Share

serakah

"Ada apa teh. Pelan-pelan aja atuh gak usah teriak begitu Dewi juga denger kok ." aku membuka pintu, kulihat Teh Ira dihadapanku menguncup-nguncupkan bibirnya sambil menuntun Idan.

"Nih anak aing nangis diapain ku maneh Dewi. Katanya dimarah-marah sama kamu. Berani kamu marahin anak saya yah Dewi. Baru juga sehari disini. "Teh Ira memaki sambil berkacak pinggang.

"Lhoh, Dewi gak marah-marahin Idan kok. Nih liat WA sama efbi Dewi dihapus, terus Idan d******d game banyak banget sampe memory Dewi penuh teh.". Kujelaskan pada Teh Ira apa yang sebenarnga terjadi.

"namanya juga anak-anak Dewi. Segitunya maneh. Awas kalo anak aku nangis lagi ya. " Teh Ira mengancamku.

"Udah Ira, isin atuh ih . ." sergah Mak Zenab tetangga samping rumah ibu. "Udah, Neng Dewi masuk kamar lagi ya. Lanjutin aja kegiatanya ya. " Mak Zenab tampak membelaku.

***

"Neng, lagi apa sih. Hp mulu yang di elus-elus. Abang juga pengen dielus inih. " Tiba-tiba Bang Zaki masuk, menggodaku.

"Nih liat, kelakuan si Idan. Masa HP Eneng didownload game banyak banget Bang, terus WA sama efbi Neng tuh dihapus. Ya Neng si maklum mungkin Idan gak tau apa itu WA sama efbi. Tapi Teh Ira tuh. Marahin Eneng didepan orang-orang.kan Eneng malu. " Aku mengadu pada Bang Zaki sambil menyodorkan HP ditanganku.

"Teh Ira emang gitu Neng. Jangan diambil hati ya. Nanti Abang bilangin deh biar Idan gak lancang lagi maenin hp neng. " Bang Zaki berkata sambil menyentuh kedua tanganku.

-----

Sudah seminggu aku dirumah ini. Pagi ini Ibu dan Bapak sudah pergi ke ladang.

Bang Zaki juga sudah berangkat ke kios pupuk, ini hari pertama kiosnya buka kembali setelah menikah.

Pagi tadi aku masak nasi goreng untuk sarapan Aku, Ibu, Bapak dan Bang Zaki.

Setelah selesai berbenah rumah, aku mau masak nila acar dan capcay. Biasanya menjelang Zuhur Bang Zaki, Bapak dan Ibu pulang. Untuk istirahat sholat dan makan siang.

Kudengar suara anak-anak cekikikan dari luar, ternyata itu suara Isna dan Idan. Tentu saja bersama induknya, Teh Ira.

Rumah Teh Ira dengan rumah Ibu hanya berjarak 50 Meter. Jadi tiap hari bahkan tiap malam Teh Ira selalu kemari.

"Masak apa Dew. " Tanya Teh Ira sembari tanganya menyomot sebuah timun lalu dipotong dan dikunyahnya. 'ih jorok. Itukan timun belum dicuci. Hueek' bathinku dalam hati.

"Acar sama capcay teh. " jawabku tanpa menoleh. Aku sedang mengupas bawang.

Idan dan Isna seperti biasa, langsung masuk keruang tengah dan menyalakan TV.

Ada kacang goreng diatas meja, Teh Ira mengambilnya dan dikupasnya kacang-kacang itu lalu dikunyahnya. Aku tak menghiraukan apa yang dilakukan Teh Ira. Aku fokus masak karena waktu sebentar lagi zuhur.

Tak lama masakanku selesai. Saat Teh Ira beranjak hendak keruang TV aku baru sadar. Masya Allaah.. Itu kulit kacang teronggok begitu saja disamping pintu. Hemmmhhhh

Aku mendengus membuang nafas.

Kuraup saja dengan sapu dan menyeroknya ketempat sampah. Aku lagi malas berdebat membuang tenaga sia-sia.

"Bi, bibi masak ikan ya?. Idan mau ya bi.? " pintanya padaku.

"Boleh, sekalian ajak Iis ya. Bibi mau cuci piring dulu. " aku berkata sembari mengemas perkakas bekas masak.

Tempat cucian piring dirumah mertuaku ini terletak dibelakang. Harus keluar dulu dari dapur.

Aku asyik mencuci semua perkakas. Sengaja aku lamain deh, supaya gk duduk bareng Teh Ira.

Males aku.

Selesai cuci piring aku membolak balik pakaian dijemuran, supaya kering merata. Sambil memilah yang sudah kering aku angkat.

Saat aku membawa masuk kekamar pakaian yang sudah kering, Idan dan Isna nampak sudah selesai makan.

Eta siindung lagi asyik nonton serial Indiahe, sampe-sampe piring bekas anaknya makan masih acak-acakan.

Aku kaget saat membuka tudung saji untuk mengelap meja yang banyak tumpahan bumbu acar,

Aku masak acar nila 6 ekor. Sengaja aku lebihkan. Karena Ikan Nilanya gak terlalu besar. Nilanya hanya sisa 2 ekor. Tu capcay sama sekali gak disentuh.

"Idan, Iis. Kok ikan untuk Nenek sama Kakek diabisin sih, harusnya kan cukup satu satu .nanti nenek sama kakek makan apa donk? " tanyaku pada Isna dan Idan.

"Kan ikanya masih ada 2 bi, ". Jawab Idan polos. Iis hanya diam menatapku. Aku sebel liat Idan nih, badan bongsor. Makanya banyak. Tapi kelakuan masih kayak anak TK.

Hiih ni anak rakus amat sih. Dirumah gak dikasih makan apa.

"Dew, si Idan sama Isna tuh gak terlalu suka sayur. Kalo ketemu lauk yang dirasa cocok ya gitu deh. Lahap banget dia makanya. " Teh Ira berucap Enteng banget.

Suka si suka, tapi tau aturan donk. Jangan rakus kayak udah seminggu gak makan. Kalo dirumah sendiri sih gak masalah.

"Iya tapikan ini untuk makan Ibu, Bapak, Bang Zaki sama Aku teh. Harusnya cukup satu-sagu ikanya. Gimana sih. Dewi kan capek kalo harus masak lagi mana udah mepet waktunya. " ucapku kesal. Sembari mengelap meja. Sengaja aku dentingkan piring2 ini hingga terdengar suara gaduh.

"Ih Dewi, meuni peritungan maneh. Da ini si Idan sama Iis pan cucu ibu, masa makanan udah masuk ke perut diungkit. " Teh Ira ngomel kearahku.

Duuh ini Mak Lampir kalo diladenin bakalan panjang. Mana udah mau zuhur lagi. Kutinggalkan mereka kekamar.

"Ngambek wae.... Gitu ajah. " Ucap Teh Ira lirih, namun masih kudengar.

Segera aku ambil hp dan mengirim pesan ke suamiku.

[Bang, kalo pulang mampir ke Warung mak Ooy ya. Beli lauk. ". Kukirim pesan pada Bang Zaki. Kulihat dilayar atas Bang Zaki masih online.

Klunting

[Tumben beli lauk. Neng gak masak?.]

[Masaklah, lauknya diabisin sama Idan dan Iis. ]

[hemmm. Ok]

Kalian kalo punya ipar kaya gitu, enaknya diapain?

******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status