Seseorang menekan bel pintu. Pikirnya, itu pasti Vincent. Namun tumben dia tidak langsung masuk. Dengan riang gembira nyabuka pintu depan.“Vin!” Clara sudah hampir memeluknya, tetapi ternyata orang yang berdiri di hadapannya bukanlah Vincent.Clara ternganga selama beberapa saat? Mau apa dia di sini? Dengan refleks, Clara langsung menutup kembali pintu tetapi tangan orang itu menahannya.“Mau apa kamu?” tanyanya garang.“Please… izinkan aku masuk…” Louis memohon.Clara menatapnya dengan tajam. Dia menatapnya dengan memelas.“Tidak,” jawabnya tegas.Semua kenangan tumpah ruah dalam ingatannya. Tangannya dengan kuat masih memegang kenop pintu. Clara hampir menutup pintu saat kudengar deru motor Vincent. Tak lama, dia sudah berdiri di garasi. Kedua alisnya yang tebal saling berpaut. Dia berjalan mendekat. Vincent tidak pernah menyukai Louis.“Ada apa ini?” tanyanya, membuat Louis membalikkan badan saat mendengar suara seseorang yang tidak dikenalnya. Clara senang sekali Vincent datang.
Clara baru menjawab telepon dan SMS Vincent pukul sebelas malam. Mau bagaimana lagi? Pukul tujuh malam Mr. Hendy sudah menjemputnya. Mereka pergi makan dan nonton. Clara tidak tahu sama sekali Vincent menghubunginya. Clara pun tidak mengabarinya karena Clara juga tidak mau mengganggunya. Dipikirnya ini win-win solution.“Ke mana saja?” tanya Vincent dengan nada sedikit jengkel.“Aku…” Clara sedang menimbang apakah Clara akan berkata jujur atau tidak.Konsekuensinya Clara tahu Vincent akan marah dan melarangnya pergi lagi bersama Mr. Hendy. Namun di satu sisi, hati nuraninya bicara akan terlalu kejam membohongi pria sebaik Vincent. Mungkin memang sebaiknya Clara tidak menemui Mr. Hendy Lagi. Di mata orang lain, hal itu pastilah tak pantas, walau Clara merasa tidak ada yang perlu diributkan. Clara dan Mr. Hendy hanya teman.“Tadi aku pergi bersama Mr. Hendy,” jawabnya jujur.“Baru pulang?” Vincent semakin jengkel.“Iya. Makan, nonton….”“Clara!” Vincent berteriak marah.“Kamu itu paca
"Jangan!" Tiba-tiba pria itu berkata, seolah bisa membaca pikiran Clara."Jangan berteriak atau bergerak, kumohon.Atau mereka juga akan membunuhmu," katanya lagi.Clara menelan ludah, ngeri. Kepanikan kembali menyergapnya ketika tepat di samping mobilnya, berdiri dua orang pria dengan senjata api di tangan yang berusaha mereka sembunyikan di balik jas hitam yang mereka kenakan. Setidaknya, pria yang membuatnya kesulitan bernapas ini tidak berbohong. Setelah kedua orang bersenjata tadi pergi, barulah Clara berani bersuara."Kau membuatku tak bisa bernapas," protesnya.Pria itu mengangkat tubuhnya dan menggumamkan maaf. Pria itu kini berlutut di depan kursi kemudi, menjebak kaki Clara di sana. Pria itu beruntung karena tadi Clara sempat memundurkan kursinya untuk mencari sepatunya. Jika tidak, pria itu pasti sudah terjepit di sana, dengan tubuh sebesar itu."Jika kau macam-macam padaku, akan kuhajar kau," ancam Clara seraya berusaha menarik kakinya, karena jika Clara nekat duduk di kur
" Nona." Panggilan seorang perawat di sebelahnya lah yang akhirnya menyadarkan Clara." Silahkan menyelesaikan urusan administrasi dulu di depan," kata perawat itu ramah." Oh, iya. Baiklah," jawab Clara, lalu ia bergegas ke depan dan mengurus administrasi.Setelah menyelesaikan urusan administrasinya, Clara kembali ke ruang UGD. Ia menunggu di depan ruang UGD dengan cemas.Tiga jam kemudian, seorang dokter keluar dari ruangan itu. Clara bergegas menghampirinya. Clara membaca sekilas tanda pengenal di dada dokter itu. Dokter Billy." Dokter, bagaimana keadaannya? Dia akan baik-baik saja, kan?" tanya Clara cemas.Dokter paruh baya itu tersenyum." Dia pria yang kuat. Dia akan baik-baik saja. Beberapa lukanya memang sangat parah dan kepalanya juga terluka cukup parah, tapi dia akan bertahan. Walau begitu, dia mungkin tidak akan sadarkan diri sampai lima atau enam hari ke depan," jelas dokter itu." Syukurlah jika dia bisa bertahan," desah Clara.Dokter Billy mengatakan Louis akan dipinda
Saat ini, mungkin Louis sama sekali tak mendengarnya, tapi Clara terus saja berbicara, meminta agar Louis segera membuka matanya. Memang, dokter berkata Louis tidak akan terbangun sampai beberapa hari lagi, tapi Clara tidak sabar menunggu untuk memastikan bahwa Louis baik-baik saja. Ia takut, jika tidur terlalu lama, Louis tidak akan mau bangun lagi. Clara memandangi wajah Louis yang berangsur pulih dari luka dan lebamnya itu. Lukanya sudah tidak separah ketika mereka bertemu dan kini Clara bisa melihat pesona yang dimiliki Louis.Tulang pipi yang tinggi, menggambarkan keangkuhannya, hidung yang sedikit bengkok, seakan pernah patah beberapa kali, dan bakal janggut yang mulai tumbuh di dagu dan pipinya, membuat Louis tampak semakin…." Aku pasti sudah gila." Clara tersadar dari apa yang dipandanginya dan menggoyangkan kepalanya.Clara melepaskan tangan Louis, tapi sekarang justru tangan Louis yang menggenggam erat tangannya, membuatnya terhenyak. Clara menatap Louis lekat, tapi tampakny
Tak bisa tinggal diam, Louis pun turun dari ranjangnya, menggerakkan tubuhnya yang terasa sangat kaku dan sialnya, masih terasa sakit saat digerakkannya. Merasa terganggu dengan selang infus yang tertancap di lengan kirinya, Louis menarik selang itu lepas dengan kesal.Merasa lebih baik, Louis menghampiri gadis malaikatnya dan mengangkat tubuhnya yang luar biasa ringan, Louis khawatir gadis itu juga mengabaikan asupan makanan ke dalam tubuhnya. Dengan lembut Louis membaringkan tubuh gadis itu di ranjangnya. Selama beberapa saat, Louis berdiri di sana untuk menatap wajah malaikatnya itu.Wajahnya begitu lembut dan polos. Namun wajah yang menampilkan kecantikan alami itu tampak sangat kelelahan.Louis merutuki diri sendiri ketika menyadari dirinyalah penyebab kehadiran gurat lelah di wajah malaikatnya itu. Setelah cukup puas memandangi wajah itu, Louis berbalik dan melihat sofa dan meja tamu yang berantakan. Gadis itu mungkin suka membuang-buang uang untuk ruang VIP ini, pikir Louis sera
Clara menatap Louis dengan gusar." Tampaknya ada sesuatu yang membuat otaknya bergeser, Dokter," ucap Clara pada Dokter Billy.Dokter paruh baya itu tersenyum pada Clara." Kepalanya sangat keras, Nona. Akan agak sulit untuk menggeserkan otaknya dengan cara apapun," Dokter Billy menanggapi, tampaknya bisa melihat situasi mereka berdua saat ini." Dia hanya sedikit protektif tentang Anda, Nona," lanjut dokter itu.Clara menatap Louis tak percaya, sementara yang dipandanginya menyeringai lebar." Ya, kurasa dia amat sangat keras kepala." Akhirnya Clara menyetujui." Dia memiliki nama yang bagus, bukan begitu, Dokter?" Louis terus saja berbicara sementara para perawat memeriksanya dan memasang kembali selang infusnya.Louis sempat protes bahwa ia tidak memerlukan selang itu, tapi para perawatmengabaikan protesnya." Anda memiliki kekasih yang paling baik di dunia ini, Tuan," balas Dokter Billy seraya menghampiri Louis untuk memeriksanya." Tentu saja. Dia malaikatku," jawab Louis cer
" Kenapa kau memutuskan untuk percaya padaku?" tanya Louis lagi.Clara mendesah berat seraya kembali mendongak dari laptopnya, entah sudah untuk yang keberapa kalinya." Apa aku pernah mengatakan aku percaya padamu?" balasnya." Kau tidak melaporkanku pada polisi. Orang-orang yang mengejarku kemarin, mereka memiliki senjata dan bisa saja mereka adalah polisi yang mengejarku. Bisa saja aku ini adalah seorang pencuri atau semacamnya," kata Louis."Kalau begitu, biar kukatakan padamu, setiap orang pantas mendapatkan kesempatan kedua," ucap Clara." Bahkan meskipun dia orang yang jahat?" tanya Louis ragu." Selama seseorang masih hidup, ia memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik," jawab Clara." Kecuali untuk mereka yang bahagia dengan hidup sebagai penjahat."" Bagaimana jika aku ini memang seorang penjahat dan setelah ini aku akan membunuhmu karena kau telah melihat wajahku?" tanyanya lagi." Aku tidak akan membiarkanmu membunuhku semudah itu," sahut Clara enteng.Louis tertawa mend