Rara menghela pelan masih menatap pasangan di hadapannya. Pasangan gila menurut versinya.
“Hm, gimana ya.”
Harun terkekeh, sambil melirik sinis.
“Kamu terlalu naif Ra. Hari gini masih sok suci, yang ada kamu jadi perawan tua. Cantik juga percuma kalau tidak bisa memuaskan laki-laki," ungkap Harun masih menyudutkan Rara.
“Jadi begini, aku sengaja datang kesini dan ada Kak Harun juga mbak yang cantik dan bisa memuaskan laki-laki seperti di maksud Kak Harun ya,” tutur Rara dan cukup memprovokasi. “Tentu saja aku sudah mendapatkan pengganti Kak Harun, lebih baik malah. Lebih dari segala hal.”
“Hah, mana mungkin. Itu hanya khayalanmu saja.”
“Aku serius Kak. Dia tampan, kaya, walaupun bicara masalah puas dan tidak puas tentu saja pria ini bisa mengajariku karena dia sudah berpengalaman dan kami akan segera menikah. Aku pastikan Kak Harun dan mbak yang katanya cantik ini akan kami undang. Jangan sampai tidak hadir ya. Bye Kak Harun,” ujar Rara lalu melambaikan tangannya dan meninggalkan pasangan itu.
Bodoh kamu Ra, malah merepet nggak jelas. Sekarang cari bantuan ke mana, batin Rara semakin putus asa.
Gadis itu tiba di kantor sudah lewat dari jam istirahat selesai, bahkan Slamet sampai geleng kepala karena Robert tidak bisa menghubunginya.
“Mbak Rara ini gimana toh, apa sudah siap kena SP atau sudah pasti naik jabatan? Bisa-bisanya Pak Robert susah menghubungi.”
Rara duduk di kursi kerjanya dan menelungkupkan wajahnya di atas meja.
“Slamet tolong selamatkan hidup saya.”
“Ya mana bisalah Mbak. Nama saya Slamet biar bisa menyelamatkan diri saya sendiri dan kenyataannya sulit. Jadi Mbak silahkah berusaha menyelamatkan diri dari masalah dan juga Pak Robert. Siap-siap juga dapat teguran dari Pak Kevin.”
Rara mengangkat wajahnya mendengar nama Kevin. Dia sudah berjanji akan membayar hutangnya hari ini juga, tapi belum jelas dari mana. Slamet menjauh dari mejanya dan ponsel yang berada di atas meja berdering.
“Ibu.”
Rara berbicara sambil memijat dahinya, karena sang Ayah harus segera melakukan operasi jantung yang bermasalah.
“Apalagi Slamet yang nggak bisa selamatkan aku?” tanya Rara ketika Slamet lagi-lagi menghampirinya.
“Mbak Sari bilang, Mbak Rara diminta ke ruangan Pak Kevin lagi.”
Huft.
“Mbak Rara dari mana saja? saya hubungi ke ponselnya tidak dijawab,” ujar Sari ketika Rara sudah berada di depan mejanya.
“Saya dari luar dan ponsel tertinggal di meja. Pak Kevin mau ngapain ya panggil saya lagi?”
“Langsung konfirmasi dengan Pak Kevin saja Mbak.”
Pertanyaan Rara hanya basa basi karena sudah jelas Kevin akan menagih janji gadis itu atau menerima permintaan konyol dari Kevin tentang pernikahan kontrak.
Rara sudah berada di depan meja Kevin. Tanpa mengalihkan pandangannya, Kevin tahu yang datang adalah Rara.
“Sudah kamu siapkan uangnya? Aku tidak masalah kalau harus menerima cash. Yang penting ….”
“Pak Kevin, saya terima tawaran Bapak.”
Bibir Kevin membentuk senyum yang tidak terlihat, walaupun sudah bisa ditebak kalau Rara akan pasrah dan menerima tawaran darinya. Pria itu bersandar pada kursi kebesarannya dan menatap Rara yang terlihat frustasi.
“Kamu menerima karena terpaksa?”
“Ya gimana lagi Pak, kita buka pasangan cinta dan yang Pak Kevin tawarkan hubungan saling menguntungkan.”
“Tapi aku tidak ingin melihat wajah keterpaksaan kamu. Ketika hubungan ini dipublish kamu harus menunjukan seakan kita memang pasangan serasi dan bahagia tentunya.”
“Tidak usah khawatir, saya pernah belajar drama waktu sekolah. Jadi tahu sedikit banyak bagaimana berakting yang baik.”
“Oke, besok kita bicarakan poin-poin pernikahan kontrak kita dan ….”
“Boleh saya minta DP,” ujar Rara menyela ucapan Kevin sambil meletakan kedua tangannya di atas meja Kevin, bahkan dengan tubuh condong ke depan.
Kevin menatap tajam Rara. Memastikan kalau Rara tidak seperti yang ia kira. Jelas-jelas tadi pagi Rara menolak, tapi kini malah minta DP atas kompensasi perjanjian mereka. Di zaman sekarang, kadang penampilan bisa menipu. Bisa saja Rara tidak sepolos yang dia tunjukan, mana tahu kalau gadis itu memang player wanita.
***
Rara berbaring menatap langit-langit kamarnya. Kejadian hari ini akan selalu dikenang dalam sejarah hidupnya. Bagaimana dia melakukan perjanjian dengan atasan di kantor, menyanggupi untuk menikah kontrak. Hal yang biasa ditemukan di sebuah novel bahkan drama percintaan, tidak menyangka kalau dia akan menjalani perjanjian konyol itu.
Jika dalam cerita pernikahan kontrak akhirnya menjadi kisah yang berakhir bahagia karena pasangan itu akhirnya saling mencinta. Belum tentu dengan dirinya dan Kevin. Apalagi perbedaan usia diantara mereka, juga pengalaman hidup membuat keduanya berbeda prinsip. Yang paling menyebalkan, Kevin mengatakan sudah memiliki kekasih dan akan menikahi wanita itu ketika kontrak nikah berakhir.
“Ya Tuhan engkau memang baik dengan cepat menggantikan Harun yang brengsek dengan kehadiran pria lain, tapi kenapa harus Pak Kevin dengan konsep nikah kontraknya,” gumam Rara masih menatap langit-langit kamar meratapi nasib.
“Nggak mungkin juga aku batalkan, sudah terima DP dan Harus pasti ngakak guling-guling kalau tahu aku hanya membual kalau ada pria yang lebih baik dari dia.”
Kantuk akhirnya datang, perlahan Rara pun memejamkan mata. Namun getaran ponsel yang diletakkan di samping bantal kembali membuatnya terjaga.
“Pak Kevin,” ujar Rara membaca nama yang tertera di layar ponselnya.
“Halo.”
“Shareloc alamatmu, aku sudah di jalan.”
“Hah, mau ngapain?”tanya Rara bingung.
“Tidak usah banyak tanya,” ujar Kevin lalu mengakhiri panggilan.
“Ini maksudnya Pak Kevin mau ke sini? Mau ngapain kali, udah malam pula.”
Rara mengabaikan permintaan Kevin, tidak tahu kalau dia sudah bermain api dengan pria bernama Kevin Baskara.
Haiii, jangan lupa komen dan bintang limanya ya , thanks
Rara mengabaikan Kevin, padahal pria itu sedang menunggu dirinya mengirimkan lokasi dimana dia tinggal. Bukan tanpa alasan, tentu saja karena … terpaksa harus bertemu. Baik Kevin dan Rara sudah sepakat akan menjalani pernikahan kontrak, tapi siapa sangka kalau Vanya datang ke Jakarta dan sudah siap dengan hubungan yang lebih serius.Tidak mungkin Kevin mengatakan pada orang tuanya kalau dia hanya memanfaatkan Rara. Apalagi Maminya mengatakan ketidaksukaan dengan Vanya sebagai artis. Selain gaya hidup bebas dan busana yang dikenakan wanita itu selalu terbuka berkesan seperti wanita nakal.Kevin akan duduk bersama dengan Rara dan Vanya tentunya, untuk membicarakan masalah mereka kedepannya dan harus malam ini karena besok pagi Rara diundang untuk sarapan bersama di kediaman orangtua Kevin.“Shittt, ke mana dia,” gumam Kevin dengan emosi karena Rara belum juga mengirimkan lokasinya. Bahkan dihubungi tidak dijawab. Tentu saja tidak akan dijawab, karena ponsel Rara sudah dalam mode silent
Rara menyanggupi perjanjian yang diajukan Kevin semata-mata karena untuk orangtuanya. Keadaan ekonomi yang memaksanya patuh pada perjanjian yang memang berat sebelah. Apalagi hinaan dari Vanya untuknya dan sengaja memperlihatkan kemesraan bersama Kevin. Sungguh Rara sebenarnya muak, tapi dia hanya bisa pasrah. “Pak, sudah selesai ‘kan?” tanya Rara. “Besok pagi, kita akan bertemu Mami dan Papi. Jangan katakan yang aneh-aneh, ikuti saja apa yang aku katakan. Mereka akan mempercepat pernikahan kita.” “Apa?” “Ck, berlagak kaget. Pasti kamu senang ‘kan bisa menikah dengan Kevin. Jadi istri dan menantu keluarga orang terpandang.” Vanya memang bermulut pedas, mungkin karena sifat wanita itu atau mungkin juga karena cemburu. “Kamu sebaiknya istirahat, jangan sampai besok terlihat mengerikan,” titah Kevin mengakhiri perdebatan antara Vanya dan Rara. “Saya nggak mungkin pulang sekarang Pak, ini sudah lewat tengah malam. Bisa-bisa saya dianggap perempuan tidak baik lalu diusir. Susah cari
“Pak Kevin, ini gimana ceritanya. Kenapa kita menikah minggu depan?” tanya Rara lirih. Ada kesempatan untuk bicara berdua, segera Rara konfirmasi masalah yang disampaikan Arka.“Memang kenapa kalau diadakan minggu depan. Kamu tidak perlu persiapan yang gimana-gimana, toh semua ada yang mengurus dan kita menikah bukan atas dasar cinta jadi tidak usah membayangkan akan sebahagia apa rumah tangga kita nanti.”“Bukan begitu pak, saya ….”“Ah, iya. Kamu tidak usah khawatir masalah biaya pernikahan termasuk resepsi. Semua aku yang akan tanggung dan kamu tidak akan menduga berapa banyak biaya yang akan kami habiskan untuk sekedar resepsi pernikahan. Cukup menyiapkan diri sebagai calon mempelai wanita tapi jangan harap menjadi istri yang sebenarnya.”Rara mengepalkan kedua tangan, ucapan Kevin tadi cukup menghina dan merendahkan dirinya. Entah kehidupan apa yang akan terjadi setelah mereka menikah, meskipun hanya sementara. Kevin begitu angkuh, bahkan tidak ingin mendengarkan penjelasan dari
Rara dan Kevin sudah tiba di Juanda International Airport dan sudah hampir jam sembilan malam. Tidak mungkin Rara mengajak Kevin langsung ke rumah sakit menemui orang tuanya, atau ke rumah yang begitu sederhana dan membuat calon suami juga atasannya tidak nyaman.Tanpa menunggu keputusan Rara, Kevin mengajak gadis itu menuju hotel yang tidak jauh dari bandara. Ternyata Sari sudah mengatur baik tiket pesawat dan booking hotel selama Kevin berada di Surabaya. Sampai di hotel, dua kunci kamar sudah mereka terima dan langsung menuju kamar tersebut.“Besok pagi kita sepakati dulu informasi tentang hubungan kita, jangan sampai orang tua kamu curiga,” ujar Kevin ketika mereka berada di lift.“Baik, Pak.”Ternyata kamar Kevin dan Rara bersebelahan, Kevin langsung masuk ke kamarnya tanpa mengatakan apapun. Rara pikir pria itu akan mengajaknya makan malam, apalagi sejak tadi siang belum mengisi perutnya karena sibuk mempersiapkan perjalanan yang mendadak.“Huft.”Rara merebahkan diri di ranjang
“Iya bu, kami memang serius. Ibu dan Ayah harus restui kami,” pinta Rara pada Ibunya sambil merengek manja. Rara menatap Kevin dengan tersenyum, memperlihatkan bahwa keduanya sebagai pasangan yang saling mencintai dan bahagia.Demi kenyamanan ketika mengunjungi Ayah Rara, Kevin pun memindahkan pelayanan perawatan menjadi kelas VIP dengan semua biaya ditanggung olehnya. Tentu saja keluarga Rara merasa bersyukur dengan bantuan Kevin. Sedangkan Rara merasa semakin bersalah karena ada kebohongan di balik kebaikan Kevin. “Temani nak Kevin makan, ini sudah siang Ra,” ujar Ibu yang sedang menyuapi Ayah. “Iya Bu.” Kevin sudah berkenalan dengan Ayah Rara, tapi belum bisa bicara banyak hal termasuk menyampaikan rencana dan maksud menemui pria itu. Menunggu sampai keadaan lebih baik, mungkin besok. Pasangan itu pamit kembali ke hotel, Kevin menunjukkan kepeduliannya dengan memastikan pelayanan yang diterima oleh orangtua Rara adalah yang terbaik. “Sudah sana antar dulu Nak Kevin, nanti so
Ayah Rara sudah diperbolehkan pulang, tentu saja Rara tidak lagi menginap di hotel. Apalagi orangtua Kevin juga sudah tiba di Surabaya. Besok adalah melaksanakan akad nikah antara Kevin dan Rara. Sempat ada kasak kusuk dari kerabat Rara, karena pernikahan yang cukup mendadak.Mereka menduga Rara sudah hamil, apalagi gadis itu selama ini bekerja di Jakarta jauh dari pantauan orang tua. Rara tidak peduli akan hal itu, baginya lebih penting mempersiapkan jiwa dan raganya menjadi istri Kevin Baskara. Lebih tepatnya istri bayaran.“Ra, ibu boleh masuk.”“Iya Bu.”Ibu dan anak itu duduk di tepi ranjang yang sudah dihias. Meskipun sederhana, tapi menunjukan kalau kamar tersebut adalah kamar pengantin.“Besok tanggung jawab kami sebagai orang tua akan berpindah pada Nak Kevin. Patuhlah pada suami dan jaga kehormatan keluarga. Jadilah istri dan Ibu rumah tangga yang baik.”Rara mendengarkan nasehat Ibunya. Meskipun ada rasa tercubit karena pernikahan itu hanya akan berlangsung selama satu tahu
Penampilan Vanya berhasil membuat Kevin panas dingin, gairahnya menyala. Seakan membangunkan macan yang sedang tidur. Sebagai pria dewasa yang sudah pernah menikah tentu saja ada kebutuhan batin yang harus dipenuhi dan kedatangan Vanya ke Jakarta seakan menjadi pelipur dahaga.Kevin memeluk tubuh ramping Vanya dan mendesak masuk, menggunakan kakinya untuk menutup pintu. Vanya rebah di sofa dan langsung mendapat serangan dari Kevin. Bibir mereka bertemu dalam pagutan liar dan panas serta tangan terampil menyusup ke dalam gaun tipis yang dikenakan Vanya, menyentuh gundukan kenyal nan lembut.Bibir Kevin berpindah pada leher jenjang wanita yang mulai mendesah karena kecupan dan gigitan kecil yang dilakukan pria itu. Bahkan desahan semakin keras saat tali gaun perlahan diturunkan dan menunjukan bagian depan tubuh Vanya yang tidak menggunakan penutup berenda.“Vanya … panggil namaku,” bisik Kevin dengan suara beratnya.“Hmm.”Vanya menikmati sentuhan tangan Kevin mulai meraba di bawah sana
Beberapa hari absen bekerja membuat tugas Rara menumpuk. Ditambah teguran dari Robert karena rencana cuti mendadak dari gadis itu. Kalau bukan track record hasil kerja yang baik, mungkin Rara akan mendapatkan teriakan atau bahkan makian dari pimpinan divisinya.“Eh, ada gossip baru,” ujar Marni membuat beberapa orang lainnya mendekat.“Gosip apaan sih?” tanya yang lain. Rara dan Slamet masih fokus pada apa yang dikerjakan meskipun telinga mendengarkan dengan baik apa yang dibicarakan.“Pak Kevin Baskara sudah mengakhiri masa dudanya," ujar Marni dengan gaya tukang gosip sejati.“Hah, serius?”“Siapa perempuan yang beruntung itu, ah kenapa nggak gue sih?”Rara sempat terpaku sejenak, karena yang dibicarakan adalah dirinya. Apa mungkin berita pernikahannya dengan Kevin sudah diketahui orang-orang kantor.“Masih rahasia, karena ini gue dapat dari orang terdekat Pak Kevin. Pernikahannya juga di luar kota dan dihadiri orang tuanya doang. Menurut kalian aneh nggak sih?” tanya Marni pada be