Setelah selesai mengisi kelas, Elena berniat untuk pergi ke toko kue Maura. Ia ingin membeli kue untuk dirinya sendiri. Nafsu makan Elena semakin meningkat. Terlihat sekarang pipinya semakin chubby, perutnya mulai membuncit karena kandungan Elena sudah memasuki usia empat bulan. Bersama Parjo Elena pergi ke toko kue Maura. Parjo memilih menunggu majikannya di luar daripada harus ikut masuk ke dalam. Karena ia sendiri merasa tidak pantas jika mengikuti majikannya lebih jauh. Elena melangkahkan kakinya untuk segera masuk ke dalam toko kue Maura."Hai Maura." Panggil Elena lalu cipaka-cipiki dengan Maura."Ih kukira kamu gak jadi datang lo. Aku nungguin kamu dari tadi. Ayo duduk disana, sambil makan kue. Akhirnya kamu kesampaian juga buat datang kesini ya. Kamu mau makan apa kue disini?" Tanya Maura."I think, red velvet is not bad Maura." Elena menyebutkan menu kue yang ia mau."Okay. Kamu duduk disana dulu." Elena melangkahkan kakinya untuk duduk di salah satu meja yang sudah disedia
Sore ini, Leo menghembuskan nafasnya kasar. Ia merasa sangat lelah, karena setelah beberapa hari ia sakit. Membuat pekerjannya sedikit menumpuk. Hans sendiri juga sudah membantu banyak untuk Leonardo. Tapi bala bantuan Hans tidak cukup untuk mengurangi beban kerja Leonardo.Menjadi CEO, bukanlah pekerjaan yang mengenakkan. Bahkan sangat berat apalagi harus memimpin banyak orang yang bekerja di bawahnya. Mengamati langsung, menilai pekerjaan karyawan dan harus menstabilkan atau menaikkan pendapatan bisnisnya."Udah pak, jangan dipaksa semuanya. Bapak baru sembuh soalnya." Ucap Hans ketika melihat Leonardo berkali-kali menghela nafasnya kasar."Iya Hans. Saya paham kok. Ini yang bisnis resto di Solo, agak mengalami penurunan jumlah pelanggan ya. Nanti kabari pimpinan disana. Buat cari ide yang menarik untuk menarik pelanggan kembali. Atau bisa adain promo beli satu makanan gratis apa gitu. Suruh perbaiki lagi platingan makanannya." Kata Leo sambil melihat laporan salah satu restoran yan
Tanggal merah ini, Elena meminta Leonardo untuk pergi ke salah satu panti asuhan yang ada di Jakarta. Mereka tidak hanya pergi berdua melainkan bersama Daniel, Maura dan Jordi. Mainan yang tempo hari sudah dibeli Leonardo, tak lupa di bawa untuk dibagikan untuk anak-anak. Daniel dan Jordi yang kesibukannya menjadi seorang dokter, sangat senang untuk pergi ke panti. Mereka juga berinisiatif untuk memeriksa kesehatan anak-anak yang ada disana. "Jo, cepat carikan adik sepupu ipar untukku. Biar kamu kemana-kemana nggak sendirian." Goda Elena ketika mereka keluar masing-masing dari mobil yang mereka kendarai. Mereka berpergian dengan tiga mobil, karena di bagian kursi belakang mereka isi barang-barang yang akan disumbangkan."Apa sih kak? Jo, belum pengen jadi kepala keluarga. Baru aja lulus." Jawab Jordi sewot. "Buset dah sewot amat." Elena terkekeh."Ayang ini, kok godain Jordi. Kasihan lo." Leonardo mengusap rambut Elena"Gapapa mas sesekali." Mereka pun langsung masuk ke dalam panti
Setelah acara berbagi dengan anak panti, mereka berlima langsung pergi ke rumah sakit. Untuk membawa anak panti yang terkena demam berdardah. Jordi yang sendirian, kini di kursi belakang diisi sang ibu dan anak itu. Jordi mulai panik, karena tiba-tiba sebelum berangkat sang anak demamnya menjadi tiga puluh sembilan derajat. Hampir setengah jam berkendara, kini mereka sudah sampai di rumah sakit tempat Daniel dan Jordi bekerja. Jordi pun langsung menggendong sang anak tanpa banyak kata. Daniel, Maura, Leonardo dan Elena juga bergegas untuk turun dari mobil. "Perawat, perawat siapkan brankar." "Perawat, perawat brankar cepat."Teriak Jordi memanggil para perawat yang berlalu lalang untuk segera membawa brankar. "Jo, tahan bentar bawa adiknya." Ucap Daniel berusaja menenangkan Jordi.Maura dan Elena berusaha menenangkan sang ibu panti. Karena tiba-tiba sang anak tersebut tiba-tiba tak sadarkan diri di gendongan Jordi. Tak lama setelah Jordi berteriak, beberapa perawat datang sambil m
Pagi harinya tiba, Leo dan Elena tengah bercengkrama di balkon kamar hote, setelah sepakat untuk stay di hotel semalam. Elena tengah menikmati hidangan sarapan paginya bersama Leo sebelum kembali ke rumah sakit untuk menemui Lala. Leo sempat mengajak Elena untuk pulang ke rumah, tapi Elena kekeh untuk kembali ke rumah sakit melihat kondisi Lala. "Mas kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanya Elena ketika melihat Leonardo terus memperhatikannya."Mas seneng aja. Lihat ayang pipinya makin gimbul. Gemoy gemoy gitu lah yang." Leo memainkan pipi Elena dengan gemasnya."El makin jelek ya kalau makin bulet gini?" Tanya Elena sambil memanyunkan bibirnya."Enggak lah. Istri mas cantik banget malahan. Ayang sehat sama jagoan kita itu poin pertama. Mas, mau manggil bunda lah sekarang. Persiapan jadi orang tua." Leonardo menaik turunkan alisnya."Mas pengen panggilan apa nantinya?" Tanya Elena."Ayah bunda aja deh. Kayanya adem aja gitu dengernya." Balas Leonardo."Memang sih mas. Elena juga mau gitu
Mendengar kabar jika Elena dan Leonardo akan mengangkat anak angkat dari panti asuhan, keluarga Leonardo tidak begitu mudah mengizinkan. Mama Leo begitu ragu jika anaknya memiliki anak angkat. Karena mamanya belum sepenuhnya percaya jika anak dan anak mantunya bisa memberikan kasih sayang kepada Lala seperti anaknya sendiri.Saat ini, mama papa Leonardo berada di rumah sakit begitu juga ibu panti yang sudah merawat Lala sejak kecil. Dari cerita ibu panti, Lala memang sudah berada di panti mulai dari bayi. Ia menemukan di tempat yang tidak wajar untuk dimana bayi tersebut berada. Saat mendengarkan kabar jika Leo akan mengangkat Lala, rasanya berat jika harus melepaskan Lala."Ibu nggak percaya sama saya dan istri saya buat jadi orang tua Lala?" Tanya Leonardo ke ibu panti."Bukan nggak percaya, tapi ibunya Mas Leo juga belum setuju kalau mas jadiin Lala putri kalian." Jawab ibu panti."Kalau saya sih gak masalah bu, tapi cuma gimana caranya saya supaya bisa yakin kalau Lala bakal diber
Leonardo bergegas untuk keluar ruangannya, ia berencana untuk pergi ke rumah sakit untuk menemani Elena cek kandungan. Awalnya, Elena sudah meminta Leonardo untuk tidak pergi ke kantor. Tapi Leonardo menolak. Karena ada rapat penting paginya. "Bapak jadi ke rumah sakit?" Tanya Hans saat Leonardo sampai di lobi."Jadi Hans. Elena udah saya janjiin bakal saya temenin. Tapi saya gak langsung pulang kok. Saya balik lagi kesini. Nanti tolong jemput Lala ya! Sekarang jam sepuluh. Kelas Lala pulang jam dua belas." Leo menepuk bahu Hans. Perihal soal Lala, Hans sudah mengenal anak angkat Leo tersebut. "Wah siap pak. Sekalian nanti ada Miss Dela juga kan pak." Hans menaik turunkan alisnya."Giliran ada yang bening dikit. Langsung turn on dah. Yaudah nitip Lala. Bilang aja saya lagi ke rumah sakit nganter bundanya. Saya pergi dulu ya." Pamit Leo dan lansung bergegas keluar kantor."Iya pak. Hati-hati pak." Leo menuju rumah sakit tempat Daniel dan Jordi bekerja. Ia tidak menjemput dulu istrin
Pagi ini Lala dan Elena tengah berjalan-jalan ke swalayan untuk membeli kado ulang tahun teman Lala di sekolah. Mereka berdua pergi ditemani Dona tanpa Leonardo. Karena Leo harus pergi ke Makassar bersama Hans untuk menjalin kerjasama dengan rekan bisnis disana. Elena sebenarnya tidak ingin merepotkan Dona untuk menemaninya belanja, tapi Leonardo yang kelewat posesif hanya ingin memastikan jika istrinya itu terus baik-baik saja."Dona gak papa nih nemenin saya sama Lala belanja?" Elena berjalan sambil menggandeng Lala."Nggak papa nyonya. Tuan Leo kalau udah ngomong gitu saya nggak bisa nolak. Apalagi keselamatan nyonya sama nona juga penting. Tapi jangan lama-lama ya nyonya belanjanya. Tuan tadi sudah pesan begitu ke saya." Ucap Dona sambil menampilkan sederet gigi putihnya."Iya enggak kok. Ini cuma nyari kado buat teman Lala aja. Soalnyan katanya mau dirayain di sekolahan. Nggak enak kalau nggak bawa kado." Elena menuju ke salah satu pusat tempat baju untuk anak-anak."Non Lala nya