"Reyna, cepat kemari." panggil Andreas dengan wajah memerah.
Reyna yang mau beristirahat akhirnya menghampiri bosnya dengan keadaan lelah. “Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak Andreas?” tanya Reyna pada bosnya yang bukannya menjawab pertanyaannya, malah menarik tangannya hingga tubuh Reyna jatuh tepat di dada bosnya.Reyna terkejut dan hendak bangun menghindari Andreas namun pria itu tak membiarkannya pergi dengan mudah. “Kamu mau kemana, tidur bareng saya saja malam ini,” ujar Andreas membuat Reyna kebingungan malam itu.Reyna melirik sekilas wajah Andreas yang memerah. “Mulut Pak Andreas kok bisa bau alkohol?” tanya Reyna yang kebingungan karena sedari tadi bosnya berada di dekatnya seharian.“Panas sekali,” ujar Andreas membuat Reyna mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan bosnya namun terasa tetap saja sulit.Andreas terdengar bergumam terus sedari tadi. “Tolong lepaskan pelukan Bapak,” ucapReyna yang tak ingin Andreas nanti menyesal di pagi harinya.Andreas tak berhenti melenguh panas sehingga Reyna yang kasihan segera mengambil tindakan dengan membuka beberapa kancing kemeja Andreas sebisa yang ia jangkau.Sudah dibantu Reyna sebisa mungkin, Andreas bukannya melepas pelukannya malah semakin mengeratkan pelukannya. Sedangkan Reyna yang sedari tadi menguap karena mengantuk akhirnya terjatuh tidur dalam pelukan suami kontraknya.Hingga pagi tiba, Andreas seakan disadarkan oleh cahaya matahari yang sukses menelusup dari luar jendela ke dalam kamarnya. Sepertinya tadi malam Reyna lupa menutup jendela kamar sehingga hal ini bisa terjadi.Andreas yang baru sadar dari tidurnya dibuat terkejut dengan penampakan Reyna yang kini berada di sampingnya, padahal ia ingat persis meminta Reyna tidur di sofa.“Jangan bilang dia diam-diam menyukaiku, lalu mencoba menyerangku tadi malam?” gumam Andreas dengan ingatan yang samar-samar mulai diingatnya.Dimulai dari Andreas yang tengah menunggu Reyna memesan kamar hotel, lalu ia dihampiri oleh seorang pria muda yang menawarinya sebuah sampel alkohol di dalam gelas.Andreas sempat menolaknya namun karena tangan kananya sakit ia jadi membiarkan anak tersebut menyuapinya dengan segelas kecil alkohol yang rasanya sangat pahit itu.Setelah itu Reyna memanggilnya untuk membayar tagihan hotel sampai mereka masuk ke dalam kamar. Reyna menawari dirinya sendiri untuk tidur di sofa sedangkan dia di atas kasur dan Andreas menyetujuinya dengan senang hati.“Setelah itu, kenapa dia bisa tidur di dalam pelukanku?” gumam Andreas.Tubuh Reyna perlahan bergerak, melihat potensi wanita itu yang mungkin akan segera bangun dari tidurnya Andreas nampak kembali memejamkan matanya.Dan betul saja, Reyna perlahan membuka matanya dan menyadari bahwa dirinya ternyata masih ada di atas kasur bersama bosnya. “Aku harus bangun sebelum dimarahi. Walaupun dia adalah satu-satunya orang yang menyeretku kemari dan memeluk tubuhku,” ujar Reyna sembari bangkit berdiri dari tubuh bosnya dan berpindah posisi tidur ke atas sofa.Andreas membuka perlahan matanya saat memastikan bahwa Reyna telah menjauh darinya dan kembali tidur di tempat berbeda.Andreas berjalan perlahan menuju ke arah Reyna yang tertidur. “Bisa-bisanya dia tidur lagi,” gumam Andreas tepat di depan wajah sekretarisnya.Melihat bawah mata Reyna yang menghitam, Amdreas mengurungkan niatnya yang hendak membangunkan wanita itu dari tidurnya. “Aku akan membiarkannya untuk kali ini saja.” ucap Andreas yang nampaknya tak sadar bahwa sedari tadi dirinya memperhatikan tiap detail bentuk wajah Reyna.“Hidungnya ternyata tidak semancung itu namun ternyata bulu matanya lebih panjang jika melihatnya dari dekat,” gumam Andreas yang beberapa detik setelahnya pria itu menampar pipinya sendiri.“Kamu pasti sudah gila!” Ujar Andreas yang segera berdiri lalu memutar balik tubuhnya.Pria itu merasa dirinya sudah tidak waras lagi semenjak penandatangan kontrak pernikahan yang dilakukannya kemarin. “Ini seperti bukan diriku,” gumam Andreas yang masih mencoba untuk sadar.“Mungkin karena pernikahan ini berbasis bisnis, sedangkan aku selalu bekerja keras untuk membuat bisnisku berhasil dan berjalan dengan baik. Pasti itu alasannya,” ucap Andreas seakan menjawab pertanyaannya di kepalanya sendiri.Andreas tertawa sendiri ketika merasa bahwa pemikirannya pasti seratus persen benar.Pria itu kembali menoleh ke arah Reyna yang masih tertidur, sampai sebuah suara terdengar dari mulut wanita itu. Andreas yang penasaran apa yang sedang dikatakan Reyna nampaknya kembali mendekat.Andreas berjongkok menghadap wajah sekretarisnya dan mendekatkan telinganya ke bibir wanita itu. “Kenapa suaranya kecil sekali,” pikir Andreas yang masih mencoba mendengarnya.“Air, aku mau minum air.” ucap Reyna pada Andreas yang hendak berpindah tempat menjadi tak sengaja mencium bibirnya.Setelah lima menit otak Andreas ngelag, pria itu segera menarik tubuhnya ke belakang hingga pungungnya menabrak pinggiran meja kayu.“Aaaanghhh…ssshhh,” lenguh Andreas yang nampaknya kesakitan.Reyna yang tidur nyenyak sedari tadi jadi terbangun karena suara lenguhan kesakitan bosnya. “Pak Andreas, apa tangan Bapak terluka lagi?” tanya Reyna panik, wanita itu bahkan langsung bangkit dari sofa dan duduk tepat di hadapan Andreas.Reyna mengambil tangan kanan bosnya yang masih terbalut perban putih disana lalu meniupnya, sedangkan Andreas yang melihat adegan tersebut secara langsung dengan matanya terlihat salah tingkah dibuat Reyna.“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Reyna dengan nada khawatir.Andreas menggelengkan kepalanya lalu menarik tangannya dari tangan Reyna. “Bukan tangan saya, tapi punggung saya yang baru saja terbentur meja,” ujar Andreas membuat Reyna yang mendengar itu segera membantu bosnya untuk duduk di atas kasur.“Coba bapak tidur tengkurap,” Pinta Reyna.Andreas menurutinya tanpa bercakap lebih, dari sana pria itu tahu bahwa Reyna hendak memijat punggungnya. “Ah,” lenguh Andreas saat tangan Reyna mulai menyentuh punggungnya.“Kenapa punggung Bapak bisa sampai terpentok meja, bukankah jarak kasur dengan meja kayu ini terlalu jauh?” tanya Reyna.“Saya tidak tahu,” ucap Andreas yang biasanya selalu berkata jujur sesuai dengan apa yang ia kerjakan kini jadi seakan tak bisa bicara yang sebenarnya.Reyna menganggukan kepalanya mencoba untuk mengerti sikap bosnya yang memang selalu diluar nalarnya. “Apa kamu harus menindih punggung saya dengan tubuhmu yang berat ini?” tanya Andreas pada Reyna yang baru sadar bahwa sedari tadi ia menduduki bokong bosnya.“Ah, saya minta maaf.” ujar Reyna yang segera bangkit dari sana.Sedangkan Andreas segera bangun dari pergi ke dalam kamar mandi tanpa sepatah katapun. “Pak Andreas, apa membutuhkan bantuan saya? ingat kalau tangan kanan Bapak tidak boleh terkena air,” ujar Reyna dari luar pintu kamar mandi.Andreas yang berada di dalam kamar mandi merasa kebingungan sendiri, masalahnya ada sesuatu yang ia tak rencanakan sebelumnya terjadi begitu saja.Pria itu menoleh ke bawah, memperhatikan batangnya yang sepertinya mengeras. “Bisa-bisanya dengan percaya diri dia menawari bantuan,” gumam Andreas menahan kesalnya pada Reyna yang telah membuatnya seperti ini.Andreas dan Reyna kembali pulang menaiki bus, sebetulnya pria itu sudah meminta supir untuk menjemput mereka hanya saja sekretarisnya itu memaksa untuk kembali dengan bus saja. Melihat jika menunggu supir datang, pasti akan memakan waktu yang lama. Sesampainya di depan halte apatemen Andreas, keduanya berjalan sebentar hingga sampai ke tempat tinggal pria itu. “Saya sudah mengantarkan Bapak sampai disini, saya izin pulang dulu ya?” pamit Reyna pada Andreas yang menganggukinya. Belum sempat balik badan, seorang wanita paruh membuka pintu apartemen dari Andreas. “Mamah,” panggil Andreas yang sedikit panik karena kedatangan mendadak dari ibunya. “Apa kamu istrinya Andreas?” tanya wanita paruh baya tersebut pada Reyna tanpa berniat menyapa anak lekakinya lebih dulu. Andreas menghela napas berat lalu izin untuk membawa masuk Reyna lebih dulu ke dalam sebelul mengobrol di depan pintu. Setelah semuanya masuk, Andreas mengomeli ibunya yang selalu saja berkunjung tanpa memberitahukan diri
“Saya melihat sedikit penampakan tubuh istri Bapak dari belakang di dalam berita, saya akan coba ambil size yang sekiranya cocok. Jika terasa sempit Bapak bisa menghubungi kami untuk menukarnya dengan size yang lain,” ujar pelayan tersebut membuat Andreas mendadak salah tingkah.Setelah membayarnya Andreas segera mengambil paper bag yang berada di tangan pelayan tersebut lalu masuk ke dalam mobilnya. “Kenapa aku harus melakukan hal sememalukan itu?!” kesal Andreas kepada dirinya sendiri. Andreas menancapkan gas untuk kembali ke rumahnya, sesampainya disana pria itu tak menyapa ibunya yang masih nampak berkutat di dapur sendirian dan memilih masuk ke dalam kamarnya. Baru saja menutup pintu Andreas dibuat kaget dengan penampakan Reyna yang baru saja keluar dari kamar mandi, tubuhnya hanya dibalut handuk putih se-dada saja. “Kenapa keluar tanpa menggunakan pakaian dulu?” tanya Andreas. Reyna mendekat ke arah kasur seraya mengambil pakaiannya. “Saya lupa membawanya ke dalam,” ucap Reyn
Andreas terbangun perlahan sembari matanya menerawang ke arah depan tempat Reyna berada, namun nampaknya pria itu tak berhasil mendapati apa yang dicarinya. Suara hati mulai bertanya-tanya dimana gerangan Reyna saat ini. Andreas bangkit dari tidurnya, pria itu duduk sebentar di pinggiran kasur sebelum memilih untuk pergi keluar mencari keberadaan sekretarisnya. Setelah suara pintu utama apartemen terdengar terbuka, Andreas akhirnya mendapati dua wanita yang tak lain adalah Amera dan Reyna. "Habis dari mana kalian?" tanya Andreas. Reyna tertawa kecil. "Mama mengajak berbelanja dari pagi sekali, Kak Andreas aku bangunkan nggak bangun-bangun jadi kami naik taksi kesana," kata Reyna yang tengah menjelaskan pada Andreas. Andreas meminta Reyna masuk untuk mengobrol sebentar di kamar bersamanya sedangkan Amera memilih mencuci beberapa bahan belanjaan sekaligus mulai memasak sarapan. Di dalam kamar, Andreas nampak menyilangkan kedua tangan sembari menatap Reyna. "Seharusnya kamu tetap i
"Entahlah, sepertinya karena sekretarisku. Reyna, dia wanita yang kamu temui waktu di apartemenku kemarin, nampaknya dia membawa penyakit ini untukku." ujar Andreas. Ken mengganggukan kepalanya. “Tunggu sampai aku pulang, nanti kita bertemu,” ujar Ken pada Andreas dari sebrang telepon sebelum mematikan panggilan tersebut. Reyna nampaknya mengetuk pintu dari luar sebelum wanita itu masuk ke dalam kamar bosnya. “Makanan sudah siap,” ucap Reyna. Andreas terlihat diam dalam beberapa detik sebelum menganggukan kepalanya. “Mama, kapan dia mau pulang?” tanya Andreas membuat Reyna mengambil ponselnya dari kantong lalu memberikannya pada Andreas agar lelaki itu dapat melihatnya. “Tadi Mama minta pesankan tiket jam enam sore, dia mau saya mengantar sampai ke Bandara,” ucap Reyna pada Andreas yang nampak menghela napas berat. “Bapak tidak perlu ikut, biar saya saja yang antar Mama pakai taksi,” kata Reyna melanjutkan kembali ucapannya, namun Andreas menggeleng sembari pergi meninggalkan wan
Tok tok tokSuara pintu membuat Andreas dapat menghindari Reyna yang masih syok sekaligus kebingungan, bahkan wajahnya nampak amat memerah karena kelakukan bosnya sebelumnya. Andreas membuka pintu kamar. “Supirnya sudah di bawah, tolong bantu Mama bawa koper ke bawah sekalian langsung berangkat,” ucap Amera membuat Andreas mengangguk. Reyna yang mendengar itu juga langsung bangkit dari kasur, mencoba untuk melupakan sejenak kejadian barusan. Sebetulnya, Amera merasa aneh ketika melihat wajah Reyna yang begitu merah seperti orang sakit namun melihat Andreas sang anak yang salah tingkah membuatnya seakan tahu apa yang baru saja terjadi dengan mereka berdua. Di dalam mobil, Amera memperhatikan Andreas dan Reyna yang sedari tadi diam tak bergeming. “Gimana kalau kalian berdua ikut ke Jeju, hitung-hitung liburan disana?” tawar Amera membuat Andreas dengan tegas menolaknya. “Kalau begitu biar Papa sama Mama saja nanti kemari lagi, toh kami belum sempat bertemu dengan orang tua Reyna,”
Andreas menatap lukisan berbentuk kuda miliknya yang terpajang di depan ruang tamu apartemennya. "Aku tidak mungkin menyukai wanita sepertinya," ucap Andreas mencoba membela harga dirinya sendiri.Namun lingkaran hitam di bawah matanya sepertinya tidak bisa berbohong, pria itu bahkan tak dapat tidur semalaman hingga saat ini. Kerjaannya sedari pulang dari rumah Ken hanya berdiam diri di atas sofa persis seperti saat ini. "Aku pasti sudah gila," gumam Andreas. Ting nong! Ting nong! Ting nong! Suara bel dari pintu apartemen membuat Andreas bangkit dari sofanya. "Biasanya Ken langsung masuk tanpa membunyikan bel, ini juga masih pagi sekali," ucap Andreas sembari melirik jam di dinding. Andreas melebarkan matanya saat membuka pintu dan melihat Reyna yang berada di hadapannya. "Cih, ini pasti hanya halusinasi," ujar Andreas yang hendak menutup kembali pintu apatemennya namun Reyna menahan pintunya dengan kaki kanannya. "Tunggu, Bapak tidak berhalusinasi sama sekali!" ujar Reyna membua
Reyna berjabat tangan dengan Alex sebelum dirinya duduk di hadapan pria itu. “Ini beberapa berkas yang telah ditanda tangani kemarin, lalu saya akan membawa sisanya yang belum,” ujar Reyna seraya mengambil dokumen yang dibawa Alex. Alex menganggukan kepalanya. “Mau makan apa Bu Reyna, saya traktir?” ujar Alex menawarkan wanita itu makan. Reyna menggelengkan kepalanya. “Saya masih ada urusan setelah ini,” ucap Reyna melihat jam sudah menunjukan pukul setengah dua belas siang. “Saya merasa tidak enak jika hanya meminta Ibu kemari tanpa meneraktir, jadi setidaknya berikan saya kesempatan untuk memesankan Bu Reyna minuman?” ujar Alex membuat Reyna mengangguk setuju. Selesai memesan, keduanya kembali mengobrol. “Jadi bagaimana dengan keadaan Pak Andreas, saya tahu sekali karena telah lama bekerja di perusahaan. Pak Andreas bukan bos yang menyempatkan diri untuk cuti walau sakit sekalipun,” ujar Alex membuat Reyna menelan salivanya sendiri, wanita itu bingung harus menjawab pertanyaan t
‘Malam ini, saya ingin kamu tidur di tempat saya.’Kalimat tersebut terus terngiang di kepala Reyna, padahal dirinya sudah pernah tidur satu atap dengan bosnya. Namun kalimat yang dilontarkan langsung dari mulut Andreas membuat adrenalin dalam diri Reyna seakan terpacu lebih dari biasanya. “Kenapa tidak dimakan, kamu kurang suka dagingnya?” tanya Andreas membuat Reyna menggelengkan kepalanya. Seakan bermain dengan pikiran masing-masing, Andreas jadi teringat telponnya dengan sang kakek yang kini belum sempat ia temui. Kakeknya menanyakan tentang berita pernikahan serta cucu untuknya, pria tua itu bilang bahwa ia ingin segera melihat cucunya seakan memperingati bahwa waktunya untuk mendapatkan anak seharusnya tak lebih dari seminggu terakhir ini. Anak itu harus lahir sebelum pernikahan kontrak ini kandas tanpa sepengetahuan Reyna, wanita itu masih tidak bisa mengatahui kenyataannya. “Pak Andreas,” panggil Reyna mencoba menyadarkan bosnya dari lamunannya. “Bagaimana jika kamu tingg