" Nona." Panggilan seorang perawat di sebelahnya lah yang akhirnya menyadarkan Clara.
" Silahkan menyelesaikan urusan administrasi dulu di depan," kata perawat itu ramah." Oh, iya. Baiklah," jawab Clara, lalu ia bergegas ke depan dan mengurus administrasi.Setelah menyelesaikan urusan administrasinya, Clara kembali ke ruang UGD. Ia menunggu di depan ruang UGD dengan cemas.Tiga jam kemudian, seorang dokter keluar dari ruangan itu. Clara bergegas menghampirinya. Clara membaca sekilas tanda pengenal di dada dokter itu. Dokter Billy." Dokter, bagaimana keadaannya? Dia akan baik-baik saja, kan?" tanya Clara cemas.Dokter paruh baya itu tersenyum." Dia pria yang kuat. Dia akan baik-baik saja. Beberapa lukanya memang sangat parah dan kepalanya juga terluka cukup parah, tapi dia akan bertahan. Walau begitu, dia mungkin tidak akan sadarkan diri sampai lima atau enam hari ke depan," jelas dokter itu." Syukurlah jika dia bisa bertahan," desah Clara.Dokter Billy mengatakan Louis akan dipindahkan ke ruang rawat, dan Clara berterima kasih sebelum akhirnya bisa duduk dengan sedikit kelegaan. Bagaimanapun, dia masih belum tenang sebelum melihat Louis dengan mata kepalanya sendiri. Beberapa saat kemudian, dokter tadi kembali dan Clara masih harus menunggu satu jam lagi sebelum para perawat akhirnya keluar untuk memindahkan Louis. Clara hendak menyusul Louis, ia sempat melihat kepala Louis bergerak, tapi Dokter Billy menahannya." Dia belum sepenuhnya sadar, Nona. Tampaknya dia baru saja mengalami teror yang mengerikan, dan itu membuatnya merasa tak aman dalam ketidaksadarannya. Obat penenang tidak banyak membantu untuk mengatasi kegelisahannya, tapi menurut para perawat, kehadiran Anda sangat mempengaruhi dia. Karena itu, saya harap Anda bisa menenangkannya, Nona," jelas dokter itu.Selama beberapa saat Clara masih tampak bingung, tapi kemudian ia segera menyadarkan diri dan berterima kasih pada sang dokter sebelum menyusul Louis dengan diantarkan seorang perawat yang tinggal untuk mendampinginya tadi. Begitu Clara memasuki kamar VIP yang disewanya untuk Louis, ia melihat seorang perawat sudah mengangkat jarum suntik sementara Louis masih bergerak gelisah dalam ketidaksadarannya. Bergegas Clara menghampiri mereka." Sudah cukup. Jangan berikan dia obat itu lagi. Biar aku yang mengurusnya," ucap Clara pada perawat itu.Lalu Clara menunduk menatap Louis yang masih bergerak gelisah. Wajahnya sudah bersih dari darah, tapi masih tampak jelas lebam dan bekas luka di wajahnya. Clara sedikit membungkuk untuk mengelus rambut hitam Louis." Louis, tenanglah. Kau akan baik-baik saja. Aku di sini, dan kau akan baik-baik saja." Clara berkata pada pria itu.Lalu, perlahan Louis mulai tenang, gerakannya semakin lambat, lalu ia berhenti bergerak, benar-benar lelap dalam ketidaksadarannya. Desahan dan gumaman para perawat di belakangnya membuat Clara kembali berdiri tegak dan menatap mereka." Dia benar-benar mencintai Anda, Nona." Seorang perawat berkata takjub seraya tersenyum.Mendengar komentar itu, Clara menunduk untuk kembali menatap Louis yang tampak damai dalam tidurnya. Clara dan Louis bahkan tidak saling mengenal. Tapi toh para perawat itu pun tidak tahu." Kami akan meninggalkan kalian. Jika ada perubahan kondisi pasien, atau ada yang Anda butuhkan, Anda bisa menghubungi kami lewat interkom," Jelas salah seorang perawat.Clara mendongak untuk menatap mereka dan mengangguk. Setelah ia berterima kasih, para perawat pun meninggalkan ruangan itu. Tapi sempat Clara mendengar perawat yang takjub dengan pengaruhnya pada Louis tadi berbisik," Romantis sekali, ya?" Clara hanya bisa mendesah dan kembali menunduk menatap Louis." Cepatlah bangun dan bereskan kekacauan ini, Louis.Siapa pun kau…," desah Clara putus asa.***Ini sudah hari ketiga Clara cuti bekerja untuk menjaga Louis. Pria itu sama sekali tidak membawa tanda pengenal apapun, bahkan tidak dengan ponsel. Dan Clara tak tahu harus menghubungi siapa. Lagipula, ia khawatir jika sampai terjadi sesuatu pada Louis. Dan sebagai konsekuensinya, Clara harus mengerjakan sebagian tugasnya di kamar rawat itu. Clara sedang mengerjakan salah satu proyek desain untuk pesta perusahaan, ketika ia mendengar Louis mengerang. Bergegas Clara mengesampingkan pekerjaannya danmenghampiri Louis. Inilah yang membuat Clara tidak tenang jika harus meninggalkan Louis sendirian." Louis, kau aman bersamaku. Kau baik-baik saja, tenanglah…." Clara menenangkan Louis seraya mengelus lembut bagian kepala Louis yang tidak terluka.Beberapa saat kemudian, Louis kembali tenang. Clara mendesah ketika tatapannya jatuh pada perban yang membalut kepala Louis. Pasti sakit, pikirnya muram.Clara lalu menggenggam tangan Louis. Tangan besar yang beberapa hari lalu memegangnya erat seolah takut ditinggalkan olehnya. Pria sebesar Louis, apa yang ditakutkannya? Clara tersenyum kecil." Kau harus cepat sembuh, Louis. Kau dengar aku? Kau harus cepat sembuh, kau harus segera bangun," ucap Clara.Saat ini, mungkin Louis sama sekali tak mendengarnya, tapi Clara terus saja berbicara, meminta agar Louis segera membuka matanya. Memang, dokter berkata Louis tidak akan terbangun sampai beberapa hari lagi, tapi Clara tidak sabar menunggu untuk memastikan bahwa Louis baik-baik saja. Ia takut, jika tidur terlalu lama, Louis tidak akan mau bangun lagi. Clara memandangi wajah Louis yang berangsur pulih dari luka dan lebamnya itu. Lukanya sudah tidak separah ketika mereka bertemu dan kini Clara bisa melihat pesona yang dimiliki Louis.Tulang pipi yang tinggi, menggambarkan keangkuhannya, hidung yang sedikit bengkok, seakan pernah patah beberapa kali, dan bakal janggut yang mulai tumbuh di dagu dan pipinya, membuat Louis tampak semakin…." Aku pasti sudah gila." Clara tersadar dari apa yang dipandanginya dan menggoyangkan kepalanya.Clara melepaskan tangan Louis, tapi sekarang justru tangan Louis yang menggenggam erat tangannya, membuatnya terhenyak. Clara menatap Louis lekat, tapi tampakny
Tak bisa tinggal diam, Louis pun turun dari ranjangnya, menggerakkan tubuhnya yang terasa sangat kaku dan sialnya, masih terasa sakit saat digerakkannya. Merasa terganggu dengan selang infus yang tertancap di lengan kirinya, Louis menarik selang itu lepas dengan kesal.Merasa lebih baik, Louis menghampiri gadis malaikatnya dan mengangkat tubuhnya yang luar biasa ringan, Louis khawatir gadis itu juga mengabaikan asupan makanan ke dalam tubuhnya. Dengan lembut Louis membaringkan tubuh gadis itu di ranjangnya. Selama beberapa saat, Louis berdiri di sana untuk menatap wajah malaikatnya itu.Wajahnya begitu lembut dan polos. Namun wajah yang menampilkan kecantikan alami itu tampak sangat kelelahan.Louis merutuki diri sendiri ketika menyadari dirinyalah penyebab kehadiran gurat lelah di wajah malaikatnya itu. Setelah cukup puas memandangi wajah itu, Louis berbalik dan melihat sofa dan meja tamu yang berantakan. Gadis itu mungkin suka membuang-buang uang untuk ruang VIP ini, pikir Louis sera
Clara menatap Louis dengan gusar." Tampaknya ada sesuatu yang membuat otaknya bergeser, Dokter," ucap Clara pada Dokter Billy.Dokter paruh baya itu tersenyum pada Clara." Kepalanya sangat keras, Nona. Akan agak sulit untuk menggeserkan otaknya dengan cara apapun," Dokter Billy menanggapi, tampaknya bisa melihat situasi mereka berdua saat ini." Dia hanya sedikit protektif tentang Anda, Nona," lanjut dokter itu.Clara menatap Louis tak percaya, sementara yang dipandanginya menyeringai lebar." Ya, kurasa dia amat sangat keras kepala." Akhirnya Clara menyetujui." Dia memiliki nama yang bagus, bukan begitu, Dokter?" Louis terus saja berbicara sementara para perawat memeriksanya dan memasang kembali selang infusnya.Louis sempat protes bahwa ia tidak memerlukan selang itu, tapi para perawatmengabaikan protesnya." Anda memiliki kekasih yang paling baik di dunia ini, Tuan," balas Dokter Billy seraya menghampiri Louis untuk memeriksanya." Tentu saja. Dia malaikatku," jawab Louis cer
" Kenapa kau memutuskan untuk percaya padaku?" tanya Louis lagi.Clara mendesah berat seraya kembali mendongak dari laptopnya, entah sudah untuk yang keberapa kalinya." Apa aku pernah mengatakan aku percaya padamu?" balasnya." Kau tidak melaporkanku pada polisi. Orang-orang yang mengejarku kemarin, mereka memiliki senjata dan bisa saja mereka adalah polisi yang mengejarku. Bisa saja aku ini adalah seorang pencuri atau semacamnya," kata Louis."Kalau begitu, biar kukatakan padamu, setiap orang pantas mendapatkan kesempatan kedua," ucap Clara." Bahkan meskipun dia orang yang jahat?" tanya Louis ragu." Selama seseorang masih hidup, ia memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik," jawab Clara." Kecuali untuk mereka yang bahagia dengan hidup sebagai penjahat."" Bagaimana jika aku ini memang seorang penjahat dan setelah ini aku akan membunuhmu karena kau telah melihat wajahku?" tanyanya lagi." Aku tidak akan membiarkanmu membunuhku semudah itu," sahut Clara enteng.Louis tertawa mend
Louis merasa tidak nyaman mendengar apa yang dibicarakan Clara dengan rekan kerjanya barusan. Clara tidak bisa pergi ke kantor karena harus menjaganya. Louis benar-benar tidak mengerti kenapa gadis itu mau bersusah payah menjaganya seperti ini. Kecuali jika gadis itu memang memiliki integritas yang tinggi dan menepati semua kata-kata yang diucapkannya." Clara." Louis memanggil gadis itu.Clara berbalik dan sedikit terkejut melihat Louis yang sudah bangun." Kau butuh sesuatu?" Tanya Clara seraya menghampiri Louis.Louis menggeleng." Apakah kau berasal dari keluarga penegak hukum?" tanyanya.Keterkejutan di mata Clara membenarkan dugaan Louis." Kau… dari mana kau tahu?" tanya Clara.Louis mengedikkan bahu." Hanya menebak. Dari mana kau mewarisi sikap keras kepalamu itu? Sikap tegasmu, keputusan cepatmu yang sudah kau pikirkan dengan matang, instingmu, integritasmu…." Louis menyebutkan analisisnya." Ayah dan kakekku mengajarkanku itu semua," Clara mengakui." Mereka pasti sangat ban
Louis mendengus, lalu dengan gerakan cepat yang mengejutkan, ia menyelipkan tangan di punggung dan belakang lutut Clara, lalu menggendong Clara yang menjerit panik." Astaga, apa yang kau lakukan?" jerit Clara." Turunkan aku, Louis!"" Sudah kubilang aku baik-baik saja," tolak Louis." Sebaiknya kau turunkan aku sekarang sebelum…." Kalimat Clara belumlah selesai ketika pintu kamar itu terbuka dan para perawat yang melihat mereka melongo di depan pintu." Mereka datang," Clara melanjutkan kalimat yang belum diselesaikannya tadi." Hai, kalian semua." Louis menyapa mereka santai." Louis, turunkan aku," desis Clara, yang diabaikan Louis." Dokter Billy," Louis menyapa sang dokter yang kemudian masuk dan hanya mengangkat alis menatap mereka berdua." Aku hanya ingin menunjukkan pada Clara bahwa aku benar-benar sudah pulih," argumennya." Kalau begitu, biar aku membantumu meyakinkannya," sahut Dokter Billy yang kemudian menghampiri mereka.Barulah Louis menurunkan Clara." Sebuah bantuan,
Dokter Billy tersenyum." Itu sudah tugas seorang dokter, Nona," sahut Dokter Billy." Dan kau, Jagoan," Dokter Billy menatap Louis." Jangan kembali lagi ke tempat ini," ucapnya.Louis tertawa." Aku akan berusaha keras untuk itu," Louis berkata." Terima kasih untuk semuanya, Dokter." Dokter Billy mengangguk." Baiklah kalau begitu. Masih ada pasien-pasien yang harus kuperiksa. Kalian berhati-hatilah di jalan," pesannya.Clara dan Louis mengangguk. Begitu Dokter Billy meninggalkan mereka, Clara dan Louis melanjutkan berjalan keluar. Beberapa perawat yang mengenal mereka mengangguk dan tersenyum pada mereka sepanjang jalan menuju lobby. Ketika Clara meminta Louis menunggu di lobby sementara Clara mengambil mobil, Louis menolak mentah-mentah, sehingga mereka berdua kembali berdebat sepanjang lapangan parkir menuju mobil Clara." Ke mana aku harus mengantarmu?" tanya Clara lagi ketika mobilnya sudah melaju di jalanan." Ke suatu tempat yang tidak pernah kau tahu," jawab Louis." Dan tem
" Don sudah menyiapkan hadiah untuk orang itu," jawab Louis geli." Kudengar, orang terakhir yang mencoba melakukan itu harus kehilangan tangan dan matanya akibat ledakan kecil di pintu loker yang berusaha ia buka dengan paksa." Clara ternganga.Ia menatap loker-loker itu dan menggeleng tak percaya. Pria itu, si Don itu, tampaknya dia memang seorang jenius. Luar biasa…. Ketika akhirnya Louis berhenti di depan sebuah loker, Clara mengamati loker itu. Ia penasaran." Apa saja yang kau simpan di dalam loker itu?" tanya Clara." Hanya beberapa barang penting," jawab Louis.Dan Clara kembali ternganga demi melihat barang penting yang dimiliki Louis. Begitu pintu loker itu terbuka, sebuah ruangan kecil, tapi tidak terlalu kecil, tampak di sana. Louis menggandeng Clara yang masih ternganga untuk masuk ke dalam. Di dalam lorong itu ada sebuah ruangan yang kecil dan di dalam loker Louis ini, ada begitu banyak senjata, laptop, ponsel, dan… kartu kredit.Louis memiliki setidaknya lebih dari sepul