Saat ini, mungkin Louis sama sekali tak mendengarnya, tapi Clara terus saja berbicara, meminta agar Louis segera membuka matanya. Memang, dokter berkata Louis tidak akan terbangun sampai beberapa hari lagi, tapi Clara tidak sabar menunggu untuk memastikan bahwa Louis baik-baik saja. Ia takut, jika tidur terlalu lama, Louis tidak akan mau bangun lagi. Clara memandangi wajah Louis yang berangsur pulih dari luka dan lebamnya itu. Lukanya sudah tidak separah ketika mereka bertemu dan kini Clara bisa melihat pesona yang dimiliki Louis.
Tulang pipi yang tinggi, menggambarkan keangkuhannya, hidung yang sedikit bengkok, seakan pernah patah beberapa kali, dan bakal janggut yang mulai tumbuh di dagu dan pipinya, membuat Louis tampak semakin…." Aku pasti sudah gila." Clara tersadar dari apa yang dipandanginya dan menggoyangkan kepalanya.Clara melepaskan tangan Louis, tapi sekarang justru tangan Louis yang menggenggam erat tangannya, membuatnya terhenyak. Clara menatap Louis lekat, tapi tampaknya pria itu masih belum sadarkan diri. Clara tersenyum sendu." Tidak perlu cemas, Louis. Aku akan menjagamu. Aku tidak akan meninggalkanmu," ucap Clara seraya membalas genggaman tangan Louis, lalu duduk di samping tempat Louis berbaring.Clara menatap wajah Louis, lalu turun menatap tangan mereka yang saling menggenggam, dan ia pun tertawa kecil." Tampaknya kau adalah seorang pria yang sangat kuat. Tapi saat ini, kau seperti seorang anak kecil yang takut tersesat," katanya geli.Clara tersenyum seraya menyandarkan kepalanya di atas ranjang, di samping tangan mereka yang bertaut. Ia masih menatap Louis, tak sedikitpun merasa bosan menatap wajah tampan itu.***Berkali-kali Louis merasa gelisah karena kembali pada hari penyiksaan itu, tapi kemudian terdengar suara dan sentuhan malaikat yang menenangkannya, berkata dia akan baik-baik saja. Dan ketika tangan malaikat itu ada di dalam genggamannya, tak ada lagi yang bisa ia cemaskan. Seperti saat ini, ia merasa sangat tenang. Beberapa saat lalu, malaikatnya itu membisikkan kata-kata yang membuat Louis tenang, seperti biasanya." Tidak perlu cemas, Louis. Aku akan menjagamu. Aku tidak akan meninggalkanmu," kata malaikat itu tadi.Mendengar bahwa malaikatnya itu tidak akan meninggalkannya, membuat Louis luar biasa tenang. Dia tidak akan meninggalkanku, Louis terus berkatapada diri sendiri. Kalimat itu memberinya kekuatan lebih untuk bertahan.Louis bukanlah orang yang sanggup berdiam diri selama ini. Dan ia sama sekali tak menyukai gagasan ia harus terbaring tak berdaya seperti ini. Tapi dengan tangan malaikat itu di genggamannya, rasanya Louis bisa tidur untuk selamanya. Tapi tadi malaikatnya itu memintanya untuk membuka matanya. Jadi seharusnya Louis membuka matanya dan bukannya semakin terbuai seperti ini. Hanya saja, sedari tadi ia mencoba, berusaha, dan gagal. Matanya terasa sangat berat untuk dibuka dan saat ini ia hanya bisa melihat kegelapan. Yah,ini bukan kegagalannya yang pertama, memang, tapi Louis jarang menemui kegagalan dalam misinya. Ia selalu melakukan yang terbaik, menjadi yang terbaik. Tidak adil rasanya jika membuka mata untuk malaikatnya saja ia tidak sanggup.Louis berusaha lebih keras untuk keluar dari kegelapan itu, lalu dirasakannya rasa sakit di sekujur tubuhnya. Sialan, orang-orang itu memang berniat membawanya ke jurang kematian. Louis bersumpah, ia akan membalas mereka. Louis bersyukur karena setiap kali rasa sakit dan mimpi buruk menyerangnya, malaikatnya ada di sampingnya.Tapi kemudian, musuh-musuhnya itu datang. Kepanikan menyergapnya. Malaikatnya ada di sampingnya, bagaimana jika mereka melukai malaikatnya? Louis menggenggam tangan kecil malaikatnya itu semakin erat. Malaikatku ini tampak sangat rapuh, dia tidak akan bertahan jika sampai sesuatu yang buruk terjadi padanya. Tidak! Jika sampai orang-orang itu menyentuh malaikatnya, Louis akanmembunuh mereka. Dan jika sampai mereka menyakiti malaikatnya….Tidak! Mereka tidak boleh melakukannya. Louis akan membunuh mereka sebelum mereka sempat menyentuh malaikatnya. Tapi saat ini, ia sama sekali tidak bisa bergerak, dan orang-orang itu semakin dekat.Jika orang-orang itu menyentuh malaikatnya….Tidak!!!Louis tersentak bangun, tersengal kehabisan napas dan diliputi ketakutan yang membuatnya mual. Louis tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Perasaan ini….Louis berusaha menenangkan dirinya ketika menyadari bahwa saat ini ia aman. Orang-orang itu tidak ada di sana. Louis menatap sekelilingnya dan bisa menduga ia berada di rumah sakit. Louis lalu menunduk untuk menatap tangannya yang menggenggam erat tangan seorang gadis yang terlelap dengan kepala bersandar di ranjangnya itu. Khawatir menyakiti gadis itu, Louis melonggarkan genggamannya, lalu dengan sangat lembut melepaskannya.Gadis ini… apakah dia malaikat yang selalu hadir menyelamatkan dan menenangkan Louis? Louis tak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena sebagian tertutup rambut hitam yang panjangnya mungkin sampai punggungnya. Rambutnya dibiarkan terurai seperti itu, membuat kelelahan semakin tampak jelas dari sosok itu. Louis kesal memikirkan gadis itu pasti sangat kelelahan hingga tertidur di kursi seperti ini.Tak bisa tinggal diam, Louis pun turun dari ranjangnya, menggerakkan tubuhnya yang terasa sangat kaku dan sialnya, masih terasa sakit saat digerakkannya. Merasa terganggu dengan selang infus yang tertancap di lengan kirinya, Louis menarik selang itu lepas dengan kesal.Merasa lebih baik, Louis menghampiri gadis malaikatnya dan mengangkat tubuhnya yang luar biasa ringan, Louis khawatir gadis itu juga mengabaikan asupan makanan ke dalam tubuhnya. Dengan lembut Louis membaringkan tubuh gadis itu di ranjangnya. Selama beberapa saat, Louis berdiri di sana untuk menatap wajah malaikatnya itu.Wajahnya begitu lembut dan polos. Namun wajah yang menampilkan kecantikan alami itu tampak sangat kelelahan.Louis merutuki diri sendiri ketika menyadari dirinyalah penyebab kehadiran gurat lelah di wajah malaikatnya itu. Setelah cukup puas memandangi wajah itu, Louis berbalik dan melihat sofa dan meja tamu yang berantakan. Gadis itu mungkin suka membuang-buang uang untuk ruang VIP ini, pikir Louis sera
Clara menatap Louis dengan gusar." Tampaknya ada sesuatu yang membuat otaknya bergeser, Dokter," ucap Clara pada Dokter Billy.Dokter paruh baya itu tersenyum pada Clara." Kepalanya sangat keras, Nona. Akan agak sulit untuk menggeserkan otaknya dengan cara apapun," Dokter Billy menanggapi, tampaknya bisa melihat situasi mereka berdua saat ini." Dia hanya sedikit protektif tentang Anda, Nona," lanjut dokter itu.Clara menatap Louis tak percaya, sementara yang dipandanginya menyeringai lebar." Ya, kurasa dia amat sangat keras kepala." Akhirnya Clara menyetujui." Dia memiliki nama yang bagus, bukan begitu, Dokter?" Louis terus saja berbicara sementara para perawat memeriksanya dan memasang kembali selang infusnya.Louis sempat protes bahwa ia tidak memerlukan selang itu, tapi para perawatmengabaikan protesnya." Anda memiliki kekasih yang paling baik di dunia ini, Tuan," balas Dokter Billy seraya menghampiri Louis untuk memeriksanya." Tentu saja. Dia malaikatku," jawab Louis cer
" Kenapa kau memutuskan untuk percaya padaku?" tanya Louis lagi.Clara mendesah berat seraya kembali mendongak dari laptopnya, entah sudah untuk yang keberapa kalinya." Apa aku pernah mengatakan aku percaya padamu?" balasnya." Kau tidak melaporkanku pada polisi. Orang-orang yang mengejarku kemarin, mereka memiliki senjata dan bisa saja mereka adalah polisi yang mengejarku. Bisa saja aku ini adalah seorang pencuri atau semacamnya," kata Louis."Kalau begitu, biar kukatakan padamu, setiap orang pantas mendapatkan kesempatan kedua," ucap Clara." Bahkan meskipun dia orang yang jahat?" tanya Louis ragu." Selama seseorang masih hidup, ia memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik," jawab Clara." Kecuali untuk mereka yang bahagia dengan hidup sebagai penjahat."" Bagaimana jika aku ini memang seorang penjahat dan setelah ini aku akan membunuhmu karena kau telah melihat wajahku?" tanyanya lagi." Aku tidak akan membiarkanmu membunuhku semudah itu," sahut Clara enteng.Louis tertawa mend
Louis merasa tidak nyaman mendengar apa yang dibicarakan Clara dengan rekan kerjanya barusan. Clara tidak bisa pergi ke kantor karena harus menjaganya. Louis benar-benar tidak mengerti kenapa gadis itu mau bersusah payah menjaganya seperti ini. Kecuali jika gadis itu memang memiliki integritas yang tinggi dan menepati semua kata-kata yang diucapkannya." Clara." Louis memanggil gadis itu.Clara berbalik dan sedikit terkejut melihat Louis yang sudah bangun." Kau butuh sesuatu?" Tanya Clara seraya menghampiri Louis.Louis menggeleng." Apakah kau berasal dari keluarga penegak hukum?" tanyanya.Keterkejutan di mata Clara membenarkan dugaan Louis." Kau… dari mana kau tahu?" tanya Clara.Louis mengedikkan bahu." Hanya menebak. Dari mana kau mewarisi sikap keras kepalamu itu? Sikap tegasmu, keputusan cepatmu yang sudah kau pikirkan dengan matang, instingmu, integritasmu…." Louis menyebutkan analisisnya." Ayah dan kakekku mengajarkanku itu semua," Clara mengakui." Mereka pasti sangat ban
Louis mendengus, lalu dengan gerakan cepat yang mengejutkan, ia menyelipkan tangan di punggung dan belakang lutut Clara, lalu menggendong Clara yang menjerit panik." Astaga, apa yang kau lakukan?" jerit Clara." Turunkan aku, Louis!"" Sudah kubilang aku baik-baik saja," tolak Louis." Sebaiknya kau turunkan aku sekarang sebelum…." Kalimat Clara belumlah selesai ketika pintu kamar itu terbuka dan para perawat yang melihat mereka melongo di depan pintu." Mereka datang," Clara melanjutkan kalimat yang belum diselesaikannya tadi." Hai, kalian semua." Louis menyapa mereka santai." Louis, turunkan aku," desis Clara, yang diabaikan Louis." Dokter Billy," Louis menyapa sang dokter yang kemudian masuk dan hanya mengangkat alis menatap mereka berdua." Aku hanya ingin menunjukkan pada Clara bahwa aku benar-benar sudah pulih," argumennya." Kalau begitu, biar aku membantumu meyakinkannya," sahut Dokter Billy yang kemudian menghampiri mereka.Barulah Louis menurunkan Clara." Sebuah bantuan,
Dokter Billy tersenyum." Itu sudah tugas seorang dokter, Nona," sahut Dokter Billy." Dan kau, Jagoan," Dokter Billy menatap Louis." Jangan kembali lagi ke tempat ini," ucapnya.Louis tertawa." Aku akan berusaha keras untuk itu," Louis berkata." Terima kasih untuk semuanya, Dokter." Dokter Billy mengangguk." Baiklah kalau begitu. Masih ada pasien-pasien yang harus kuperiksa. Kalian berhati-hatilah di jalan," pesannya.Clara dan Louis mengangguk. Begitu Dokter Billy meninggalkan mereka, Clara dan Louis melanjutkan berjalan keluar. Beberapa perawat yang mengenal mereka mengangguk dan tersenyum pada mereka sepanjang jalan menuju lobby. Ketika Clara meminta Louis menunggu di lobby sementara Clara mengambil mobil, Louis menolak mentah-mentah, sehingga mereka berdua kembali berdebat sepanjang lapangan parkir menuju mobil Clara." Ke mana aku harus mengantarmu?" tanya Clara lagi ketika mobilnya sudah melaju di jalanan." Ke suatu tempat yang tidak pernah kau tahu," jawab Louis." Dan tem
" Don sudah menyiapkan hadiah untuk orang itu," jawab Louis geli." Kudengar, orang terakhir yang mencoba melakukan itu harus kehilangan tangan dan matanya akibat ledakan kecil di pintu loker yang berusaha ia buka dengan paksa." Clara ternganga.Ia menatap loker-loker itu dan menggeleng tak percaya. Pria itu, si Don itu, tampaknya dia memang seorang jenius. Luar biasa…. Ketika akhirnya Louis berhenti di depan sebuah loker, Clara mengamati loker itu. Ia penasaran." Apa saja yang kau simpan di dalam loker itu?" tanya Clara." Hanya beberapa barang penting," jawab Louis.Dan Clara kembali ternganga demi melihat barang penting yang dimiliki Louis. Begitu pintu loker itu terbuka, sebuah ruangan kecil, tapi tidak terlalu kecil, tampak di sana. Louis menggandeng Clara yang masih ternganga untuk masuk ke dalam. Di dalam lorong itu ada sebuah ruangan yang kecil dan di dalam loker Louis ini, ada begitu banyak senjata, laptop, ponsel, dan… kartu kredit.Louis memiliki setidaknya lebih dari sepul
Clara mengerutkan kening ketika sebuah mobil sport abu-abu terparkir rapi di garasinya. Apakah Clara salah rumah? Clara mengecek nomor rumahnya. Ini memangrumahnya. Lalu… mobil siapa itu? Clara memarkirkan mobilnya di luar, lalu membuka gerbang rumahnya. Ia melangkah hati-hati menuju pintu depan yang sedikit terbuka. Terlalu mencolok untuk kehadiran seorangpencuri, kan? Dan jawaban dari semua itu benar-benar membuat Clara terbelalak kaget." Apa yang kau lakukan di rumahku?" jerit Clara ketika melihat Louis berbaring santai di sofa ruang tamunya." Karena tidak ada tempat untuk kutuju selain rumahmu," ucap Louis santai seraya duduk." Kau sudah pulang?" tanyanya.Clara melotot galak padanya." Bagaimana kau bisa tahu rumahku? Bagaimana kau bisa masuk? Apa yang kau lakukan di rumahku? Ya Tuhan, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Clara kesal." Tenanglah, Clara. Kau sudah menanyakan pertanyaan yang sama. Duduklah dan biarkan aku berbicara." katanya.Clara menatap Louis galak. Tapi