Razan pulang ke rumah lebih larut dari hari-hari biasanya. Rapat yang membahas kasus menjadi lebih panjang dan ada banyak hal yang harus diselidiki. Tugas semakin menumpuk dan tekanan menjadi semakin berat.
Razan merasa lelah. Ia butuh istirahat panjang, butuh banyak tidur. Razan masuk ke kamarnya yang gelap. Ketika ia menyalakan lampu, betapa Razan terkejut dengan apa yang ia lihat. Razan bahkan sampai melompat dan menjerit."Malam!" Laisa melambaikan tangannya, memasang wajah tanpa dosa. Bukan hanya Laisa, Kyra dan Mika juga datang. Ketiganya tersenyum jahil. Merasa puas telah berhasil memberi kejutan."Kalian mau apa?" Razan berubah defensif. Spontan ia memeluk tubuhnya."Jangan mikir macam-macam!" Laisa menggunakan telunjuknya untuk mendorong kepala Razan. "Dasar mesum!""Mesum?!" ulang Razan tidak habis pikir. "Kenapa jadi saya yang disebut mesum? Kalian sendiri yang masuk ke kamar saya. Wanita, malam-malam masuk ke ka"Jadi di sini tempatnya." Laisa berbicara sendiri. Laisa sedang berdiri di depan sebuah bangunan setengah jadi yang terbengkalai. Ia mengamati bangunan berlantai tiga itu lekat. Memperhatikan bentuk dan keadaan sekitarnya yang dipenuhi rumput liar dan tak terurus. Setelah puas mengamati, Laisa mendekati bangunan. Ada satu tempat dalam bangunan yang memang telah menjadi tujuan kedatangannya. Bangunan terbengkalai setengah jadi yang Laisa datangi terletak di pinggiran kota. Tempatnya tidak begitu tersembunyi. Sekitar 200 meter dari jalan besar. Tempat yang menjadi TKP kasus Rania-Nova. Sampai saat ini Rania masih belum sadar sementara ada hal yang terus mengganggu pikiran Laisa. Karena orang yang bersangkutan tidak bisa ditanyai, Laisa memilih pergi ke TKP untuk memeriksanya sendiri. Garis polisi yang menyegel Tempat Kejadian Perkara masih terpasang rapi. TKP kasus Roy Purnama juga ada di lantai dua, lantai yang sama namun di
Saat tim penyidik sibuk menganalisa kasus yang terjadi antara Rania-Nova, tiga orang pria berpakaian rapi dengan mengatas namakan Badan Inteligen datang ke markas. Ketiganya menemui Ketua tim dan berbicara cukup lama dalam ruangannya. "Sudah setengah jam mereka di dalam. Kira-kira apa yang dibicarakan?" Razan bergumam seorang diri. "Razan!" Oliver, seorang rekan yang duduk di sebelah mejanya menggeser tempat duduknya agar lebih dekat. "Menurutmu apa ini ada hubungannya dengan kasus yang sedang kita selidiki? Menurutmu apa mereka akan mengambil alih kasus?" Razan menatap lawan bicaranya, berpikir sejenak, kemudian menggeleng. "Bagaimana kalau mereka benar-benar mengambil alih kasus kita?" kata Oliver lagi. "Tidak mungkin!" Raymond, rekan yang lain, yang duduk di depan Razan menimpali. "Dengar-dengar Badan Inteligen sedang menyelidiki kasus besar. Mana mungkin ada waktu untuk ikut campur kasus kita." "Dengar-denga
Karena kasus Rania-Nova jatuh ke tangan Badan Inteligen, Mika dan yang lainnya memilih menyelidiki kasus sendiri. Mereka akan fokus pada Nova. Tidak ada alasan khusus memilih fokus pada Nova dibanding Rania, mereka hanya mengandalkan insting. Mereka merasa menyelidiki Nova akan menghasilkan sesuatu yang lebih. Tugas dibagi agar lebih cepat mendapatkan hasil. Razan tetap pada timnya untuk menyelidiki kasus sesuai instruksi Ketua tim. Laisa menyelidiki apa yang Nova lakukan sebelum wanita itu menghilang. Sementara Kyra menyelidiki masa lalu Nova. "Kenapa aku memeriksa identitas sementara kamu memeriksa apa yang Nova lakukan sebelum ini?" Kyra memprotes pembagian tugas yang tidak sesuai dengan keinginannya. "Karena aku yang membagikan tugas, jadi semua terserah padaku," jawab Laisa dengan tampang menyebalkan. Kyra melotot sebal. Mika dan Razan yang sejak awal hanya menjadi penonton dan pendengar sejati, saling bertukar pandang
Tempat yang pertama kali Laisa datangi untuk mencari jejak-jejak Nova sebelum wanita itu menghilang adalah tempatnya bekerja. Tapi berdasarkan keterangan rekan kerjanya, kantor mereka telah libur sejak sepekan yang lalu. Para rekan kerja sudah tidak pernah bertemu dengan Nova lagi. Bahkan sejak saat itu sudah tidak bisa dihubungi."Enggak bisa dihubungi?" ulang Laisa.Yang ditanya mengangguk. "Biasanya memang sering seperti itu," tambahnya menjelaskan. "Selain di tempat kerja, Mbak Nova biasanya susah dihubungi. Kalaupun kita ke rumahnya, orangnya belum tentu ada. Jadi kami enggak heran lagi."Laisa mengangguk mengerti. Meski Laisa hanya menanggapi seadanya, tapi otaknya bekerja dengan keras. Harusnya ada petunjuk yang bisa ia simpulkan dari setiap keterangan yang didengar."Kalau begitu saya pamit dulu.” Laisa pamit undur diri. “Kalau kalian memiliki informasi baru atau mengingat hal-hal yang berhubungan dengan Nova, kalian bisa menghub
"Halo, saya alumni sekolah ini datang untuk melihat-lihat. Boleh?""Nama?" Seorang petugas keamanan yang ditanya balik bertanya."Sekar.""Silahkan. Jangan lupa isi buku tamu!""Terima kasih." Ada senyum culas yang menghias di sudut bibirnya.Sekar? Jelas yang
Hari sudah teramat sore ketika Laisa, Kyra, dan Razan membuat janji temu di sebuah warung bakso dan mi ayam pinggir jalan. Laisa bukan tipe yang terlalu pemilih soal tempat makan. Selama bersih dan enak, ia bisa makan di mana pun."Ke mana, sih, bocah itu? Sampai sekarang belum kelihatan juga batang hidungnya," omel Razan. Tidak dipungkiri bahwa ia merasa cemas.Janji temu dibuat oleh Laisa. Tempat pertemuan pun ia yang memilih. Dan waktu telah berlalu selama 30 menit dan wanita itu belum juga muncul untuk menunjukkan kehadirannya."Jangan khawatir!" ujar Kyra yang membaca kecemasan Razan dengan jelas. "Dari kita berempat, orang yang sama sekali tidak perlu dicemaskan adalah Laisa."Dari segi bela diri, Laisa adalah yang paling menonjol di antara mereka. Bahkan juga paling menonjol di antara banyak orang. Dari segi kecerdikan, Laisa juga tidak bisa dianggap remeh.Benar, Laisa adalah orang yang tidak perlu dikhawatirkan. Wanita itu dalam banyak hal melebihi
“Selagi menunggu bagaimana kalau kita mulai membuka pembahasan," Razan mengusulkan. Kyra dan Laisa saling bertukar pandangan. Meski keduanya memiliki kekhawatiran yang sama, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain menunggu."Jangan khawatir setelah Ibu Mika pergi, Mika akan berhenti berpura-pura tidur dan langsung menghubungi kita," tambah Razan yakin. Keyakinan Razan bukan tanpa alasan, karena memang seperti itulah kejadian-kejadian yang pernah mereka alami sebelumnya.Laisa berpikir sesaat, berusaha tetap positif, kemudian mengangguk. Ia setuju dengan usul Razan. Pun Kyra ikut mengangguk. Menunggu Mika tanpa melakukan apa pun hanya membuat perasaan semakin tidak tenang. "Kalau begitu dimulai dari aku." Kyra menawarkan diri.Kyra menceritakan mengenai penyamarannya masuk ke SMA alumni Nova. Tidak pergi ke Universitas karena tempat Nova melanjutkan pendidikannya berada di luar kota. Alhasil Kyra memilih tempat yang mudah dijangkau untuk memulai penyelidikan.Pilihan Kyra tidak sal
Halaman semakin ramai oleh penonton yang menutup mata karena ngeri.Suara gedebuk terdengar memilukan. Tubuh wanita yang jatuh membentur bumi mengejang sesaat, sebelum nyawa pergi untuk selamanya. Darah yang awalnya setitik, meluas, dan semakin melebar. Aroma amis diterbangkan oleh angin.“Mika!!”Kyra menerobos kerumunan sementara Laisa masih tidak bisa bergerak dari tempatnya. Takut harus menerima kenyataan. "Mika!" panggil Kyra sekali lagi begitu berhasil menembus barisan paling depan.Tatapan Kyra lurus, tertuju pada ekspresi kesakitan yang tidak hilang meski jantung wanita yang terbaring itu telah berhenti.Bagaimana tidak sakit dan penuh derita, sel darah dan tengkorak kepala pecah. Patah tulang, serta aorta terputus.Kyra masih menatap dalam diam. Cukup lama, seperti otaknya sedang mencari-cari sebuah informasi. Daya tangkapnya menjadi lebih lamban dan sejurus kemudian, ia menghela nafas.Perasaan lega memenuhi kepala Kyra. Perasaan yang kalut perlahan tenang.Wanita yang suda