zayyad!" Alina datang, terus menjatuhkan dirinya di atas sofa tunggal. Meman
Mendengar pertanyaan itu, Zayyad melirik sekilas kearah Alina. Sesaat, ia merasa bingung harus menjawab apa. Ia tidak pernah mengira pernyataannya sore tadi di rumah sakit, masih begitu membekas pada wanita itu. "Entahlah!" Rasanya agak sulit mengatakan 'tidak' karena di matanya wanita itu masih terlihat jelas 'misandris'. Terakhir, ia hanya mengucapkan kata ambigu itu, karena tidak ingin menyinggungnya terlalu jauh. Alina yang mendengar jawaban itu, seketika moodnya memburuk. 'Bilang saja jika aku memang sungguhan seorang misandris di mata mu!' Batinnya, menggerutu dalam diam. "Percepat!" Katanya, terdengar kesal. "Apanya?" Jawab Zayyad tak mengerti. Di samping itu ia menyadari perubahan emosi wanita itu. 'Moodnya terlihat tidak baik!' Batinnya, sambil melirik sekilas kearah Alina. "Percepat laju mobilnya!" Ucap Alina, terdengar ketus. "Kita tidak sedang terburu-buru! Begini saja sudah cukup
"Aku tidak! Kau saja" Ucap Zayyad sambil menutup buku menu itu. Ia sama sekali tidak bisa minum kopi di sore hari, apalagi jika itu di malam hari. Karena itu akan membuatnya susah tidur."Pesan satu!" Tegas Alina. Itu terdengar seperti titah kaisar yang tidak dapat dibantah. Ia membuka buku menu yang ada di meja, lalu mendorongnya kearah Zayyad."Alina..aku tidak—""Ce-pat!" Potong Alina yang tidak mau mendengar alasan konyol pria itu lagi. Baginya pria itu cukup unik. Di samping gynophobic, kebiasaan dan pola hidupnya itu berbeda jauh dengan para pria pada umumnya."Alina..aku tidak bisa mengkonsumsi kafein di malam hari, itu akan—""Mengganggu jam biologis mu!" Potong Alina yang sudah mampu menebaknya."Em!" Zayyad mengangguk mantap. Ia sangat berharap wanita itu tidak memaksanya kali ini. Mata coklatnya membulat lebar, tampak berbinar den
Mendengar hal itu, Zayyad tercenung. Ia mengangkat pandangannya kearah wanita itu. Melihat bola mata hitamnya yang jernih itu agak bergetar dan bulu matanya yang panjang nan lurus itu berkedip beberapa kali seperti menahan sesuatu. Jika memperhatikannya lebih jauh, itu tampak seperti melihat malam yang berkabut. Gelap dan kabur. Tapi tidak dapat menyembunyikan— Melankolisnya. "Aku sungguh sangat membenci pria. Aku sangat tidak menyukai jenis kelamin yang satu ini, tidak peduli mereka tua ataupun anak-anak" Alina membuat jari telunjuknya memutari bibir cangkir, matanya jatuh merenungi bentuk cangkir itu, mendalami permukaannya dan sesaat— Ia tersenyum pahit. "Aku tidak ingin menikah dan sengaja bekerja jauh di kota Z hanya untuk menghindari kalian" Menghindari 'kalian' para pria yang sangat membuatnya muak setiap kali bertemu, yang selalu mendorong keinginan jahat yang ada dalam lubuk hatinya muncul, untuk membalaskan dendam pada mereka. 'Padahal merek