Rara menyanggupi perjanjian yang diajukan Kevin semata-mata karena untuk orangtuanya. Keadaan ekonomi yang memaksanya patuh pada perjanjian yang memang berat sebelah. Apalagi hinaan dari Vanya untuknya dan sengaja memperlihatkan kemesraan bersama Kevin. Sungguh Rara sebenarnya muak, tapi dia hanya bisa pasrah. “Pak, sudah selesai ‘kan?” tanya Rara. “Besok pagi, kita akan bertemu Mami dan Papi. Jangan katakan yang aneh-aneh, ikuti saja apa yang aku katakan. Mereka akan mempercepat pernikahan kita.” “Apa?” “Ck, berlagak kaget. Pasti kamu senang ‘kan bisa menikah dengan Kevin. Jadi istri dan menantu keluarga orang terpandang.” Vanya memang bermulut pedas, mungkin karena sifat wanita itu atau mungkin juga karena cemburu. “Kamu sebaiknya istirahat, jangan sampai besok terlihat mengerikan,” titah Kevin mengakhiri perdebatan antara Vanya dan Rara. “Saya nggak mungkin pulang sekarang Pak, ini sudah lewat tengah malam. Bisa-bisa saya dianggap perempuan tidak baik lalu diusir. Susah cari
“Pak Kevin, ini gimana ceritanya. Kenapa kita menikah minggu depan?” tanya Rara lirih. Ada kesempatan untuk bicara berdua, segera Rara konfirmasi masalah yang disampaikan Arka.“Memang kenapa kalau diadakan minggu depan. Kamu tidak perlu persiapan yang gimana-gimana, toh semua ada yang mengurus dan kita menikah bukan atas dasar cinta jadi tidak usah membayangkan akan sebahagia apa rumah tangga kita nanti.”“Bukan begitu pak, saya ….”“Ah, iya. Kamu tidak usah khawatir masalah biaya pernikahan termasuk resepsi. Semua aku yang akan tanggung dan kamu tidak akan menduga berapa banyak biaya yang akan kami habiskan untuk sekedar resepsi pernikahan. Cukup menyiapkan diri sebagai calon mempelai wanita tapi jangan harap menjadi istri yang sebenarnya.”Rara mengepalkan kedua tangan, ucapan Kevin tadi cukup menghina dan merendahkan dirinya. Entah kehidupan apa yang akan terjadi setelah mereka menikah, meskipun hanya sementara. Kevin begitu angkuh, bahkan tidak ingin mendengarkan penjelasan dari
Rara dan Kevin sudah tiba di Juanda International Airport dan sudah hampir jam sembilan malam. Tidak mungkin Rara mengajak Kevin langsung ke rumah sakit menemui orang tuanya, atau ke rumah yang begitu sederhana dan membuat calon suami juga atasannya tidak nyaman.Tanpa menunggu keputusan Rara, Kevin mengajak gadis itu menuju hotel yang tidak jauh dari bandara. Ternyata Sari sudah mengatur baik tiket pesawat dan booking hotel selama Kevin berada di Surabaya. Sampai di hotel, dua kunci kamar sudah mereka terima dan langsung menuju kamar tersebut.“Besok pagi kita sepakati dulu informasi tentang hubungan kita, jangan sampai orang tua kamu curiga,” ujar Kevin ketika mereka berada di lift.“Baik, Pak.”Ternyata kamar Kevin dan Rara bersebelahan, Kevin langsung masuk ke kamarnya tanpa mengatakan apapun. Rara pikir pria itu akan mengajaknya makan malam, apalagi sejak tadi siang belum mengisi perutnya karena sibuk mempersiapkan perjalanan yang mendadak.“Huft.”Rara merebahkan diri di ranjang
“Iya bu, kami memang serius. Ibu dan Ayah harus restui kami,” pinta Rara pada Ibunya sambil merengek manja. Rara menatap Kevin dengan tersenyum, memperlihatkan bahwa keduanya sebagai pasangan yang saling mencintai dan bahagia.Demi kenyamanan ketika mengunjungi Ayah Rara, Kevin pun memindahkan pelayanan perawatan menjadi kelas VIP dengan semua biaya ditanggung olehnya. Tentu saja keluarga Rara merasa bersyukur dengan bantuan Kevin. Sedangkan Rara merasa semakin bersalah karena ada kebohongan di balik kebaikan Kevin. “Temani nak Kevin makan, ini sudah siang Ra,” ujar Ibu yang sedang menyuapi Ayah. “Iya Bu.” Kevin sudah berkenalan dengan Ayah Rara, tapi belum bisa bicara banyak hal termasuk menyampaikan rencana dan maksud menemui pria itu. Menunggu sampai keadaan lebih baik, mungkin besok. Pasangan itu pamit kembali ke hotel, Kevin menunjukkan kepeduliannya dengan memastikan pelayanan yang diterima oleh orangtua Rara adalah yang terbaik. “Sudah sana antar dulu Nak Kevin, nanti so
Ayah Rara sudah diperbolehkan pulang, tentu saja Rara tidak lagi menginap di hotel. Apalagi orangtua Kevin juga sudah tiba di Surabaya. Besok adalah melaksanakan akad nikah antara Kevin dan Rara. Sempat ada kasak kusuk dari kerabat Rara, karena pernikahan yang cukup mendadak.Mereka menduga Rara sudah hamil, apalagi gadis itu selama ini bekerja di Jakarta jauh dari pantauan orang tua. Rara tidak peduli akan hal itu, baginya lebih penting mempersiapkan jiwa dan raganya menjadi istri Kevin Baskara. Lebih tepatnya istri bayaran.“Ra, ibu boleh masuk.”“Iya Bu.”Ibu dan anak itu duduk di tepi ranjang yang sudah dihias. Meskipun sederhana, tapi menunjukan kalau kamar tersebut adalah kamar pengantin.“Besok tanggung jawab kami sebagai orang tua akan berpindah pada Nak Kevin. Patuhlah pada suami dan jaga kehormatan keluarga. Jadilah istri dan Ibu rumah tangga yang baik.”Rara mendengarkan nasehat Ibunya. Meskipun ada rasa tercubit karena pernikahan itu hanya akan berlangsung selama satu tahu
Penampilan Vanya berhasil membuat Kevin panas dingin, gairahnya menyala. Seakan membangunkan macan yang sedang tidur. Sebagai pria dewasa yang sudah pernah menikah tentu saja ada kebutuhan batin yang harus dipenuhi dan kedatangan Vanya ke Jakarta seakan menjadi pelipur dahaga.Kevin memeluk tubuh ramping Vanya dan mendesak masuk, menggunakan kakinya untuk menutup pintu. Vanya rebah di sofa dan langsung mendapat serangan dari Kevin. Bibir mereka bertemu dalam pagutan liar dan panas serta tangan terampil menyusup ke dalam gaun tipis yang dikenakan Vanya, menyentuh gundukan kenyal nan lembut.Bibir Kevin berpindah pada leher jenjang wanita yang mulai mendesah karena kecupan dan gigitan kecil yang dilakukan pria itu. Bahkan desahan semakin keras saat tali gaun perlahan diturunkan dan menunjukan bagian depan tubuh Vanya yang tidak menggunakan penutup berenda.“Vanya … panggil namaku,” bisik Kevin dengan suara beratnya.“Hmm.”Vanya menikmati sentuhan tangan Kevin mulai meraba di bawah sana
Beberapa hari absen bekerja membuat tugas Rara menumpuk. Ditambah teguran dari Robert karena rencana cuti mendadak dari gadis itu. Kalau bukan track record hasil kerja yang baik, mungkin Rara akan mendapatkan teriakan atau bahkan makian dari pimpinan divisinya.“Eh, ada gossip baru,” ujar Marni membuat beberapa orang lainnya mendekat.“Gosip apaan sih?” tanya yang lain. Rara dan Slamet masih fokus pada apa yang dikerjakan meskipun telinga mendengarkan dengan baik apa yang dibicarakan.“Pak Kevin Baskara sudah mengakhiri masa dudanya," ujar Marni dengan gaya tukang gosip sejati.“Hah, serius?”“Siapa perempuan yang beruntung itu, ah kenapa nggak gue sih?”Rara sempat terpaku sejenak, karena yang dibicarakan adalah dirinya. Apa mungkin berita pernikahannya dengan Kevin sudah diketahui orang-orang kantor.“Masih rahasia, karena ini gue dapat dari orang terdekat Pak Kevin. Pernikahannya juga di luar kota dan dihadiri orang tuanya doang. Menurut kalian aneh nggak sih?” tanya Marni pada be
Kevin menyambut uluran tangan Vanya.“Kevin.”“Dia kakakku, kamu jangan menggodanya karena dia baru menikah dengan kakak ipar,” ujar Kamila dan Vanya hanya mengedikkan bahu dan mengulurkan tangannya pada Rara.“Rara,” ujar Rara dan Vanya tidak terlihat antusias seperti saat bersalaman dengan Kevin.Makan malam pun terlaksana seperti biasa, meskipun Rara sangat khawatir dengan keberadaan Vanya. Begitu pun dengan Kevin, hanya saja dia tidak menunjukan rasa itu dan menikmati makan malam seperti tidak ada masalah. Mihika mengusulkan agar malam ini Kevin dan Rara menginap.Setelah makan, keluarga tersebut berpindah ke ruang keluarga untuk berbincang. Mihika membahas mengenai resepsi pernikahan.“Aku ikut saja, biar WO yang mengurus.”“Harus secepatnya Kevin dan pernikahan kalian harus segera di publish. Tidak mungkin Rara terus menjadi staf di kantor, padahal suaminya memiliki jabatan tertinggi,” seru Arka.“Kalian kapan rencana honeymoon?” tanya Mihika pada putra dan menantunya.“Aku belu